Literasi emosi merupakan kemampuan untuk mengenali, memahami, menangani dan mengekspresikan emosi dengan tepat. Literasi emosi terdiri dari lima aspek, yaitu mengetahui perasaan diri, kemamopuan untuk berempati, kemampouan untuk mengakui emosi, kemampuan untuk mengatasi dan memperbaiki kerusakan emosi serta kemampuan untuk lebih memahami duniaTerdapat banyak faktor yang dan konteks sosial. Terdapat beberapa konsep yang memiliki kemiripan dengan literasi emosi, namun masingmasing konsep tersebut memiliki penekanan konsep yang berbeda.
Mempengaruhi literasi emosi, diantaranya adalah:
- Orangtua
Orangtua merupakan orang terdekat anak, sehingga interaksi keseharian dengan anak sangat berpengaruh terhadap kemampuan literasi emosi anak. Kedekatan orangtua-anak hendaknya juga ikut terbawa dalam kegiatan parenting yang diselenggarakan sekolah, karena berdasarkan hasil penelitian Adams, Morris, Gillmore & Frampton (2010) menyatakan bahwa program PACT (Parent And Children Together) dapat meningkatkan patnership pada sekolah anak serta mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap perkembangan sosial emosional anak, termasuk di dalamnya kemampuan literasi emosi anak. Hal ini didukung oleh Kwon (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan langsung dan tidak langsung antara coparenting dan perkembangan sosial emosional anak.
- Guru
Literasi emosi merupakan suatu ketrampilan yang dapat dipelajari, sehingga Pemahaman guru mengenai kurikulum pembelajaran hendaknya juga mendapatkan perhatian. Al-Rawahi (2010) menyatakan bahwa penggunaan program kurikulum PATHS (Promoting Alternative Thinking Strategies) menjadikan pemahaman guru terhadap literasi emosi (termasuk pembelajaran literasi emosi) meningkat. Selian itu, literasi emosi dapat pula ditingkatkan melalui program intervensi yang dilaksanakan di sekolah dengan bantuan guru. Knowler & Frederickson (2013) menyatakan bahwa intervensi program literasi emosi pada pelaku bullying dapat meningkatkan literasi emosi pada anak usia 8-9 tahun. Qualter, Whiteley, Hutchinson & Pope (2007) berdasarkan hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa intervensi literasi emosi dapat digunakan untuk mengurangi efek negatif masa transisi dari sekolah dasar ke sekolah lanjutan. Peningkatan literasi emosi dapat pula dilakukan melalui program Personal and Social Development ( Camileri, Caruana, Falzon & Muscat, 2012) dan Student Assistant Program (Carnwell & Baker, 2007).
- Peer/Teman Sebaya
Peer atau teman sebaya mempunyai pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan dan peningkatan literasi emosi. Hasil penelitian O’Hara (2011) menyatakan bahwa peer mentoring mempunyai dampak positif terhadap kompetensi literasi emosi anak, bahkan menurut Garcia (2015) penyediaan program mentoring mempunyai dampak positif pada kesadaran & sikap murid yang berisiko (at-risk students). Selain itu, Literasi emosi dapat ditingkatkan melalui circle time & mentoring (Coppock, 2006) serta melalui talking circle (Schumacher, 2014).
- Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh terhadap perkembangan literasi emosi. Penelitian yang dilakukan Roffey (2008) mengenai literasi emosi dan ekologi school wellbeing menghasilkan analisis eco-systemic literasi emosi dalam konteks sekolah yang menggambarkan bagaimana unsur-unsur sistem sekolah berinteraksi dengan orang lain dalam menciptakan school wellbeing. Haddon, Goodman, Park, Crick (2005) menyatakan bahwa praktek literasi emosi di sekolah diperlukan adanya keterbukaan dalam hubungan sehingga orang merasa didukung secara emosional. Selain itu pentingnya setiap orang merasa dirinya dihargai dan yang paling penting, kapasitas untuk mendengarkan perasaan diri sendiri dan orang lain.