CINTA UNTUK IBU

Penulis: 

Purwanto Jawara, Nicco Nurman, Fadlan Nasution, Sri Utami Zakiyah Darojat, Lestari, Siti Desy Aulia, Maya Suherlina, Julitha Aisyah, Corrie Kusdiana, Vanti Riwu Ratu, Nur Siti Budiati, Setiawan Shaputra,  Ni Wayan Sudina Oportuna, Hanundita Salma, Immanuel Yosua Tjiptosoewarno, Firmina Angela Nai, Endang Sundari, Iman Nugraha, S.Pd.I., Mima_Cihuy, Dr. Juwita, SH.,MH, Gojali, Djadja Sutardja, SE

 

Sukses Berawal dari Ibu

Oleh: Purwanto Jawara

 
Didikan Nenek-Kakek
  Saya dilahirkan dari rahim seorang ibu, bernama Ibu Wakini, sudah almarhumah pada tahun 2015. Saya dilahirkan di Surabaya dan dibesarkan di Malang. Masa kecil saya banyak dirawat oleh kakek nenek, ketimbang dirawat oleh orang tua kandung sendiri. Diusia sekolah dasar, saya disuruh nenek membantu jualan sayur keliling seputar kampung. Hasil dari didikan sang nenek kini, saya menjadi seorang pebisnis tangguh, walaupun bukan pebisnis berskala besar. Hal ini patut saya syukuri, ternyata didikan sang nenek menjadi modal besar ketika sudah beranjak dewasa. Bercita-cita jadi pebisnis tak pernah saya impikan. Karena cita-cita saya waktu dibangku sekolah hanya bercita – cita menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan agama. Saya bercita-cita memiliki salah satu profesi pun tidak ada. Suatu ketika saya dalam pangkuan ibu kandung waktu tinggal di Surabaya, ibu pernah berkata, “Anakku seng ganteng dewe, sesok lek wes gede kate dadi.” (arti Indonesianya: anakku yang ganteng sendiri, besok kalau udah besar). Waktu makin berlalu, dari tahun ke tahun saya lalui. Hingga suatu ketika saya harus merantau semenjak kakek dan nenek tiada.  
Merantau ke Lampung Selatan
Selepas SMA saya tidak meneruskan kuliah diperguruan tinggi, karena tidak ada biaya dan dukungan dari keluarga. Terbentur biaya juga tidak ada dukungan dari pihak keluarga. Akhirnya saya memutuskan untuk bekerja sedapatnya. Sepeninggal nenek dan kakek, saya pun merantau ke Lampung Selatan pada tahun 1996 ikut kakak kandung pertama guna mencari pekerjaan disana. Dalam dua bulan awal tinggal di Lampung tepatnya di desa Bumisari Natar, saya masi pengangguran karena belum dapat pekerjaan waktu itu. Selama dua bulan tinggal di desa Bumisari, alhamdulillah bisa berbaur dan kenal akrab dengan masyarakat sekitar, diantaranya teman – teman kampung yang sudah akrab dengan saya, diantaranya Giman, Odik, Antoni, Dodok, Indah, Qiqi, Asrofi, Saiful, Dania, Totok, Rini Rahmawati dan lain-lain. Dari teman-teman diatas yang sukses sebagai pengusaha mikro diantaranya Toto pengusaha mebel kursi, Rini Rahmawati pengusaha decorasi wedding dengan brand Nabillah Decoration. Seiring dengan berjalannya waktu, saya bisa diterima bekerja di perusahan nata yaitu wong coco. Saya bekerja diperusahaan tersebut lebih kurang lima tahun. Dirasa cukup lama bekerja sebagai karyawan wong coco, akhirnya saya putuskan berhenti bekerja dan kembali pulang ke kota Malang hingga sekarang.
Kembali Pulang Kampung
Tahun 2002 saya berhenti bekerja dan memutuskan kembali pulang ke kampung halaman di Kota Malang. Tahun 2003-2006 saya usaha kecil kecilan sebagai aktifitas mencari penghasilan diantaranya menjadi pedagang loper koran. Tahun 2006 saya buka usaha sebagai ojek online (Ojol) yang waktu itu belum ada pesaing seperti Gojek dan Grab. Pelanggan O Jawara jek mayoritas adalah ibu-ibu rumah tangga, ada istrinya pejabat seperti Ibu Astutik,ada istrinya BUMN seperti bu Agustin, ada para pensiunan seperti Ibu Niniek pensiunan kampus ternama dikota Malang, bahkan lewat beliau jasa ojol saya banyak dikenalkan pada komunitasnya seperti Wancik Ho ( Para alumni SMA 3 angkatan 1972), dan juga para ibu rumah tangga lainnya. Kekuatan dibisnis O “Jawara”jek ini hanya mengandalkan marketing getok tular, dari mulut ke mulut. Tak jarang para pelanggan jasa saya, sering saya panggilkan dengan sebutin umik, sebuah sebutan untuk seorang ibu.  
Menekuni Dunia Terapis
Tahun 2013 barulah saya mulai belajar dunia terapis kesehatan dengan kursus diklinik Rojas Traitmen Center Indonesia dibawah bimbingan founder langsung yaitu Ustad Irwan Chandra, Abdullah, dan Thoha tepatnya dilawang. Awal saya menyukai dunia terapis kesehatan penuh cerita yang cukup panjang, pasalnya sebelum ikut kursus terapi, saya mengalami ujian berat yaitu kecelakaan jatuh menabrak sebuah mobil angkot. Dalam masa penyembuhan, saya banyak memanggil dan berkenalan dengan para praktisi kesehatan. Dengan peristiwa inilah akhirnya saya belajar banyak hal tentang dunia terapis. Mungkin inilah cara Allah mengangkat derajat saya sebagai seorang terapis dengan perantara doa dari seorang ibu, di waktu kecil bukan jadi dokter melainkan jadi tukang terapi pijat. Berbagai teknik terapi kesehatan saya pelajari mulai dari akupresur, refleksi, bekam, totok telor dan lain – lain. Selain menekuni profesi terapi pijat kesehatan tradisional, saya bekerja freelance fotografer dari tahun 2014 hingga sekarang namun sempat terhenti sejak Indonesia di landa wabah pandemi pada tahun 2020 tepatnya bulan maret freelance fotografer berhenti total.
Qi Jawara Holistik Tetap Bertahan
Ditengah pandemi profesi sebagai terapis tetap berjalan. Saya melihat peluang pasar dibidang kesehatan masih bagus, dimana setiap orang butuh sehat. Apalagi dimasa pandemi covid-19, Produk-produk kesehatan banyak dibutuhkan orang. Saya membuat brand untuk usaha terapis pijat, dengan nama QI JAWARA holistik dengan andalan terapinya berupa pijat sinergi mulai dari akupresur, refleksi, totok telor, totok punggung dan lain-lain. Selain sebagai terapis pijat, bersama lembaga ketrampilan dan pelatihan (LKP TIA) saya bekerjasama dalam hal Event Organizer khususnya dibidang pelatihan dan seminar kesehatan tradisional. Beberapa pelatihan dan seminar yang sudah saya laksanakan diantaranya Akupresur Holistik, Bekam, Resista, Beauty Class dan lain – lain.
Didukung Ibu-Ibu
Salah satu kesuksesan saya dibidang ini salah satunya karena adanya dukungan para ibu-ibu yang hubungannya sudah akrab seperti keluarga sendiri seperti bunda Tia, bunda Luluk, dan juga para teman-teman wanita lain yang turut mensukseskan dan mendukung saya. Teriring doa semoga para pendukung kesuksesan saya sebagai terapis handal dan sebagai penyelenggara event organizer, Allah panjangkan umurnya, dijaga kesehatannya dan diluaskan rezekinya. Aamiin. Terima kasih atas segala dukungannya. Saya sebagai salah satu penulis dalam buku ini, sangat berharap banyak agar para pembaca buku ini, dimanapun anda berada, mohon jangan sia-siakan kedua orang tua anda, utamanya ibu, karena kesuksesan yang anda raih saat ini tentu tidak lepas dari doa tulus sang Ibu yang mendoakan anda siang – malam, anda mungkin tidak tahu, kalau kedua orang tua anda, ibu anda bermunajat dengan salat duhanya, bermunajat lewat salat tahajudnya. Oleh karenanya buat anda yang kedua orang tuanya masih hidup, jaga mereka, balas setiap kebaikannya, dan sekali waktu berilah kejutan hadiah disaat hari ibu yang jatuh 22 Desember disetiap tahunnya.  

Cinta untuk Ibu

Oleh: Nicco Nurman

Berbicara tentang sosok seorang ibu mungkin tidak ada habisnya. Tentulah kita punya pengalaman masing – masing. Pengorbanannya buat kita tidak ada henti – hentinya mulai ketika kita di dalam perutnya sampai ketika dewasa pun beliau masih menganggap kita sebagai anak kecil yang lucu. Kisah ini dimulai ketika ibunda mengandungku selama lebih dari 9 bulan. Rasa lelah, penat dan letih tentulah beliau rasakan. Tapi rasa sayang terhadap calon buah hati yang di kandungnya mengalahkan semua itu. Begitu pun pengorbanan sang ayah dalam mencari nafkah dan menemani ibunda ketika mengandungku. Tibalah saatnya ketika hari yang telah di tentukan sang ibunda bersiap hendak melahirkanku. Sang ayah dengan setia berada di samping ibu. Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan akhirnya ibunda melahirkanku ke dunia ini dengan selamat melalui proses melahirkan secara normal. Rasa syukur dan Bahagia meliputi hati kedua orang tua ku. Alhamdullillah akhirnya aku lahir ke dunia dengan selamat. Aku dilahirkan dengan panjang 49 cm dan berat 3.4 kg. setelah diperbolehkan dan dapat izin dari rumah sakit akhirnya dokter membolehkan ibu pulang. Perjuangan ibu belum sampai disitu, siang dan malam beliau dengan sabar merawat dan menjagaku. 2 tahun beliau menyusukanku. Sang ayah juga tidak kalah perannya dirumah tangga. Beliau dengan ikhlas dan sabar bekerja keras setiap hari guna memenuhi kebutuhan keluarga. Ayahku pada saat itu bekerja sebagai buruh bangunan. Pendapatan yang diterima hanya sebatas cukup untuk memenuhi kebutuhan harian kami sekeluarga. Kami tinggal berempat dalam sebuah rumah. Kebetulan aku mempunyai seorang kakak yang terpaut usia 5 tahun lebih tua dariku. Pada saat sekarang kakak baru mau masuk sekolah Taman Kanak – Kanak (TK). Rencananya kakak ku mau bersekolah di sebuah Taman Kanak – Kanak (TK) yang berada di pusat kota. Lumayan juga jaraknya. Kedua orang tuaku sangat menyanyangi anak – anaknya begitupun kakak juga menyanyangiku. Kakakku sangat sukabercanda dan bermain denganku. Ibunda sungguhlah luar biasa perannya dalam seorang ibu. Sebagai seorang istri beliau sangat berbakti kepada suami begitupun ketika sebagai seorang ibu, beliau sangat menyanyangi anak – anaknya tanpa membedakan antara satu dengan yang lain. Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun datang silih berganti. Tak terasa aku makin bertambah besar. Tepat di usiaku menginjak 5 tahun ibu mendaftarkan aku untuk bersekolah di Taman Kanak – Kanak. Singkat cerita tempat sekolahku berbeda dengan kakakku dulu namun masih berada dalam pusat kota. Ketika aku sudah mulai bersekolah tiap hari ibu mengantarkan dan menjemputku ke sekolah. Begitu pun dengan kakakku ketika masih bersekolah di Taman Kanak – kanak (TK). Pada waktu itu kami belum bercukupan seperti saat sekarang. Orang tuaku sungguh hanya seorang yang sederhana. Sehingga untuk transpotasi kemana pun saat berpergian hanya menggunakan sepeda kayuh. Begitupun ketika mengantarkan dan menjemputku ke sekolah. Sementara kakakku berangkat kesekolah dengan berjalan kaki karena jarak Sekolah Dasar (SD) nya yang tidak terlalu jauh dari rumah. Satu tahun hampir berlalu tidak terasa aku mau menamatkan Pendidikan Taman Kanak – Kanak (TK). Tepat dihari perpisahan sekolah aku sungguh merasa sangat berbahagia karena kedua orang tuaku serta kakak datang menghadiri perpisahan sekolah. Ibuku memelukku erat, aku pun Bahagia namun juga diliputi rasa sedih karena harus berpisah dengan teman – teman disekolah yang selama setahun kami selalu belajar dan bermain bersama.   Belum cukup sampai disitu disaat awal – awal aku bersekolah di Sekolah Dasar (SD) pun ibu selalu menemani, mengantar dan menjemputku ke sekolah. Ibuku sangat dekat dengan guruku dan teman – temanku ketika aku bersekolah di Sekolah Dasar (SD). Beliau tidak sungkan bercerita dan bermain dengan kami bersama.   Pernah suatu ketika, ada salah seorang temanku (maaf) yang buang air dicelana ibuku dengan ikhlas dan sabar membersihkan kotoran yang ada didalam celana temanku itu. Ketika berada dirumah, ibuku selalu membimbing dan memberi semangat kepadaku dalam belajar. Ibuku suka membantuku dalam mengerjakan pekerjaan rumah (pr) seperti membaca dan berhitung dari sekolah. Beliau jago dalam pelajaran matematika. Sembari dalam kesibukannya dalam mengurus keperluan ayah, mengurus rumah tangga beliau selalu menyempatkan diri untuk membantu kami dalam mengerjakan pekerjaan rumah (pr) kami dari sekolah. Ibuku jago dalam pelajaran matematika. Beliau dengan sabar mengajari aku dalam berhitung.   Hampir setiap pulang dari sekolah, ibu selalu bertanya kepada kami anak–anaknya apakah ada pekerjaan rumah dari sekolah. Beliau sangat sayang dan perhatian kepada kami. Tepat aku naik kelas 3 Sekolah Dasar (SD) ibu mulai berjualan sarapan di pasar. Beliau hampir tiap hari bangun pukul 03.30 memasak dan mempersiapkan keperluan untuk berjualan di pagi harinya. Aku yang waktu itu masih duduk di kelas 3 Sekolah Dasar (SD) tidak banyak peran yang aku lakukan dalam membantu ibu berjualan. Namun berbeda dengan sang kakak yang waktu itu sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 2. Kakakku walau perempuan dia tidak malu dan gengsi dalam mengendarai becak membawa jualan ibu kami kepasar. Kakak selalu melakukan itu tiap pergi sebelum dia berangkat ke sekolah.   Alhamdulillah jualan ibuku mulai laris dan mulai dikenal banyak orang. Tiap pagi dan tiap harinya para pelanggan datang ke warung ibu untuk menikmati sarapan. Dua tahun kemudian tepatnya ketika aku duduk di kelas 5 Sekolah Dasar aku mulai memberanikan diri membantu ibu. Aku mulai sadar dan kasihan melihat ibu yang berjualan sendirian sementara ayah pada saat itu masih menjadi buruh bangunan. Walau terkadang ayah juga menyempatkan waktunya untuk membantu ibu sebelum pergi bekerja. Ibu kami benar – benar Tangguh kuat dalam menjalani semua ini. Berbagai peran terbiasa dilakukannya dalam satu waktu. Yang pertama peran sebagai seorang isteri dalam mengurus semua keperluan ayah, yang kedua peran sebagai ibu rumah tangga yang tugasnya tidak bisa dianggap remeh serta yang ketiga peran beliau sebagai seorang ibu untuk anak – anaknya.   Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun silih berganti tak terasa sudah menamatkan bangku Sekolah Dasar (SD) ku dengan nilai yang cukup memuaskan sehingga berkesempatan untuk dapat bersekolah dan diterima di salah Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit di kota ku. Ibuku sangat senang aku telah tamat Sekolah Dasar (SD). Ibu pun berharap dan mengarahkan aku agar bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) favorit tersebut. Hari yang ditunggu – tunggu telah tiba. Tibalah saatnya waktu pendaftaran murid baru sekolah tersebut itu dimulai. Aku sangat Bahagia dan berbangga hati buat segera mendaftarkan diri sebagai peserta didik baru ditemani oleh ibu yang selalu dengan senang hati mendukung dan menemaniku. Setelah melalui semua proses pendaftaran dan menunggu beberapa hari akhirnya waktu pengumuman penerimaan peserta didik baru telah tiba.   Aku dengan penuh langkah yang optimis melangkahkan kaki ke sekolah tersebut untuk melihat pengumuman hasil seleksi peserta didik baru. Alhamdulillah aku langsung diterima di sekolah favorit tersebut. Ibuku sangat senang sekali karena anaknya bisa diterima dan bersekolah di tempat tersebut. Berbagai keperluan dan perlengkapan sekolah satu persatu mulai dibeli dan dipersiapkan oleh ibu. Ibu sangat memperhatikan keperluan sekolahku. Mulai dari seragam sekolah, tas, sepatu dan keperluan sekolah yang lain telah dipersiapkan guna memberikan motivasi dan semangat dihari pertama sekolah. Aku pun sangat senang dan Bahagia serta bangga mempunyai orang tua yang penuh kasih sayang dan penuh perhatian seperti ibuku.   Tibalah saat dimana hari aku untuk pertama kalinya bersekolah sebagai seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rasa yang sama, kasih sayang dan perhatian yang sama tetap diberikan oleh ibu kepadaku walau aku sudah menginjak remaja. 3 tahun berlalu susah dan senang selama mengikuti proses belajar akhirnya aku berhasil menamatkan bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) ku.   Namun berbeda ketika aku mau masuk bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dari jauh – jauh hari sebelumnya ketika aku duduk dibangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) ibu berpesan dan mengatakan agar aku bisa bersekolah di Madrasah Aliyah (MA). Aku pun sebelumnya keberatan dengan yang ibu katakana namun karena baktiku kepada ibu akhirnya aku pun meng-iyakan dan menuruti kata – kata ibu.   Berbeda untuk kali ini aku pergi mendaftar Bersama teman – teman. Aku merasa sudah mulai dewasa dan aku pun tidak mau merepotkan ibu walau sebenarnya ibu tetap mau untuk mengantarkan dan menemaniku berangkat mengikuti proses penerimaan anak didik baru di madrasah tersebut. Berbeda dari jenjang – jenjang Pendidikan sebelumnya, Ketika aku bersekolah di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjalan kaki  berangkat dan pulang ke sekolah namun ketika menginjak bangku sekolah atas ini aku menggunakan angkutan umum (angkot). Aku beralasan karena jaraknya yang lumayan jauh dari rumah tidak memungkinkan untuk berjalan kaki sementara sepeda dirumah dipakai sama ayah untuk bekerja.   Berkat dukungan dan do’a seorang ibu akhirnya aku mulai terbiasa dan menikmati bersekolah dan mengikuti proses belajar di madrasah. Mungkin diawal – awal berat sekali rasanya karena latar belakangku berasal dari sekolah umum tentulah tidak mudah untuk mengikuti proses belajar di madrasah. Lagi – lagi ibu berperan penting disini untuk kemajuan belajarku dimadrasah kedepannya.   Selama setahun atau kelas 1 kami masih bersekolah secara bergabung dan umum karena belum ada penjurusan. Namun ketika pembagian rapor kenaikan kelas kami semua disuruh untuk memilih penjurusan yang ada disekolah. Ada 4 penjurusan yang ada di sekolah kami. Kami disuruh milih 2 dari 4 penjurusan yang ada. Tentulah dalam menentukan dikelas dan jurusan manakah kita akan bergabung melalui proses seleksi yang ketat. Aku yang awalnya memilih jurusan Bahasa dan IPS setelah mengikuti proses seleksi akhirnya ditempatkan dijurusan IPS. Aku yang sebenarnya sangat berharap agar bisa bergabung dengan teman – teman yang Jurusan Bahasa tapi takdir menempatkan di IPS tentulah sedikit berkecil hati dan kecewa. Namun lagi – lagi ada ibunda orang yang selalu memberikan aku semangat, motivasi dan dukungannya tentang apapun takdir dan kesempatan yang diberikan agar aku bisa ikhlas dalam menjalani.   Tak terasa 3 tahun begitu cepat berlalu dan akhirnya aku pun lulus dari Madrasah Aliyah (MA). Serasa banyak pilihan yang ada dibenak ini. Mulai dari akan tetap membantu orang tua bekerja dirumah yang kebetulan ayah ku sudah membuka usaha sendiri dan tidak bekerja sebagai buruh lagi, bekerja ditempat lain atau melanjutkan studi, mencari pekerjaan atau tetap membantu orang tua. Perasan aku pun mulai diliputi oleh rasa bimbang dilema serta was-was.   Bimbang dan dilema karena mau kemana dan was-was karena takut nanti pilihan yang aku pilih ini salah. Lagi – lagi disitu peran keluarga terutama ibunda benar – benar aku rasakan. Aku tidak ingin membuat kedua orang tuaku. Setelah berdiskusi dan mendengarkan arahan dari orang tua akhirnya aku memutuskan untuk melanjutkan studi. Namun lagi-lagi perasaan yang sama ketika menentukan pilihan antara mau kerja apa kuliah kini datang kembali. Bimbang, dilema dan was-was karena mau melanjutkan kuliah di dalam kota sendiri atau merantau ke negeri orang.   Akhirnya setelah berdiskusi dengan keluarga dengan disemangati oleh ibu dan ayah akhirnya saya memilih melanjutkan kuliah ke luar kota. Keluarga mendukung aku untuk kuliah diluar kota karena kebetulan kakak kandungku sudah terlebih dahulu merantau sejak lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang kebetulan pada saat itu aku masih duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Selama kakak merantau aku sudah mulai terbiasa membantu ibu untuk berjualan dipasar yang kebetulan juga ada adik perempuan yang juga ikut membantu. Aku dan adik perempuan ku tersebut berjarak 3 tahun. Saat itu ketika aku lulus Madrasah Aliyah ( MA) kebetulan adikku juga baru lulus Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau setingkat SMP.   Dua Minggu kemudian setelah semua berkas – berkas dan surat kelulusan sekolah sudah di tangan dengan perasaan yang campur aduk aku berangkat ke negeri orang untuk melanjutkan kuliah. Perasaan campur aduk yang aku rasakan karena di suatu sisi aku Bahagia karena mendapat restu untuk melanjutkan sekolah ke luar kota. Disisi lain aku sedih karena harus meninggalkan ayah, ibu dan adik – adik. Sebelum berangkat aku bersalaman dan berpamitan dengan kedua orang tua dan adik – adik. Sambil menahan tangis aku salami ayah dan aku ciumi tangannya terus aku cium tangan ibu.   Ayah berpesan, “Baik – baik lah di negeri orang dan jangan lupakan salat.” Begitu pun pesan ibu, tapi ketika saat aku mencium tangan ibu hati ini benar – benar diliputi oleh rasa sedih yang teramat dalam namun itu lah keikhlasan seorang ibu. Walau dengan perasaan yang sedih karena harus melepaskan kepergian anaknya ke luar kota namun beliau tetap keliatan tegar dihadapan diriku.   Aku pun mulai menaiki kendaraan menuju ke bandara yang berjarak 3 jam dari tempat tinggalku. Selama dirantau, aku tetap menghubungi keluarga di kampung. Setiap kali berhubungan lewat telepon. Ibu selalu berpesan, “Jaga diri baik – baik ya nak, dan jangan lupakan salat.” Walau sudah jauh dari keluarga. Aku tetap tidak lupa melupakan pesan dan nasihat dari kedua orang tua terutama ibu.   Hampir tiap liburan semester aku selalu pulang kampung. Kebetulan, dikampus ku libur semesternya juga lumayan lama sekitar satu bulan. Kebetulan pada saat itu ayah sudah membuka usaha perabot sendiri sudah tidak bekerja sebagai buruh lagi. Alhamdulillah usaha perabot ayah sudah mulai dikenal orang. Sudah banyak yang datang kerumah untuk memesan perabotan buatan ayah.   Tidak terasa tahun begitu cepat berlalu dan aku pun lulus kuliah dan menyandang gelar sarjana. Mungkin teman – teman pada bingung, mungkin ada yang bertanya, kok lulus kuliahnya 6 tahun bukannya 4 tahun. Yang 2 tahun lagi ngapain…he he he. Sejak kuliah semester 5 aku mengambil cuti dan sudah mulai tidak fokus kuliah dikarenakan aku bekerja membantu saudara dari pihak ibu dari kampung yang merantau disini. Kebetulan om ku ini (aku memanggil beliau dengan sebutan itu) bekerja sebagai pengusaha konveksi di jakarta.   Sudah lebih dari 5 tahun beliau merantau dan bekerja sebagai pedagang disini. Singkat cerita karena itulah aku terlambat lulus kuliahnya dibandingkan dengan teman – teman satu angkatan ku yang lain. Namun begitu mulianya hati seorang ibu, beliau tidak mempersalahkan bagaimana pun keputusan yang diambil anaknya dan selalu mendukung apapun keputusan anaknya. Aku sungguh sangat berbahagia karena dihari wisuda ku walaupun keluargaku tidak bisa menghadiri hari bahagiaku semuanya. Namun aku bahagia karena ibu yang jauh – jauh dari kampung datang dan menghadiri upacara wisudaku. Mungkin teman – teman dan sahabat para pembaca bertanya – tanya loh bukannya disitu ada kakak kandungmu. Iya…hehe. Tapi kakak kandung karena sudah menikah dia ikut bareng suami buat kembali lagi ke kampung halaman. Makanya dari itu hanya ibu yang bisa hadir di acara wisuda ku.   Ibuku sangat berbahagia karena akhirnya selama lebih kurang 6 tahun mengikuti proses perkuliahan akhirnya aku bisa diwisuda. Setelah lepas kuliah pun perlakuan ibu tidak berbeda ketika disaat aku masih kecil. Beliau tetap menganggapku sebagai anak kecil yang selalu bisa dipeluk dan dirangkulnya. Ibuku selalu berpesan sampai kapan pun perhatian dan perlakuan ibu terhadap dirimu tidak akan pernah berubah walau suatu hari nanti kamu sudah bekerja dan suatu saat nanti kamu sudah meningkat dan berkeluarga.   Itulah yang saat ini aku rasakan. Sudah lebih 30 tahun usiaku namun perlakuan ibu masih tidak ada bedanya terhadap diriku. Walaupun Namanya juga anak juga sering berbuat salah dan membuat terluka hati kedua orang tuanya terutama ibu. Beliau mulianya hati seorang ibu beliau tetap memaafkan kesalahan anak – anaknya.   Melalui buku dan hasil karya tulis ini aku berpesan dan berharap kepada para pembaca agar buku “Cinta Untuk Ibu“ ini bisa dibaca, dipahami dan direnungi isi dan kata – katanya serta bisa bermanfaat bagi para pembaca. Tujuan utama penulisan buku yang berjudul “Cinta Untuk Ibu” ini adalah sebagai kado, hadiah dan persembahan aku untuk ibunda tercinta di hari yang spesial tanggal 22 Desember nanti yaitu “ Hari Ibu”.  

Surga Ada di Bawah Telapak Kaki Ibu

Oleh: Fadlan Nasution

Cinta ibu terhadap anaknya adalah selamanya kasih ibu sepanjang masa, Ibu mengandung anaknya 9 bulan lamanya, 2 tahun dalam gendongannya. Sepanjang hidup ada dalam hatinya. Ibu adalah orang yang paling berjasa dan istimewa dalam hidup kita. Ibu adalah orang yang membuka pintu terlahirnya kita ke dunia ini dan dia juga yang akan membuka pintu syurga bagi kita di akhirat kelak. Dia yang menjadi guru pertama bagi kita yang mengajarkan dan mendidik dengan cinta untuk menjadi pribadi yang tangguh. Tak kenal lelah, tak kenal takut, apa pun ia berikan untuk anaknya tanpa meminta balas jasa apa pun. Cinta ibu pada kita itulah cinta yang sempurna. Momen kebersamaan dengan ibu akan selalu ada di dalam hati sanubari kita. Tak akan lekang oleh waktu, tak kan usang oleh zaman, karena ibu adalah cinta pertama kita yang telah menjadikan kita buah hatinya tumbuh menjadi pribadi seperti saat ini.   Jasa ibu begitu banyak pada kita anaknya, tidak bisa kita bayangkan begitu berat beban yang ia jalankan ketika ibu mulai mengandung kita 9 bulan lamanya, melahirkan kita dengan susah payah, mendidik, serta membesarkan kita. Ibu melahirkan kita dengan menahan rasa sakit yang luar biasa, ia pertaruhkan nyawanya untuk kita anaknya. Ibu berjuang antara hidup dan mati, banyak ibu meninggal pada saat akan melahirkan akibat pendarahan dan penyebab lainnya. “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan payah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku lah tempat kembalimu.” (Q.S Luqman: 14)   Kondisi ibu pada saat melahirkan kita banyak tulang rusuknya yang patah dengan kondisi sakit yang ditahankannya. Badan manusia hanya mampu menanggung rasa sakit hingga 45 Del. Tetapi selama proses bersalin, ibu kita akan mengalami rasa sakit hingga 57 Del !, itu sama dengan rasa sakit akibat 20 tulang yang patah secara bersamaan. Sangat luar biasa bagaimana perjuangan ibu saat melahirkan kita ya. Itulah mengapa, Rasulullah Muhammad SAW menyebutkan ibu sampai tiga kali sementara ayah hanya disebut sekali.   Sebagaimana disebutkan dari Abu Hurairah. Dia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak saya hormati?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang tersebut bertanya lagi, “Lalu siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya lagi, “Setelah itu siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang tersebut bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Akhirnya Rasulullah pun menjawab, “Kemudian ayahmu,” (HR. Muslim).   Betapa berat pengorbanan seorang ibu, tetapi nauzubillah kita lihat ada anak yang durhaka kepada ibunya. Ada anak yang tega menyakiti dan menelantarkan ibunya, serta dititipkan di panti jompo, harusnya anaknyalah yang merawatnya bukan orang lain, dimana balas jasa dan bakti kita sebagai seorang anak?. Kita dulu dirawat ibu dari kecil hingga besar dengan penuh kasih sayang, tetapi ketika ibu telah tua malah dititipkan ke panti jompo, nauzubilllah. Betapa sedih hati ibu melihat anaknya menitipkan mereka ke panti jompo.   “Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Israa’ : 23-24).   Wahai sahabat seringlah telepon dan beri perhatian kepada ibu kita. Mendengar suara kita dia sangat senang. Muliakan ibu kita senangkan hatinya jangan biarkan ia menangis. Titipkan nama ibu kita di setiap sujud-sujud kita di sepertiga malam. Menangis kepada Allah SWT mengharapkan keridhoannya. Ungkapan syurga kita ada di bawah telapak kaki ibu maksudnya adalah jika ibu telah ridho maka Allah pun ridho kepada kita karena ridho Allah tergantung pada ridho kedua orangtua. Disetiap perjuangan dan keberhasilan kita dalam kehidupan, pasti ada do’a-doa dari ibu kita. Kita berhasil dan sukses saat ini adalah bisa jadi berkat ridho ibu kita dan do’a-do’anya buat anaknya tersayang. Sahabat jangan lupa berdo’a tiap hari buat kebaikan ibu kita.   Bagi sahabat yang tidak mempunyai ibu lagi, do’akan ibu kita karena do’a anak yang shaleh dan shalehahlah yang akan di dengar Allah dan do’anya akan sampai ke ibu kita. Jaga hubungan baik dengan kerabat ibu, orang terdekat ibu, saudara kandung ibu, famili ibu dan teman-teman baik ibu. Inilah cara berbakti kepada ibu kita yang telah tiada. Ziarahi kuburnya, doakan ia dan minta ampun kepada Allah. Ini do’a untuk kedua orang tua kita.   Do’a untuk orangtua yang masih hidup: Ya Allah, ampunilah semua dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku, serta berbelaskasihlah kepada mereka berdua seperti mereka berbelas kasih kepada diriku di waktu aku kecil”.   Do’a untuk orangtua yang sudah meninggal dunia: “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah, bebaskanlah, lepaskanlah kedua orang tuaku. Dan muliakanlah tempat tinggalnya, luaskanlah jalan masuknya, bersihkanlah kedua orang tuaku dengan air yang jernih dan sejuk, dan bersihkanlah kedua orang tuaku dari segala kesalahan seperti baju putih yang bersih dari kotoran”. “Dan gantilah tempat tinggalnya dengan tempat tinggal yang lebih baik daripada yang ditinggalkannya, dan keluarga yang lebih baik, dari yang ditinggalkannya juga. Masukkanlah kedua orang tuaku ke surga, dan lindungilah dari siksanya kubur serta fitnahnya, dan siksa api neraka”.   Do’a anak sholeh dan sholehah merupakan amalan jariyah yang tidak akan pernah putus ketika orang tua telah tiada. Hal ini sesuai sabda Rasulullah SAW berikut : “Jika seseorang telah meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh”. (HR. Muslim)   Ingatlah kenangan kita masa kecil dulu bersama ibu kita, betapa cinta ibu sangat besar buat kita, ibu rela berkorban apa saja demi anaknya. Ada sebuah kisah teladan seorang sahabat nabi yang amat berbakti kepada ibunya yang bernama Uwais Al-Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepada ibunya. Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Termasuk permintaan ibunya untuk pergi haji ke Makkah. “Anakku, mungkin ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta ibunya. Ia menggendong ibunya untuk berangkat haji dari Yaman hingga Makkah, berjalan menggendong ibunya melewati padang pasir yang sangat panas dan tandus dengan jarak sejauh 1119 km !.   Ada kisah seorang sahabat nabi yang bernama Hanzolah yang telah menyakiti hati ibunya, ketika masa hidupnya lebih mendahulukan istrinya daripada ibunya sendiri, ketika sakaratul maut ia susah menghembuskan nafas terakhirnya karena ibunya belum ridho kepadanya, setelah ibunya ridho dan memaafkan kesalahannya, maka akhirnya ia bisa meninggal dengan tenang. Syurga ada di bawah telapak kaki ibu. Berikut ada beberapa cara berbakti pada orangtua yang sudah meninggal.     7 cara berbakti pada orangtua kita yang sudah meninggal:
  1. Terus mendoakan kedua orangtua kita.
  2. Bersilaturahmi ke kerabat serta teman orangtua kita.
  3. Bersedekah mengatasnamakan orangtua kita.
  4. Menyebarkan ilmu yang bermanfaat.
  5. Melunasi hutang orangtua kita.
  6. Menjaga persaudaraan sesama saudara orangtua kita.
  7. Menjaga nama baik orangtua kita.
    Inilah puisi yang saya buat khusus untuk ibu tercinta…   Oh ibu…pengorbananmu tiada tara Engkau mengandungku sembilan bulan lamanya Susah payah tertatih menahan lara begitu lama… Tiada aksara yang mampu menggambarkan jasamu…   Ketika melahirkanku Sakit rasanya tak tertahankan Engkau pertaruhkan nyawamu demi aku Jiwa raga dan seluruh hidup rela kau berikan…   Ketika aku sakit Engkau menangis sendu Engkau tiada tidur, terjaga dan menjagaku Wajahmu pucat pasi begadang sepanjang malam…   Ibu…kasihmu tiada batas sepanjang masa Kasihmu bagai embun di pagi hari Engkau mengajarku cinta dan afeksi Tidaklah bisa aku membalasnya   Ibu…engkaulah bagaskaraku, menerangi atmaku dengan cahaya Aku berteduh dari naungan do’a dan restumu Aku melangkah diatas ridhomu Karena syurgaku ada di bawah telapak kakimu…   Nada-nada yang indah selalu terurai dari bibirmu Tangan halus dan suci menggendong tubuh ini Diriku engkau manja, diriku engkau timang Oh ibu…ada dan tiada dirimu, kan selalu ada di dalam hatiku…   Aku belum mampu melukis senyum indah dibibirmu Aku belum mampu melukis binar kebahagiaan dimatamu Aku belum mampu berbakti seutuhnya Atas segala jasa-jasamu yang tiada terkira   Hanya do’a yang mampu kupanjatkan… Ya Allah ampunilah dosa ibuku… Sayangilah ibuku sebagaimana ia menyangiku waktu kecil… Syurgaku ada dibawah telapak kakimu…   Medan, 17 September 2020  

Ibuku Tersayang

Oleh: Sri Utami Zakiyah Darojat

  Kata orang, wajahku mirip dengan ibuku. Mungkin karena hidung mancung yang menurun padaku he..he..he. Aku bersyukur mewarisi paras ibuku, yang kala mudanya adalah sosok gadis berambut panjang yang cantik. Seringkali ketika aku berada di suatu tempat disapa oleh seseorang yang menanyakan padaku, apa aku putrine Bu Syamsuri? (panggilan ibuku ketika beliau masih ada), “Wajahnya ko mirip ya?”.. Heem. Mengenang ibuku, seperti membuka lembar album kenangan masa lalu, Beliau terlahir dengan nama Sutini, kakekku menamainya begitu, karena tanggal lahirnya bertepatan dengan kelahiran ibu Kartini, 21 April. Ibuku adalah sosok wanita yang sederhana, meski terlahir dari keluarga yang berkecukupan dan mempunyai jenjang pendidikan terakhir PGSLP, seharusnya beliau bisa menjadi guru. Kesempatan untuk menjadi guru SMP pun pernah menghampirinya, tapi beliau  menolak tawaran tersebut dan memilih untuk mengabdi menjadi seorang ibu rumah tangga dengan mengasuh dan merawat ke-3 putranya. Sebuah kesempatan yang mungkin diinginkan banyak orang untuk mendapatkannya tetapi ibuku memilih jalan hidupnya sendiri. Ketika masih muda dulu ibuku adalah sosok yang aktif di berbagai organisasi, baik Dharma Wanita, organisasi keagaaman, sosial dan olahraga. Sikapnya yang entengan (suka membantu), ramah dan energik menjadikannya dipilih untuk menjadi pengurus diorganisasinya tak jarang beliau ditunjuk untuk mengikuti diklat atau penataran mewakili organisasi atau yayasan yang dinaunginya. Sebagai seorang anak, aku belum bisa membuatnya bahagia. Selama ini aku banyak melakukan kesalahan padanya, sering tidak mendengar nasihatnya, bahkan membuatnya menangis dengan kata-kata yang pernah kuucapkan. Sebenarnya bukan kata-kata kasar yang ku ucapkan tapi lebih kepada “beda pendapat” yang mungkin tidak berkenaan dihatinya, sehingga membuat hatinya terluka dan meneteskan air mata. “Maafkan anakmu Ibu!”, aku sangat menyesal dan merasa berdosa kepadanya. Sungguh! Hal itu membuatku merasa seakan aku menganiaya hatinya. Oh ibu, “aku minta maaf!”. Seandainya waktu bisa di putar ulang, aku akan berusaha untuk melakukan segala hal yang bisa membuatnya ridha dan bahagia karenanya. Sayang,… keadaan itu tak akan dapat terulang lagi kini. Tak terasa sudah 7 tahun ini beliau tidak bersama kami. Kasih sayang, perhatian dan pengorbanannya akan tetap kami kenang sampai kapanpun, semua menyayangimu Bu, semoga Allah memberinya kehidupan yang tenang, damai dan nyaman di alam kuburnya. Masih terekam jelas dalam ingatanku, kejadian dibulan Oktober 2012 lalu. Saat itu  tanggal 11 Dzulhijah tepatnya hari sabtu. Hari itu takmir masjid Al Ikhlas, masjid yang terletak di depan rumahku melaksanakan penyembelihan hewan qurban, sejak pagi aku dan keluargaku ikut membantu menjadi panitia dalam kegiatan itu, sementara ibuku berada di rumah karena sedang  tidak enak badan.  Saat tiba adzan dzuhur aku pulang ke rumah untuk salat, ketika itu kulihat ibuku tidur di kamarnya. Jam 13.00 beliau masih tidur di kamar, aku membangunkannya untuk mengajaknya makan siang tapi ibuku tidak merespon. Beliau terlihat tidur sangat nyenyak sampai terdengar dengkuran halus dari mulutnya. Kubiarkan saja ibuku tidur dengan pulasnya, kupikir beliau  mungkin kecapaian. Saat itu adikku datang ke rumah, dia  menanyakan, “Ibu dimana?” , kujawab kalau sedang tidur di kamar. Kemudian dia masuk ke kamar untuk melihat ibu, tiba-tiba dari kamar dia berteriak “mbak .. mbak!, ibu kenapa?, kok dibangunkan diam saja!”. Matanya tetap terpejam dan masih mendengkur. Aku coba untuk membangunkannya dengan menepuk-nepuk tangannya, tapi tetap diam saja, akhirnya suasana jadi tegang, takut terjadi sesuatu dengan ibuku. “Ya Allah!, apa yang terjadi pada ibuku?”. Anggota keluargaku sepakat untuk membawa ibu ke RS.  Setiba di RS langsung diperiksa di UGD, dari pemeriksaan awal diketahui bahwa kondisi ibuku saat itu koma, “Ya Allah!, tolong selamatkan ibuku!”. Dari UGD, ibuku langsung dipindah ke ruang ICU, begitu masuk ICU langsung dipasang infus, rekam jantung, ventilator dan alat lainnya yang terhubung di badannya. Kata dokter yang memeriksa ibu, ibuku dalam keadaan koma, dokter hanya bisa meminta keluarga untuk ikhlas dan bersabar serta banyak berdo’a untuk kesembuhan ibu. Menurut dokter ibuku punya kemungkinan harapan hidup 70% : 30%. Jika kondisinya memburuk, beliau akan meninggal tapi jika membaik, kemungkinan nanti akan terjadi kelumpuhan pada sebagian syarafnya, Ya Robb, “Lindungi dan berilah kesembuhan pada ibuku!”, kami masih membutuhkan kasih sayang beliau”. Selama di ruang ICU ibuku tetap dalam kondisi tertidur. Saat menunggu kami  mengajaknya ngobrol dan mendengarkan murottal atau membacakan Al-Qur’an di sampingnya. Ketika aku mengaji di sampingnya aku melihat ada butiran air mata yang menetes di pelupuk matanya, berarti syaraf pendengarannya masih bisa merespon, ibuku bisa mendengar. Tak terasa air matakupun membasahi wajahku. Aku bisa merasakan betapa sakitnya ibuku saat itu, tak tega aku melihatnya dalam kondisi seperti itu. Lima hari berada di ICU ibuku bisa menggerakkan tangannya dan membuka matanya. Subhanallah!, dokter tidak menyangka jika kondisi ibuku bisa secepat itu membaik. Akhirnya ibuku bisa terjaga dari  komanya, Alhamdulillah!, setelah kondisi badannya mulai stabil ibuku dipindah ke ruang rawat inap, beliau di RS selama  10 hari. Seperti kata dokter yang merawat, jika nanti ibuku tersadar akan terjadi kelumpuhan pada sebagian syarafnya, benar saja… sepulang dari RS ibuku tidak bisa beraktifitas seperti sebelumnya. Beliau hanya bisa tidur, syaraf tubuhnya  bagian kiri menjadi lumpuh, untuk sekedar memiringkan tubuh pun tidak mampu, bahkan kata-kata yang bisa terucap dari mulutnya hanya sepatah kata : iya, tidak, apa…, ibuku mengalami stroke, kondisi yang sangat memprihatinkan. Sejak saat itu aktifitas ibu hanya bisa tidur di kamar, dan harus dibantu. Selama sakit tiap hari ada perawat yang datang ke rumah,  seminggu 2x ada fisiotrapis yang datang untuk melatih syarafnya agar tubuh tidak kaku, semua kami lakukan untuk kesembuhan ibu, setiap hari kami menjaganya secara bergantian. Ahad  pagi, 13 Mei 2013 Jam 6 pagi saat kubangunkan untuk minum, ibu terjaga. aku beri minum beberapa sendok teh, tapi saat kusuapi makan beliau menggeleng, mulutnya tidak mau dibuka, ya sudah kubiarkan saja ibu tidur lagi. Beberapa saat kemudian aku kembali melihat kondisi ibu. Saat kubangunkan ibu  diam saja, matanya terpejam, kucoba untuk menepuk tangannya tapi tidak ada reaksi, kupanggil suamiku untuk melihatnya, aku takut terjadi apa-apa dengan ibu. Akhirnya aku minta tolong tetanggaku yang seorang perawat untuk memeriksa ibu, tapi katanya “Ibu sudah tidak ada, Mbak!”, … deg! Innalillahi! “Ternyata Allah telah memanggilnya untuk kembali keharibaan-Nya. Beliau meninggal dengan tenang, tanpa seorangpun mengetahuinya.” Kalau memegang badannya yang masih hangat, beliau meninggal baru beberapa menit yang lalu”, kata tetanggaku. Setelah hampir delapan bulan ibuku mengalami stroke, Allah melepaskan-Nya dari sakit yang dideritanya, kami semua mengikhlaskannya, itu jalan terbaik yang dipilihkan untuknya, agar ibuku segera terlepas dari rasa sakit yang selama ini menderanya. Semoga ibu meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah, diampuni segala kesalahan dan dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan ditempatkan di tempat mulia di Surga-Nya Aamiin! Allah memberinya kesempatan umur sampai 63 tahun, seperti  Rasulullah Muhammad SAW ketika beliau meninggal, semoga ibuku menjadi pengikutnya yang setia dan kelak bisa mendapatkan syafaat baginda Rasul di hari akhir, Amiin. Kini hanya do’a yang setiap saat dapat kupanjatkan untuk ibuku di alam kuburnya.  Semoga Allah memberinya kenikmatan di alam kuburnya, jasa dan pengorbanan serta kasih sayang ibu tidak akan pernah kami lupakan, tak mungkin aku akan sanggup membalasnya. Semoga… setiap air mata yang jatuh dari matamu atas kepentinganku menjadi sungai untukmu di surga nanti, Amiin. Tak henti aku memohon dengan berdo’a kepadaNya agar di akhirat kelak kami  berkumpul bersama lagi merenda kasih sayang dalam menjalani kehidupan di alam keabadian, di tempat yang paling indah dan membahagiakan, di surga-Nya. Ibu… sampai kapanpun aku akan senantiasa menyayangi dan merindukanmu sebagai sosok wanita yang paling berarti dalam kehidupanku, terimakasih telah melahirkanku dari rahim sucimu, semoga aku bisa menjadi anakmu yang salihah, yang mampu memberimu aliran amal kebaikan yang tiada terputus untukmu, insha Allah Ya Allah! Semoga Engkau selalu melindungi dan menjaga ibuku disana…, berilah aku kesempatan untuk meneladani segala kebaikannya dan mewujudkan cita-citanya yang belum terlaksana, semoga engkau bahagia bersama-Nya, ibuku tersayang ….    

Pahlawan Keluarga

Oleh: Lestari

Ibuku adalah seorang bidan. Usianya saat ini 68 tahun. Di masa aku balita, ibu adalah satu-satunya bidan di desa tempatnya mengabdi. Jaman itu jaman di mana aspal menjadi barang mewah, bahkan ketika karena takdir, aku pun dimasa yang akan datang menjadi dokter satu-satunya ditempat yang sama dengan ibuku mengabdi, aspal masih tetap menjadi barang mewah walaupun sebagian jalan sudah mulai beraspal, tetapi karena memang kualitas tanahnya rawa, maka setiap sekian tahun, jalan akan kembali rusak parah.  Dan kami yang numpang mengabdi di situ akan merasakan ketemu lumpur, rawa dan becek lagi. Ketika aku duduk di sekolah dasar, ibu punya pasien begitu banyak, jaman dulu saat menolong persalinan belum wajib di fasilitas kesehatan, ibu bisa menolong dari rumah ke rumah. Ibu tentu saja menjadikan dukun kampung sebagai partner, dimana tugas dukun kampung hanya boleh memijat-mijat kaki, tangan dan meringankan keluhan tidak nyaman dari si pasien dan membantu hal hal yang masih dikomandoi oleh ibuku.   Ibu sangat suka bercocok tanam, dan herannya mudah sekali bunga tumbuh ketika di tanam oleh ibuku. Ibu tidak suka jika bunga yang ditanamnya diminta oleh orang lain. Kecuali orang tersebut adalah orang yang dianggap ibu berjasa atau dikenal sangat baik oleh beliau. Ada kejadian agak lucu tentang ini. Suatu hari bapakku (semoga Allah merahmatinya) yang saat itu masih hidup, didatangi oleh tamu tak dikenal yang meminta bunga. Bapakku yang memang tidak mengerti bunga memberikan dengan sukarela dan sebanyak yang dbutuhkan oleh orang yang meminta itu. Sepulang dari pasar, ibu akhirnya tahu  kalau bunganya sebagian ada yang hilang. Habislah satu harian itu kami semua dirumah termasuk bapak kena “semprot” soal bunga. Sekitar 3 SKS perkuliahan. Ibu ngomel-ngomel dan mewanti-wanti kalau ada yang mau minta bunga, harus lapor ibu dan ibu yang akan mengambilkan bunga tersebut secara hati-hati. Tidak boleh sembarang mengambil dan mematahkan. Fisik ibuku sangat kuat, jika begadang karena menolong persalinan, esok harinya ibu tampak biasa dan segar segar saja. Beda rasanya ketika aku yang tidak tidur malam, kepalaku senat senut dan bawaannya lapar serta lesu. Padahal ibuku saat segar bugar itu seumuran denganku sekarang. Ibu di masa jayanya pernah menolong persalinan di 30 rumah dalam 30 hari.  Aku di masa kecil sering diajak ibu memandikan bayi, pasien yang beliau tolong ke rumah-rumah, dan akupun dirumah beraksi memandikan boneka seperti ibuku memandikan bayi yang kami kunjungi. Habislah bonekaku basah karena terlalu sering dimandikan. Sebelum aku duduk di bangku kuliah, ibu nyaris tidak pernah terlihat menangis, yang pernah kulihat ibu menangis hanya saat beliau di tahun yang dijadwalkan , tetapi karena izin Allah, batal berangkat haji sehingga baru bisa berangkat tahun depannya lagi. Disitu aku melihat  ibu pertama kali menangis. Selanjutnya ibu menangis saat bapakku meninggal dunia, saat aku memasuki semester 2 kuliah di fakultas kedokteran. Ya, kami semua menangis kehilangan bapak, semoga Allah menempatkan beliau di tempat terbaik-Nya. Aamiin. Semasa aku kecil sampai usia SMA, lalu kuliah, ibuku adalah termasuk orang yang jarang marah, beliau termasuk orang yang sabar, dan penyayang. Ibu sangat royal terhadap anggota keluarganya. Ibu membantu biaya  perkuliahan adik-adik beliau yang berjumlah 6 orang. Ibu membantu kakek yang sebelumnya telah menyekolahkan semua anak-anak beliau secara mandiri. Semenjak ibu tamat sekolah bidan, ibu memutuskan gajinya untuk menyekolahkan adik-adiknya dan dari uang praktek sehari-hari ibu masih bisa membeli banyak hal termasuk memberi kami uang jajan. Sampai kakekku (semoga Allah merahmati beliau) menuliskan ibu dibuku hariannya dengan kalimat “Fauziah anakku Pahlawan Keluarga”. Selain itu sebelum bapak meninggal, bapak selalu membelanjakan gajinya untuk kebutuhan rumah tangga yg bersifat bulanan dan dalam jumlah banyak. Bapakku tipe orang yang sama seperti ibuku, senang membantu keluarga yang kesusahan, sehingga bapakku tak pernah keberatan mana kala ibuku membantu  biaya kuliah adik-adiknya. Setelah ibu pensiun, ibu banyak menghabiskan waktu mengurus tanaman kesayangannya. Saat memasuki menopause, beliau menjadi lebih sensitif, mudah sedih,  dan mudah marah. Pasien -pasien sudah tidak sebanyak dulu. Aku yakin, semua keramaian pasien di masa lalu, terkait dengan rezeki kami anak- anaknya melalui beliau. Karena selama aku kuliah, ibulah yang banyak berperan, karena bapak sudah berpulang ke Rahmatullah. Sehingga semenjak kami kerja, yang aku pikirkan, rezeki beliau yang sekarang memang untuk beliau, sudah tidak ada kewajiban bagi beliau untuk mengurusi kebutuhan kami lagi. Dalam pikiranku aku ingin di masa tua beliau, ibu bisa hidup tenang, menikmati gaji sendiri yg tiap bulan mengalir, dan sesekali mengobati pasien di klinik beliau. Ibu sempat membuka klinik bersalin di sebelah rumah, tapi karena aku mulai berkeluarga dan memiliki anak, ibuku mulai sibuk mengurusi cucu dan  mulai jarang menerima pasien bersalin. Kebetulan aku bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Jadi saat aku bekerja, anakku ku titipkan pada ibu. Awalnya ingin mencari pengasuh, hanya saja belum ketemu yang pas, dan ibu berkata biarlah ibu saja yang menjaga cucu ibu. Saat itu aku masih punya anak satu, lalu ketika sudah punya anak 2, Akhirnya aku berhasil menemukan pengasuh yang bisa menolongku dalam menjaga anak-anak dengan pengawasan ibuku. Setelah selesai menolong adik-adik beliau dalam biaya perkuliahan, ibu masih berlanjut membantu  keponakannya untuk kuliah. Awalnya aku tidak setuju, karena sebagian keponakan ibuku terkadang tingkahnya bermacam-macam, ada yang kurang mengerti etika, sehingga bikin aku merasa tidak pantas dia ditolong, tapi ada juga yang memang pantas untuk ditolong. Aku merasa awalnya seharusnya ibu bisa bersenang-senang dengan uang hasil gajinya semasa pensiun. Entah ibuku yang terlalu dermawan, atau aku yang terlalu pelit. Semasa ibu membantu ponakan-ponakannya itu, ibu banyak mengalami kekurangan keuangan, tapi beliau tampak santai-santai saja. Aku yang merasa belum membalas budi ibuku, mencoba berusaha tetap memberi beliau walau tak banyak, aku tau, apa yang aku lakukan tak akan pernah sebanding  dengan pengorbanan dan apa yang sudah dilakukan ibuku untuk membesarkanku.  Memang ibuku itu pahlawan tidak hanya bagi kakekku, tapi juga bagi kami semua. Akhirnya aku berpendapat dan bertekad, akan membiarkan ibuku membantu siapa saja yang ingin beliau  bantu. Menurutku, mungkin suatu ketika ibu bisa masuk surga, kedermawanannya itulah yang menghantarkan beliau ke surga Allah. Aamiin. Dan terimakasih ibu, karena sudah mengajarkan kepadaku bahwa keluarga itu nomor satu.  Sudah mengajarkanku bahwa sesama anggota keluarga harus saling mendukung dan melindungi. Sudah mengajarkan kalau keluarga itu harus saling menguatkan. Semoga Allah memurahkan rezeki ibuku. Dalam hati aku hanya bisa berdoa, ya Allah  sempatkanlah aku  berbakti kepada ibuku, dan jadikanlah aku salah satu pahlawan ibuku. Aamiin.  

Ibu dan Rahasia

Oleh: Siti Desy Aulia

Hujan sore ini begitu deras, tak ada yang berani menerobos hujan berangin sore ini, kecuali Tirta. Ia terus berlari dari sekolahnya, tanpa payung ataupun jas hujan, hanya tas dan sepatunya yang dimasukkan plastik besar. Baju dan separuh badannya berlumur lumpur yang memercik dari kakinya ketika ia berlari, menyusuri jalanan tak beraspal, tak peduli resikonya, Tirta tetap harus pulang cepat walau harus menerjang hujan. Dilihatnya ibunya sedang mengemas kue kedalam plastik mika. “Ibu lagi sibuk ya?”. Tanya Tirta pada ibunya yang tidak melihat kedatangannya. “Nggak kok, ibu cuma lagi bungkus kue buat dijual ke warung, kenapa?”, jawab ibu sambil menduga ada sesuatu yang akan dikatakan Tirta. “Aku bantu ya bu, sekalian mau cerita” Tirta mencomot satu kue untuk dimasukkan ke plastik mika. Ibu hanya mengangguk tanda setuju. “Mau cerita apa?” Tanya ibu memulai percakapan. “Tirta kan bentar lagi SMA bu, jadi banyak promosi dan beasiswa yang datang ke sekolah”, belum selesai Tirta bercerita ibu nya langsung merespon cerita nya, “Tapi kan syarat untuk beasiswa itu nilai kamu harus tinggi, lagi pula untuk sekolah mahal, beasiswa itu biasanya hanya setengah dari biaya”. “Iya bu, tapi ada satu sekolah yang mengadakan lomba berhadiah beasiswa 3 tahun full, Tirta izin daftar boleh bu?”. Melihat anaknya sangat antusias untuk mendapatkan beasiswa dari lomba itu, Ibu Tirta pun mengizinkannya. Tirta langsung memeluk ibunya sambil berterimakasih, ia sangat bahagia karena ibunya selalu mendukung apa yang dia lakukan, tak hanya itu, ibu juga yang selalu membantunya berdiri ketika dia jatuh dan kehilangan semangat. Tentang Ayah, Tirta tidak pernah kenal sosok itu, entah masih ada atau tiada. Ibu tak pernah cerita apa-apa, Tirta juga tidak sampai hati menanyakan hal ini kepada ibu. Setahunya, selama ini ibu lah yang susah payah membesarkannya sekaligus menggantikan sosok ayah. Bagi Tirta ibu adalah tulang pungung dan tulang rusuk yang menjadi satu, karena itulah ia tidak pernah ingin membuat hati sang ibu terluka. Keesokan harinya, Tirta pulang sekolah membawa dua lembar kertas formulir perlombaan serta data untuk mendapatkan beasiswa seandainya dia menang. Dia pun langsung menghampiri ibunya untuk minta tanda tangan. “Bu,Tirta mau minta tanda tangan sekalian minta bantu mengisi data”. Pinta Tirta, setelah membubuhkan tanda tangannya, ibu menanyakan tentang lomba itu, “Lombanya seperti apa ini nak?” “ Lomba bercerita dalam rangka hari ibu, jadi nanti aku baca puisi dan sedikit bercerita bu, waktunya 1 bulan lagi, ibu nanti hadir ya”. Kata Tirta sedikit menjelaskan. Mata Tirta terhenti pada kolom nama orang tua. Ia gugup untuk menanyakan ini, untuk kali ini ia terpaksa bertanya tentang ayahnya pada ibu, Ia pikir takkan apa-apa.  Tapi dugaan Tirta salah, mimik wajah ibu nampak berubah murung, “Kosongkan saja”. Jawab ibu dingin, “Tapi bu…” Tirta menahan bicaranya. Tanpa mengatakan apa-apa  lagi ibu langsung pergi ke kamar dan mengunci pintu. ibu tak kunjung keluar kamar, sudah berkali-kali Tirta mengetuk pintu untuk mengajaknya makan malam, tetap saja ibu tak mau keluar. Tidur Tirta tak tenang malam ini, ia terus saja memikirkan ibu yang marah padanya. Sampai pagi ibu masih marah, entah rahasia apa yang ibu sembunyikan. Tirta berangkat tanpa pamit karena takut ibu akan marah lagi, tak biasanya ibu seperti ini.   Sepulang sekolah ia kaget mendapati tetangganya tengah berkumpul di rumah, kakinya lemas, ia membatin hal buruk telah terjadi. “Ada apa bu?”  tanya Tirta pada bu Wati,tetangganya. “Ibu mu sakit le, tadi jatuh di kamar mandi. Kata mantri beliau sakit jantung”. Mendengar itu, Tirta menangis sambil berlari menuju kamar ibu. Sejak ibunya sakit, Tirta harus merawat ibunya sambil bekerja untuk kebutuhan hidupnya, serta biaya berobat ibu yang juga tak murah. Memang hal ini berat bagi remaja seumuran Tirta, dia kadang terpaksa bolos sekolah, bahkan menyiapkan bahan untuk perlombaan cerita pun dia tak sempat. Tapi mau bagaimana lagi, sejak kecil juga ibunya rela tidak tidur, bahkan tidak makan demi anaknya, bagi Tirta saat seperti inilah dia harus menunjukkan betapa besar juga cintanya kepada ibu. Waktu berjalan cepat, besok adalah waktu yang paling ditunggu Tirta untuk menunjukkan ceritanya di hadapan semua juri dan peserta lainnya, tapi ibunya tak juga sembuh dari sakitnya. Dan Tirta belum juga mempunyai bahan untuk penampilannya. Malam itu juga ia menulis apa saja yang dialami dan dirasakannya.   Hari pun berganti, tiba lah giliran Tirta untuk menampilkan karya terbaiknya. Sampai acara berakhir Tirta hanya duduk sendiri, tidak ada orang tua yang menemani layaknya peserta lainnya. Semua masih berkumpul disana sambil menunggu pengumuman. Juara pertama mendapatkan beasiswa full kategori puisi dan story telling jatuh kepada Tirta Buana Sadana’. Gemuruh tepuk tangan riuh setelah pengumuman tersebut dikumandangkan. Tirta menangis sekencang-kencangnya, ia ingin segera pulang untuk memberi tahu ibunya. Dia berharap dengan adanya berita bahagia ini ibunya bisa cepat sembuh. Dengan sumringah dia pulang membawa piala sambil berlari. Tapi dia kaget setengah mati, mengapa di depan rumahnya kembali banyak orang?. Tirta pingsan melihat bendera hijau bertuliskan lafadz dengan tulisan arab di depan rumahnya. Ia menangis sekencang-kencangnya. Ternyata ibunya telah tiada, dia merasa sangat terpukul setelah dihantam oleh kebahagiaan. Tak pernah ia membayangkan hidup tanpa sosok ibu secepat ini, tepat ketika hari ibu ia kehilangan sang ibu. Satu bulan telah berlalu, Tirta mulai terbiasa hidup tanpa ibu. Dia sudah belajar mandiri sejak almarhum ibunya masih ada. Tiba-tiba Bu Wati datang ke rumah bersama suaminya. Tirta tak tau apa yang akan dilakukan Bu Wati, tak biasanya datang ke rumah. Bu Wati menyerahkan sepucuk surat dari ibu Tirta, katanya sudah saatnya Tirta mengetahui hal ini. Dengan gugup dan tangan gemetar Tirta membaca pelan surat itu, kakinya lemas, kertas itu pun terlepas dari tangannya. Dia tak pernah mengira ibunya menyimpan rahasia sebesar itu. Ternyata ibu yang selama ini membesarkannya bukanlah ibu kandungnya. Ibu tak pernah menikah, sejak muda hidupnya  dihabiskan untuk merawat Tirta dan menyayangi sepenuhnya. Bu Wati bersama suaminya pun mengajak Tirta ke sebuah tempat, entah kemana tujuannya, tapi tetap dalam menjalankan amanah ibunya. “Itu ibu kandungmu nak” ucap Pak Seno suami Bu Wati. Tirta terdiam sejenak, kaget melihat kondisi ibu kandungnya. Tak ada hal apapun lagi yang bisa dia lakukan. Tirta berlari kearah sang ibu dan langsung memeluknya. Selama ini ternyata ibunya tinggal di rumah sakit jiwa. Dalam hati Tirta, meskipun tak pernah bertemu, ibu tetaplah ibu yang melahirkannya. Bagaimanapun keadaannya cintanya akan selalu sama kepada ibu, ibu mana pun itu.  

Sepiring Tempe Mendoan & Secangkir Kopi Cinta Ibu

oleh: Maya Suherlina

Ibuku bukanlah seorang master chef hebat dan bukan pula seorang ahli racik meracik ala juru masak handal seperti layaknya chef restaurant atau hotel bintang lima. Ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang suka memasak buat menu keluarganya dan ibuku pandai memasak bukan karena faktor keturunan dari generasi satu ke generasi berikutnya atau karena jari-jari ibuku yang gendut-gendut, tidak juga. Beredar mitos, katanya sih jika mempunya jari-jari gendut biasanya pintar memasak. Namun, beda dengan ibuku. Pintar memasak karena ibu ulet dan terampil memasak, terutama memasak seperti sayur mayur, goreng menggoreng dan membuat kopi. Dari sayur lodeh, sayur opor, sayur gudeg dan sayur lainnya. Paling tidak kalah diantara menu lainnya yaitu tempe mendoan, asli ini makanan terfavorit keluarga kami. Sungguh nikmat dan istimewa tempe mendoan ini dan kenikmatan rasa bukan karena tempenya terdapat taburan keju dan topping kekinian, namun rasa tempenya original tempe, rasa maknyus asli masakan dari olahan tangan sang ibu. Satu hal lagi, ibuku pandai memasak bukan karena ambil jurusan tata boga yang pandai menyajikan teknik makanan berkualitas bagus, mempunyai estetika makanan, rasa dan kebutuhan kalori gizi. Cara masak ala ibuku benar-benar dengan sentuhan racikan ramuan cinta dan bumbu-bumbu rempah kampung, bahkan ala kadarnya pun hasilnya super lezat. Selezat makanan terenak di dunia. Menurut versi anak pencinta masakan ibu. Nah, Kami ini tinggal disebuah desa yang jauh dari perkotaan, jauh dari hiruk pikuk kebisingan kendaraan, jauh dari heterogen perkotaan tepatnya tinggal di Kabupaten Banjarnegara. Sebuah kota kecil yang masuk tatanan daerah wilayah Provinsi Jawa Tengah. Desa kami beriklim sejuk, tidak panas, namun lebih cenderung ke hawa dingin karena lumayan dekat dengan pengunungan Dieng. Aura pedesaan kampung melekat kedamaian dan ramahnya warga terpancar kesopanan yang masih menjunjung nilai etika tinggi. Terasa adem ayem tenteram suasana dikampung kami. Dikejauhan terlihat perbukitan dan pegunungan, rindangnya pohon menjulang tinggi, gemercik air yang mengalir pada kolam ikan dan hamparan sawah padi luas menguning. Sungguh elok indahnya desa kami. Waktu menjelang subuh akan segera tiba, seperti biasa alarm biologi telah membangunkan keluarga kami, tanpa harus utak-atik setting jam alarm untuk bangun tidur. Reflex terbangun di jam-jam 04:00 WIB pagi hari. Keluarga kami di Kampung memang telah terbiasa bangun tidur menjelang waktu subuh. Sepulang dari Masjid setelah menunaikan ibadah salat subuh, ibuku selalu sibuk mengoprek-oprek dengan super keriwehannya di dapur untuk memasak tempe mendoan dan aku pun ikut membantu memasak dan meraciknya juga, terkadang sesekali berduet masak antara anak dan ibu, membayangkan bagaikan kolaborasi chef Marinka dan chef Renata he…he… Sepi dan masih gelap terlihat suasanya, jendela dibiarkannya terbuka lebar, agar udara segar masuk pada sela-sela jendela, aroma tanah dan daun tercium wangi menembus pagi menjelang. Kira-kira tahukah tempe mendoan? Nah, tempe mendoan terbuat dari kacang kedelai yang bentuknya tipis dibungkus dengan daun pisang. Lembaran tempe ini dicelupkan keadonan tepung terigu yang sudah diberikan bumbu racik dan daun bawang atau daun kucai hijau, kemudian tempe digoreng dengan keadaan mendo atau setengah matang dan tidak kering. Jadilah tempe mendoan, sederhana bukan untuk membuatnya? Tempe mendoan ini dijadikan sebagai suguhan pengganti sarapan pagi. Keluarga kami telah terbiasa pada pagi hari tidak sarapan pagi dengan menu berat seperti makan nasi atau bubur ayam dan bukan menu kebarat-baratan seperti ala hamburger dan roti keju, namun sarapan pagi diganti dengan menu tempe mendoan. Hampir tiap hari tempe mendoan jadi andalan menu utama. Hukumnya wajib tersedia tempe mendoan, jika satu hari tanpa tempe mendoan serasa ada yang kurang lengkap dan kurang sreg. Aiih…. sebegitukah sensasi rasanya. Dalam keadaan hangat tempe mendoan telah tersajikan di atas meja sawung dan aku  sendiri yang membawa sepiring numpuk besar tempe mendoan ke sawung, bahkan tumpukan tempe terlihat menggunung dan tak lupa lima cangkir kopi hitam yang dibawanya dari rumah, terkadang kopinya bisa lebih dari lima cangkir, tergantung ada tidaknya saudara atau kerabat yang datang ke rumah. Nah, posisi sawung kecil ini berada tepat posisinya ditengah-tengah kolam ikan. Benar-benar letak sawungnya sangat srategis buat berkumpul, berdiplomasi dan bersantai bersama keluarga. Sebagai perpaduan tempe mendoan, agar rasanya tajam lebih menggigit, maka ditambahkan dengan cabe rawit hijau atau lombok cengis, cabe yang dipetiknya langsung dari pohon cabe tepi kolam ikan. Cabenya benar-benar fresh, bentuk cabenya kecil memanjang, rasa pedesnya minta ampun deh. Rasa pedesnya bikin awet nggak ilang-ilang. Nampol banget pedesnya, huam….huam. Bahkan, aku sendiri terlalu nafsu makan, ibarat anak kecil sedang dalam fase pertumbuhan sedang maruk-maruknya makan, namun kini sudah kelewat masa pertumbuhannya. Tempe mendoan baru diangkat dari wajan di dapur sudah aku cicipin duluan yaitu sebelum tempe mendoan tersaji komplit di sawung. Tempe mendoan bentuknya masih kinyis-kinyis berminyak panas. Ibu kadang bilang “Makanlah nak, sepuasnya”, jadilah aku makan duluan dan terkadang adikku juga ikut-ikutan menyerbu tempe mendoan di dapur, nggak mau kalah juga sama kakaknya. Rame dan seru terkadang sampai-sampai berebut untuk mendapatkan tempe yang tidak terlalu panas dari wajan. Begitulah ceritanya. Ketika tersaji sepiring tempe mendoan dan secangkir kopi hitam pada satu meja di gubug sawung, kesempurnaan menu ini jadi perpaduan paling klop serasi, tidak ada duanya, nikmatnya bikin super duper ketagihan. Citra rasa ini hanya bisa dimiliki oleh sentuhan dari tangan-tangan terampil Ibu. Tidak didapatnya sentuhan citra rasa dari pasar atau penjual keliling gorengan. Tidak ada yang mengalahkan sensasi rasanya selain olahan dari ibuku sendiri. Banyak cerita terungkap tercurahkan ketika keluarga kami berkumpul di gubug sawung, sambil menikmati hangatnya tempe mendoan dan secangkir kopi hitam ditambah pula terdengar suara gemercik air yang mengalir pada kolam ikan, sesekali ikannya bergerombol menghampiri mendekat ke arah kami. Inilah moment paling kusukai saat bisa berkumpul bersama keluarga sambil menikmati tegukan-tegukan kopi hitam sruput…sruput…dan hangatnya tempe mendoan. Bahkan ketika mempunyai masalah, saling keterbukaan dan saling menguatkan untuk memberikan motivasi dan semua cerita tercurahkan disini. Andai ikan di kolam mengerti bahasa kami, mungkin akan merasakan apa yang dirasakan keluarga kami. Bahagia menikmati sajian dalam suasan kekeluargaan yang penuh kasih sayang. Tempat ini sebagai saksi bahwa keluarga kami penuh cinta. Oops, sepiring tempe mendoan selalu habis tanpa tersisa secuilpun lho, hanya masih tersisa cabe rawit di piring dan secangkir kopi hitam ikutan ludes habis juga. Malahan, jika secangkir kopi punya ibu tidak habis, pastinya aku duluan yang menghabiskan kopinya. Aku sendiri minum secangkir kopi item sampai ampas-ampasnya, bahkan aku aduk-aduk ampasnya dengan sendok kecil, menikmati tegukan sisa terakhir kopi pada cangkir, ternyata tidak kalah juga nikmatnya, asli pahit tapi nikmat. Ah… ibuku benar-benar paling jitu soal masak gorengan tempe mendoan, meskipun ibuku tidak pandai membuat roti kekinian, puding modern ataupun minuman dalgona coffee. Sungguh tak tergantikan rasa masakannya, walaupun cara masakanya sederhana dengan bumbu-bumbu rempah dan racikan cinta yang dibalut dengan kasih sayang. Teralir bukan sekedar rasa, it’s amazing. Kini, sejak adanya pandemi Covid-19 di negeri ini, sudah lama aku tak mudik pulang kampung dan tak bersua dengan keluarga. Aku merasakan kangen keluarga di kampung, kangen masakan ibu, kangen tempe mendoan & secangkir kopi item dan suasana alam kampung. Rasa rindu terdalam pada keluarga di kampung penuh aku rasakan, kangennya sampai keujung ubun-ubun, sampai ujung genteng. Mana kala terkadang aku tak sanggup menahan rindu, aku meneteskan air mata. Mentoknya jika rindu melanda, aku hanya video call agar mengobati semua beban rinduku. Satu hal lagi, jika aku kangen masakan ibu, aku memasak sendiri tempe mendoan dan meracik kopi item, meskipun hasilnya tak sama dengan masakan ibu, paling tidak sedikit menyerupai. Anggap saja rasanya sama persis, meskipun kadang goreng tempenya kebablasan kering, jadi bukan tempe mendoan lagi, tapi…tempe kering. Ibuku memang sosok sederhana, tidak pandai berdandan, tidak pula kemayu, tampil apa adanya dan ibuku termasuk sosok yang kuat dan tangguh. Ibuku bersifat lebih cenderung pendiam kalem. Namun, sekali marah ucapannya sangat dalam, mak jlep seperti busur panah menancap ke hati, dalam. Selama ini, aku tidak berani marah apalagi keras terhadap ibu, ibu yang selalu aku hormati dan selalu aku sayangi. Banyak jiwa pribadi ini telah terbentuk dari sosok hebat sang ibuku. Dialah orang pertama yang mendidik dalam hal kebaikan dan sebagai guru madrasah belajar untuk anak-anaknya. Aku telah berhutang akan jiwa raganya. Tidak pernah bisa kita balas sepanjang hayat kita walaupun dengan emas permata, semangkuk berlian cantik dan apapun itu, tak bisa tergantikan pastinya. Kini, aku terpisah oleh jarak kiloan meter, terpaut kota yang jauh dari kampung. Aku percaya cinta yang ibu berikan seperti energi teralir nyata, ada kekuatan dahsyat bersifat kekal. Bagaikan cintanya seluas samudra terhadap anak-anaknya. Ikhlas dan tulus tanpa meminta belas kasihan. Ternyata sungguh mulia seorang ibu dan mempunyai kedudukan tertinggi, dimana Allah telah mengajarkan kepada kita agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tua. Pernah suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, ia bertanya kepada Rasulullah saw,” Ya Rasulullah, siapa dari manusia yang paling berhak aku utamakan? Rasulullah saw bersabda “Ibumu”. Laki-laki tersebut bertanya kembali, kemudian siapa lagi? Rasulullah saw bersabda, “kemudian ibumu”. Laki-laki tersebut bertanya kembali, kemudian siapa lagi? Rasulullah bersabda, “kemudian ibumu”. “Kemudian siapa lagi?” Rasulullah bersabda, “kemudian ayahmu”. (HR Muslim ). Sekarang ini aku sedang menikmati menjadi sosok seorang ibu dari satu anak. Sadar sesadarnya menjadi seorang ibu, penuh pengorbanan segalanya. Aku berusaha menjadi smart mom untuk keluarga kecilku. Meskipun aku masih bekerja yang terkadang waktunya habis ketika pulang kantor sampai malam, setelah ada jam lembur atau sehabis pulang tugas dinas, namun aku harus bisa mengatur & memanage waktu sedemikian rupa, agar anakku bisa merasakan belehan kasih sayang dari ibu, termasuk harus siap membuat susu formula ke dalam dot ketika tengah malam. Meracik menu, agar menunya tidak monoton, diatur dan dimixing sedemikian rupa agar anak dan suami lahap makan dan tidak bosan-bosan. Aku ingin merasakan kesempurnaan sosok seorang ibu sebagaimana seperti ibuku, meskipun masih banyak kekurangan sana-sini, setidaknya telah berusaha memberikan terbaik buat keluarga, selain bahwa hidup berumah tangga adalah sebagian dari rangkaian ibadah. Sudah saatnya aku membuat dan meyajikan sepiring tempe mendoan dan secangkir kopi hitam, sebagai persembahan cinta dari seorang anak terhadap ibunya. Aku akan lebih belajar dan belajar memasak lagi, agar rasanya bisa sama, paling tidak tempe mendoannya tidak gosong atau terlalu kering, sehingga menjadi tempe mendoan. Lalu kuseduhkan kopi hitam pada secangkir kopi dengan penuh cinta. Berharap pandemic Covid-19 ini segera berakhir, agar aktivitas semuanya kembali normal seperti sedia kala. Aku bisa mudik kampung halaman tanpa syarat. Yang sekian purna bulan tak mudik kampung dan sekian rindu tak berjumpa. Ingin melihat senyuman terpancar dari sosok tangguh nan lembut, duhai Ibuku tercinta. Aku kangen… kangen sekali, aku ingin ngusel dipelukan ibu, merasakan sentuhan hangat pelukan erat. Teriring doa dari anakmu nan jauh. Salam rindu dan sun jauh. “I LOVE YOU IBU”.  

Hadiah Kecil untuk Mama

oleh: Julitha Aisyah

“Kebahagiaan adalah kesetiaan, setia atas indahnya merasa cukup, setia atas indahnya berbagi, setia atas indahnya ketulusan berbuat baik.” (Tere Liye)

Mentari bersinar di ufuk timur ditemani sang fajar yang mulai menyingsing. Terlihat asap mengepul, wangi masakan tercium, tanda bahwa sarapan pagi akan segera dihidangkan. Seorang gadis remaja berkolaborasi dengan seorang wanita paruh baya yang selalu menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga kecil di sebuah gubuk yang tak begitu besar, namun dapat menjadi tempat ternyaman untuk tinggal. Thalia itu namanya, seorang gadis remaja yang sedang mencari jati dirinya, selalu ingin mencoba hal baru, ingin menjadi seorang pribadi yang mandiri, rendah hati, tidak merepotkan orangtua dan bermanfaat bagi orang lain. Saat ini usianya semakin dewasa, namun menurutnya kebebasan tak ia rasakan seperti kawan-kawannya, rasa bergejolak ingin bergaul dan berteman dengan bebas, pergi dan melakukan apapun yang ia suka. Namun kenyataan tak seperti apa yang ia harapkan. Meskipun begitu ia tetap bersyukur, ia tetap menerima karena itu sudah menjadi jalan hidupnya. Terkadang timbul rasa iri sebagai seorang gadis remaja ketika ia melihat teman sebayanya yang bebas melakukan apapun yang ingin mereka lakukan dan mendapat kepercayaan penuh dari orangtuanya, sedangkan dia hanya bisa menjadi penonton. Pernah terfikir untuk lari dari kenyataan hidup yang ia jalani saat ini, namun kecintaannya dan rasa bakti pada ibunya menyurutkan keinginannya. Apapun yang dapat membahagiakan ibu dan ayah, akan ia lakukan walaupun terkadang sikap membantah dan tidak mau mendengarkan nasehat orangtua masih sering ia lakukan. Thalia seorang gadis remaja yang saat ini sudah menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Ia bertahan demi satu mimpi, mimpi yang entah datangnya darimana tapi dia yakin ingin mewujudkannya. Ia ingin membanggakan kedua orangtuanya, sebagai bentuk rasa cinta dan kasih sayangnya. Awalnya ini bukan bagian dari cita-citanya, tak ada niatan sedikit pun untuk mengambil jurusan itu, namun ia sadar bahwa untuk memberikan kebahagiaan untuk ibu dan ayah, bukan dengan melawan atau memaksakan kehendak, tapi dengan menuruti keinginannya walaupun bertentangan dengan apa yang ia inginkan. Selama keinginan orangtua untuk kebaikan dan masa depan yang baik pasti akan ia turuti. Semua itu ia lakukan sebagai bentuk rasa pengabdiannya, karena yang ia fikirkan saat itu adalah menghadiahi ibu dengan gelar yang ia peroleh nantinya. Sarjana itu tujuannya, walaupun pada jurusan yang tak dia minati, ia berusaha untuk menerima dengan baik pilihan yang sudah diputuskan oleh kedua orangtuanya, dan akhirnya ia pun menikmati. Bertemu teman baru, merangkai cerita baru, menjadi hiburan baginya. Menjadi bagian indah yang ia rangkai bersama teman-temannya. Semua ia jalani tanpa terasa, tanpa mengenal lelah demi sebuah cita-cita untuk memberikan hadiah kecil untuk mama. Waktu berlalu dengan begitu singkat, tak terasa 4 tahun telah ia lalui dengan cepat. Hal yang awalnya tak ia minati akhirnya ia jalani dengan penuh rasa tanggung jawab untuk menyelesaikannya. Banyak kisah yang ia lalui, cerita suka dan duka ia jalani. Mulai dari berselisih paham dengan ibu, berbeda pendapat dengan ayah, salah komunikasi dengan keduanya, sampai kurangnya komunikasi. Itulah perjalanan yang ia lewati selama ia menyelesaikan impiannya. “aku akan bahagia dengan caraku sendiri,” begitu ucapnya dalam hati. Tekad yang keras dan perjuangan untuk menyelesaikan kuliahnya semua ia lakukan untuk ibu. Walaupun pernah berselisih paham dan sempat kurang komunikasi dengan ayah, tapi tidak pernah menyurutkan keinginannya untuk tetap berbakti kepada keduanya. Tujuannya hanya satu membahagiakan orangtua dan keluarga. Mungkin tak seberapa tapi baginya itu sangat berharga. Semoga itu akan menjadi hal yang dapat di banggakan oleh orangtuanya, dan bisa menjadi hadiah kecil untuk mama. 23 Agustus 2018 acara wisuda digelar bersama malaikat cantiknya dan pria kecil yang menemaninya. Ketika namanya dipanggil dengan menyertakan gelar di belakang namanya, ia berjalan menuju podium menerima ijazah dan penghargaan, terbesit di dalam hatinya, “Ma, ini untukmu. Hadiah kecil dariku. Maaf, baru ini yang bisa kuberikan, walau tak seberapa tapi aku yakin engkau bangga kepadaku.” Tak terasa airmata pun menetes, teringat apa yang pernah ia lakukan kepada ibunya. Rasa bersalah teramat dalam ia rasakan. Ia pun tersadar akan satu hal, bahwa ia bukan lagi anak-anak. Dia sudah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa, dan semua yang dilakukan oleh ayah dan ibunya selama ini, sebagai bentuk rasa kasih sayang untuknya. Agar ia dapat menyelesaikan pendidikannya. Senyum manis terukir di wajah ibu, Thalia datang menghampirinya, mencium tangannya dan berucap “Terimakasih Ma, untuk bimbingannya selama ini. Aku takkan bisa berada pada titik ini tanpa doa dan dukungan Mama, maaf aku belum bisa jadi anak yang baik dan belum bisa berbakti kepada Mama,” dengan mengabadikan momen sebagai kenangan yang dapat di pandang. “Pak, maaf aku suka melawan, maaf aku pernah membantah dan tak mendengarkan Bapak. Terimakasih Pak, untuk doa dan dukungannya.” Begitu ucapnya dalam hati. Sebab ia tak berani untuk mengatakannya secara langsung, hanya dengan mencium tangan ayahnya, dan berterimakasih. Sebuah kesabaran akhirnya berbuah manis, rasa puas, bangga, bahagia bercampur menjadi satu, menjadi bagian dari cerita dalam mencapai tujuan. Tujuan yang berawal dari sebuah rasa terpaksa akhirnya berubah menadi rasa bangga. Semua jika hanya dipikirkan dan tidak dijalankan hanya akan menjadi angan-angan. Akhirnya kita tidak bisa langsung puas dengan pencapaian saat itu, karena kehidupan terus berjalan. Jadi cinta dan kasih sayang terhadap orangtuapun tak bisa cukup hanya sampai disitu bakti terhadap orangtua tak ada habisnya, terus berlanjut bahkan ketika mereka sudah tiada. Jika bukan kita yang menyayanginya lantas siapa lagi? Ingatlah pengorbanan ibu selama ini, bersyukurlah karena ibu dan ayah masih berada di sisi, masih bisa kita lihat dan kita pandang, masih bisa mengingatkan kita pada hal-hal kebaikan. Saat ini Thalia bukan lagi remaja, usianya semakin bertambah, ketika itu ia tersadar kepada tanggung jawab yang lebih besar sebagai wanita, ia harus pintar membagi waktunya, belajar menjadi wanita yang kuat, mandiri, sabar, selalu rendah hati, dan selalu bertanggung jawab terhadap apa yang ia kerjakan. Dan semua pelajaran kehidupan itu ia dapatkan seiring berjalannya waktu yang mendewasakannya. Semakin dewasa masalah demi masalah akan ia hadapi dan harus bisa ia sikapi dengan bijaksana. Ibu menjadi tutor senior yang selalu memberikan semangat dan dukungan, Ibu selalu menjadi tempat ternyamannya untuk berkeluh kesah. Ibu, adalah malaikat tak bersayap yang dikirim Tuhan kepada setiap anak. Ibu telah rela bertaruh nyawa ketika melahirkan kita. Ibu mengorbankan seluruh jiwa dan raganya, untuk kebahagiaan kita, Ibu rela kelelahan dengan menahan matanya untuk menemani kita di malam hari, Ibu rela menahan lapar demi untuk memberikan ASI sebagai makanan pokok kita, bahkan Ibu rela membasuh kotoran kita setiap saat. Ibu rela mengorbankan waktu istirahatnya hanya demi kita anak-anaknya. Ibu adalah wanita yang penuh kasih sayang, perhatian dan pengertian. Ibu adalah wanita yang selalu siap menumpahkan seluruh cinta dan kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Hanya ibu yang selalu mencintai anak-anaknya tanpa pamrih. Namun, apakah kita sebagai anak sudah berbakti kepadanya? Apakah kita sudah memberinya kebahagiaan? Apakah kita mampu  menuruti semua keinginannya? Cinta ibu yang tak pernah terukur, tak pernah lekang oleh waktu, takkan mampu kita balas. Hanya yang dapat kita lakukan adalah berusaha untuk tidak menyakitinya, berbakti kepadanya dan selalu menjaganya dalam keadaan apapun.  

Kado Terindah

oleh: Corrie Kusdiana

Hoooaam! Ahh.., sambil duduk dibibir tempat tidur, kuangkat kedua tangan ku di atas kepala sambil melekatkan seluruh jari jari  kedua tanganku menghadap ke atas, lalu aku   berdiri kuputarkan putarkan badan ku kekiri dan kekanan hingga bunyi krek..krek, hoo..aamm! uuh! nguap lagi,  entah yang keberapa kali aku menguap, rasa ngantuk menyerangku dari tadi, tapi mata ini susah sekali berkompromi untuk dipejamkan. “Huuh panas banget sih hari ini”, ku sambar  buku yang ada diatas meja belajarku kupakai mengipas ngipas untuk mengusir rasa gerah. Sambil terus mengipas-ngipaskan buku, ku buka pintu kamar dan melangkah mendekati kaca gorden ruang tamu yang berjarak sekitar 3 meteran dari kamarku, kusingkap tirainya, menatap keluar, ternyata mentari masih menyorot dengan tajam. Mentari diluar memang masih sangat terik,   menyengat  rasanya seperti membakar seluruh kulit tubuhku. Keringat tak hentinya mengucur didahiku, bahkan bajuku serasa bayah kuyup semua, meskipun bajuku sudah diganti. Ku tutup lagi tirainya dan aku berbalik melangkah menuju ke ruang tamu.“Ah Mungkin rebahan  disofa itu enak kayanya” bisik hatiku, sambil aku berjalan mendekati sofa  warna abu abu yang ada di ruang tamu. Begitu sampai ditempat sofa, “Blug” aku menjatuhkan diri ke sofa, dan benar ternyata disini terasa lebih nyaman udaranya dibanding di kamarku. Kuambil komik yang ada dimeja, kubuka halaman demi halaman, udara panas seperti ini aku malas baca, jadi hanya kulihat gambar gambarnya saja sambil rebahan di sofa, akhirnya aku  merasakan   mata mulai  berat. Disaat aku merasakan mulai ngantuk, tiba tiba aku mendengar suara langkah mendekati teras rumahku. “Siapa ya kira-kira panas-panas gini mau bertamu”. Ku intip lewat celah buku yang kupegang, bayangan besar tertangkap lewat tirai seperti siluet, dalam keadaan setengah ngantuk aku perhatikan bayangan besar itu makin mendekati pintu. “tok..tok” terdengar pintu diketuk, “Assalamualaikum”, dia mengucapkan salam. Aku kaget, kulemparkan komik digenggamanku, langsung aku bergegas menuju pintu, karena suara itu sangat ku kenal, ya itu suara ibuku. “Waalaikumsalam”, jawabku sambil membukakan pintu untuk ibu.“ Eh Ibu, dari mana Bu?”, Lho kok itu besar banget apaan tu Bu?”, sambil terus  aku memeriksa bawaan ibu. “Pantesan kok tadi kelihatanya ada orang besar  banget Bu”, “ternyata ibu bawa ini?”,  lalu mataku tertuju pada apa yang  dilselendangkan di pangkal tangan kiri ibu, tanganku menyentuhnya, tiba tiba banyak tanya dikepalaku, “Hah, Jangan jangan?”, “Apakah itu memang buat aku ya”, dan masih banyak tanya dikepalaku. “Dewi tolong, ibu mau lewat,  ini berat  mana panas lagi”. Suara ibu menyadarkanku. “Oh iya..ya Bu maaf”, aku menepi sedikit memberi jalan untuk ibu.  Ibu jalan masuk menuju  keruang keluarga,  aku ikutin terus, ketika ibu sudah duduk di kursi ruang keluarga, aku masih penasaran dan tanya lagi, “ Bu itu apaan sih, itu buat Dewi ya ?”, sambil menunjuk ke kursi, dimana ibu meletakan bawaannya. “Ibu mau sholat ashar dulu ya, ibu belum sholat”,  ibu berdiri dan melangkah menuju ke belakang untuk ambil wudhu. Ibu belum menjawab pertanyaan ku,  rasa penasaranku makin betambah. Tiba tiba aku diberondong pertanyaan adik adiku. Yang muncul tiba tiba dibelakangku. “Eh itu apa kak?”, “buat siapa kak? “, tiba tiba Ade, Adi, Dede adiku ada di situ, “ Ih ngapain sih jadi rame gini, sana sana”. “Ga mau ah, sebelum tahu Ibu  bawa apa itu” “Itu Ibu yang beli ya kak, ibunya mana kak”, tanya Ade penasaran. “Sama kakak juga penasaran, tapi kayanya itu buat kakak deh” Kataku godain mereka. “uuhhh kakak geer”, serempak jawabnya, dengan mimik lucunya. “Ibu lagi salat dulu, tunggu aja, paling bentar lagi  juga selesai”,  jawabku. “Anak anak sudah pada sholat belum?”, tiba tiba terdengar suara ibu bertanya pada kami, ternyata ibu sudah selesai sholatnya. “ Sudah Bu”, serentak kami menjawab. “Bu, sebenarnya ibu beli itu buat siapa sih Bu “, “ Apa bener itu buat kak Dewi Bu “. Tanya Dede sudah gak sabar. “ Sini …sini, kalian penasaran ya ibu beli ini untuk siapa” kata ibu sambil membentangkan kedua tangannya, sebagai isyarat  pada kami untuk mendekat pada ibu. “ Ade, Adi, Dede, ayo kasih ucapan selamat sama kak Dewi”. “Emang kak Dewi menang lomba apa Bu”,  jawab Ade mewakili Adi, Dede, termasuk Aku yg masih penasaran. “ Benar,  ini Ibu beli buat  Dewi, karena  Dewi kan besok ulang tahun, masa kalian lupa”.jelas ibu. “enggaklah Bu, tapi kan besok kak Dewi ulang tahunnya”  jawab Dede. “iya bu kan besok” , timpal Ade, dan Adi, membenarkan kata Dede. “ ya..kan tidak apa apa juga mengucapkan dari sekarang” . Jawaban ibu. “ Dewi ”, lembut suara ibu, “masih ingatkan,  kamu pernah bilang kalau ulang tahun kamu yg ke tujuh belas, tidak usah dirayakan ?”. “Iya Bu Dewi ingat pernah bilang seperti itu”, tentu saja aku masih ingat, karena aku tidak terlalu suka kalau hari ulang tahunku yang ketujuh belas dirayakan. Menurut aku sih kaya anak kecil. “ Ayo dong bu buka kado ulang tahunnya”, Ade, Adi, dan Dede saling menimpali. “ Ayo, kita buka sama sama, sepertinya kalian sudah gak sabar ya” “ Ya bu, yuu kita buka bareng bareng, Ayo kak Dewi juga”, “ Ayolah, lets go! “, sebenarnya aku juga penasaran, walau sudah bisa menebak sepertinya. Adik-adiku berebut mendekat kado di atas kursi. Adi pegang atasnya, Ade pegang bawahnya, Dede pegang kepala retsletingnya, aku senyum senyum sambil lihat tingkah mereka yg lucu. “ Ayo kak, kakak yang hitung ya sampai tiga ya”. Pinta Dede. “Iya, siap siap ya, satu..dua..tiga”. sret..sret suara retsleting tas kulitnya dibuka  pada hitunga ketiga. “Wah, kakak dapat kadonya gitar kak, hore! selamat ulang tahun ya kak” kata adik adikku, bergantian  menyalamiku sebagai tanda mengucapkan selamat ulang tahun. “wow, makasih ya bu gitarnya, Dewi seneng banget punya gitar sendiri”, senangnya dapat hadiah gitar, karena aku sedang senang senangnya belajar bermain gitar, dan sekarang aku punya gitar sendiri, biasanya aku pakai gitar sepupuku yang jago main gitar, juga pengajar aku bermain gitar. Rasa senang, gembira, bangga, terharu, pokoknya campur aduk semua rasa jadi satu saat itu. Terharu karena, perjuangan ibu dalam membahagiakan anak-anaknya, waktu itu ibu tidak tahu gitar yang baik itu seperti apa, beliau mendatangi toko alat music, menanyakan kriteria gitar yang bagus,  didemokan cara menyetel senar, ditunjukan nada nada petikan gitar yang benar. Membawanya sendiri dan berpanas panas di terik matahari. “Selamat ulang tahun  Dewi, semoga jadi anak yang sholehah, berbakti, dan jadi anak yang pintar”,  ibu memeluk dan menciumku, kulihat ada yang menggenang dipelupuk matanya. “Iya bu makasih ya doa-doanya, makasih juga kadonya  bu, maaf bila selama ini Dewi pernah berbuat salah sama Ibu ya”, ku peluk ibu erat erat, ibu yang selama ini baik, perhatian, walaupun beliau sibuk. Bahagia banget dapat hadiah gitar, karena aku sedang senang senangnya belajar bermain gitar, dan sekarang aku punya gitar sendiri, biasanya aku pakai gitar sepupuku yang jago main gitar, selalu mengajari aku bermain gitar. Setiap kenangan  itu hadir di hatiku, selalu membuat aku bahagia, terharu, bahkan senyum senyum mengingat itu semua, kenangan terindah dan paling berkesan dalam hidupku, walau kejadiannya sudah bertahun tahun. Masih jelas gambaran pengorbanan beliau,  bagaimana ibu berpanas panas, keringat menetes didahinya, menggendong tas gitar dipundaknya, demi kebahagiaan anaknya. Makanya hingga saat ini  gitar itu tetap kusimpan, walau tidak pernah aku mainkan lagi. Tapi kini keadaan ibu kontras, aku merasa sedih kalau melihat kondisi ibu yang dulu aktif, sekarang sudah sepuh,  beberapa tahun terakhir ini harus berbaring di tempat tidur atau di kursi roda, karena gangguan dilutut yang membuatnya kesulitan untuk berjalan. Karena aku bekerja sempat mempercayakan kepada oranglain untuk menjaga beliau, tapi tetap saja hati ini tidak tenang, ditempat kerja selalu ingat keadaan ibu dirumah, bagaimana bila ingin ke kamar mandi, bagaimana bila mau sholat. Apalagi kalau beliau lagi sakit. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya aku memutuskan untuk resign dari pekerjaan yang telah dijalani bertahun tahun, untuk fokus menjaga Ibu. Karena aku yakin keputusanku untuk resign tidak akan sia sia, atau mungkinkah ini kado terindah dari aku untuk ibu. Semoga beliau selalu sehat, tetap semangat. I love you Mom.  

Surga di Telapak Kaki Ibu

oleh: Vanti Riwu Ratu

Penaku tersendat. Kala ingin menuliskanmu, aku merasa tak sanggup melukis megahmu. Air mataku mendahului imajinasi. Rasanya tak mampu menggoreskan indahmu. Rasanya tak ada habisnya ketika aku berucap kata ibu dan bercerita tentang ibu. Rasanya tak ada habisnya ketika aku bercerita tentang pengorbananmu ibu. Wanita yang dekat denganku, bahkan ketika aku belum hadir ke dunia ini, ketika aku berada dalam rahimmu, tendanganku yang keras sama sekali tak mengusikmu. Rasa ngantuk dan lelah yang menyerangmu tak lagi dihiraukan. Ibu terus menguap hingga tanpa sadar mata terpejam. Ketika sedang pulas-pulasnya ibu tertidur, aku yang masih sangat mungil mulai menangis. Ibu tersentak dan mau tak mau harus bangun dari mimpi indahnya. Air susu ibu membendung tangis bayi. Ibu adalah wanita yang selalu menunggu kehadiranku ke dalam dunia ini, dengan lengkung indah dibibirnya walau nyawa taruhannya, wanita yang menjadi panutanku, wanita yang menjadi inspirasiku. Ibu bagaikan malaikat yang di kirim Tuhan untukku, surga ada di telapak kakimu ibu. Keelokan yang sempurna serta kasih sayang yang sejati. Ibu adalah bidadari yang berselendang. Ibu adalah wanita hebat yang berjuang tiada tara. Ketika ku tak bisa berjalan dan berbicara, orang pertama yang menemaniku adalah ibu. Ibu telah menghiasi kehidupanku di dunia yang fana ini. Jasamu teramat besar untukku. Ibu adalah wanita yang selalu siaga tatkala perutku terasa lapar dan haus. Ku tak bisa ungkapkan rasa syukur dan terimakasih atas setiap peluk ciummu. Betapa ku menghargai apa yang ibu berikan. Tangan kecil ibu mengantarku di gerbang cahaya. Ibu adalah orang yang terukir dalam tinta sejarah. Ibu adalah wanita yang ada disetiap malamku serta selalu mendoakan malamku. Setapak ilmu yang ibu suguhkan menjadi pedoman dalam hidupku. Cintamu untukku yang membuatku berani melangkah. Ibu adalah malaikat penyembuh luka dalam kepedihan serta penghapus dahaga akan kasih sayang. Ibu selalu menuntunku dijalan yang berliku yang penuh bebatuan dan debu. Dalam senyuman engkau sembunyikan letihmu. Cacian dan makian tak pernah lepas darimu. Bukan segunung emas dan berlian yang menjadi harapanmu. Tapi keinginan dari hati untuk membahagiakan anakmu. Ibu bagaikan sutra yang lembut memperlakukanku. Ibu bagaikan bintang yang memperindah sebuah gelapku, mempercantik sebuah malamku, menenangkan hatiku dan memperbaiki hidupku. Di penghujung malam hanya satu yang kupinta dan kuingat, Tuhan panjangkanlah umur ibuku dan izinkanlah aku membahagiakannya dengan kesuksesanku. Ibu. Denganmu aku bersahaja melewati hari yang suram. Dikala ku menderita hanya ibu saja yang menguatkan. Dikala aku terjatuh hanya ibu yang membangkitkan. Tidak ada sutra yang terlalu lembut seperti belalaian seorang ibu. Tidak ada tempat yang paling nyaman selain pangkuan ibu. Dengan apa mesti kubalas air susumu ibu? Tangisku tangismu juga. Tawaku tawamu juga. Sejuta terimakasih takkan pernah sempurna. Namun, aku hanya bisa bersajak indah menulis namamu. Senyummu adalah harapan. Langkah kakimu adalah impian. Sinar matamu adalah masa depan. Air matamu adalah pemberontakan. Beribu bimbingan dengan penuh kasih tulus untuk cahaya masa depan. Jasamu tak terhingga. Ada seteguk puisi untuk dahagamu ibu. Kesabaranmu dalam mendidik membuatku terharu. Ibu adalah wanita yang kucintai. Keringat dan air matamu sudah cukup menorehkan prasasti-prasasti indah didalam hidupku. Menggenapi di setiap celah ruang dan waktu. Setitik peluhmu menandakan sebuah perjuangan yang sangat besar. Ibu rutinitas pagimu harus serba hemat. Matahari dan hujan tak dapat mengalahkanmu. Kasih sayangmu tak pernah pudar dan terkikis oleh waktu.  Cinta itu ada pada air susu yang kuhisap kala ku sebagai makhluk bayi. Cinta itu pada bubur yang hangat setiap pagi. Cinta itu pada gandengan tangan dan pelukanmu. Ibu, memelukmu adalah kenyamananku. Melukis senyummu adalah keinginanku. Mencintaimu sudah tentu kewajibanku. Ibu adalah wanita tangguh. Ibu tak peduli petir menyambar. Ibu tetap berjalan dengan sabar. Di dalam sunyi suaramu menggelegar. Di langit luas sana suaramu menggetar. Itulah suara doamu ibu. Ibu adalah dokter terhebat yang tak pernah istirahat di kala ku sakit. Kadang perjalanan meletihkan dan melelahkanmu ibu. Ibu bijaksanamu membangkitkanku. Menjagaku di saat ku kehilangan arah. Kasihmu selalu menataku, mengarungiku waktu demi waktu. Ibu selalu mengembalikanku menuju kebenaran. Saat ku menangis, ibu menghapus air mataku. Ibu adalah sinar rindu yang takkan terganti. Kata-katamu menggema di telingaku. Ibu adalah sosok sahabat yang paling mengerti. Tempatku berkeluh kesah, mencurahkan isi hati. Perempuan yang menangguhkan segalanya. Ibu menengadah pinta indah. Ibu adalah inspirasiku. Ibu bagaikan lautan samudera. Disudut matamu tersimpan derita yang begitu mendalam. Ibu cintamu tak pernah berujung.  Ibu membalut luka dan ketakutanku menjadi kebahagiaan. Ibulah muara kasih terindah. Ibu adalah wanita yang menetaskan banyak darah untuk hidupku. Ibu adalah bidadari dalam duniaku. Cinta ibu membuat diriku perkasa. Senyummu menghilangkan bebanku. Ibu bagaikan embun di pagi hari yang selalu menyejukkan jiwa. Walau panas menerpa dan perih mendera, ibu selalu tabah. Untaian suara lembutmu terngiang-ngiang di udara pikiranku. Di setiap hembusan nafasmu, namaku selalu kau sebut. Ibu  adalah pandu penunjuk jalan yang lurus karena hati dan cintanya yang tulus.  You are the most special and important woman in my life, now and forever. Sebelum kami berangkat mengayun langkah, ibu selalu membuka lahan-lahan kehidupan dengan doanya. Ibu adalah seorang wanita yang tidak pernah mengeluh, yang tak peduli di pelipisnya ada berjuta peluh. Ibu, gerimis bertaut membasahi tubuhmu. Walau petang sudah menjelang tapi semangatmu tetap pagi. Biarlah kuucapkan kaulah bidadari dunia. Ibu seorang yang penyabar. Dengan cinta kau berikan petuahmu. Diatas langit yang tak terbatas, kau topangkan kasihmu. Aku tidak pernah melihat ada sesuatu yang sekuat dirimu, aku tidak pernah melihat siapapun setegar dirimu, aku ingin suatu hari aku menjadi seperti dirimu. Selamat menjadi ibu terhebat dalam hidupku, I love you mother. Dunia dan kehidupan berubah dari hari ke hari, tahun ke tahun, tetapi cinta dan ingatanmu, tidak akan pernah berlalu. Kasih ibu tiada taranya, kasih ibu tiada tandingnya, kasih ibu sepanjang masa, kasih ibu membawaku ke surga. Ibu tak bisa romantis seperti pacar, tapi ibu selalu berusaha melakukan yang terbaik meski tanpa menggumpar kata-kata yang indah di telinga. Bila malam sepi seperti ini, rinduku pada ibu mengusik jiwa. Seandainya, kita tidak dibatasi oleh jarak dan cita-cita. Mungkin  ibu adalah orang pertama yang menyeka air mataku saat ini. Aku terhanyut dalam gelisah dan ditelan oleh rasa bersalah. Hati ibu adalah telaga firdaus untukku mengadu. Rambutmu mulai dihiasi warna putih, kulitmu mulai dihiasi kerutan, tapi semua telah ibu jalankan tanpa ada kepenatan. Terimakasih untuk kehidupan indah  yang telah kau warnai dengan pelangi ibu, terimakasih telah menorehkan tinta didalam kehidupanku. Kau selalu mencoba terlihat tegar dan tanpa beban ketika berada di depanku, meskipun sebenarnya banyak masalah yang sedang membebani pikiranmu. Tapi kau selalu bilang baik-baik saja. Wajahmu yang cantik tak mampu melawan kerutan waktu. Rambutmu yang hitam mulai pudar terkena kilatan waktu. Pandanganmu semakin kabur karena sapuan debu waktu. Terkadang ibu bisa menjadi harimau yang mampu mengeluarkan taringnya agar tidak ada yang bisa menggangguku. Terimakasih karena selalu ada disaat aku gundah dan mengalami kesulitan. Kehadiranmu menjadi obat yang sangat manjur bagiku. Tak seorang pun di dunia ini yang dapat mencintai, mendorong, merawat, dan mendukung seperti yang ibu lakukan.  I feel so blessed to have so many great things in my life and the best among them is you. Ibu adalah wanita yang bisa menggantikan posisi orang lain tapi orang lain tidak bisa mengganti posisi ibu. Cinta ibu tidak mengenal hukum, rasa kasihan, berani pada semua hal dan menghancurkan apapun yang menghalangi jalannya. Ibu adalah guru terhebat, seorang guru pengasih, penuh cinta dan tanpa rasa takut. Jika cinta itu manis seperti bunga, maka ibuku adalah cinta dari kembang yang manis itu. Ibu, aku mencintaimu bagaikan pepohonan mencintai air dan sinar matahari. Ibu membuat aku tumbuh, makmur serta mencapai tingkat tertinggi. Pohon memerlukan air serta sinar matahari untuk hidup. Ibu adalah matahari dihariku, angin dilangitku, ombak dilautanku, dan dentuman dihatiku. Ibu, terimakasih atas setiap air susu yang mengalir dalam darahku. Tanpa ibu, aku tak akan pernah mampu menghirup udara kehidupan, berteman dengan alam, serta mengarungi nafas dunia. Ibu izinkan aku memeluk hatimu, agar aku merasakan apa yang engkau rasakan dari sakit yang tak menangis. Hal sederhana tapi bermakna, saat ibu bilang “Beribadah itu tidak perlu menunggu susah atau gembira datang.” Ibu pecahkan kegelisahan yang tetap membuatku jatuh. Cintamu abadi di dalam sanubari tak habis di telan waktu. Ibu, maafkan aku, anakmu yang selalu meninggalkan titik hitam di hati putihmu. Ibu adalah wanita yang pintar, baik, ramah, cantik, dan sopan. Ibu, kokoh rahangmu menopang saratnya beban persoalan. Tapi kau tetap bertahan dan berusaha tulang-tulang renta dan menjalin kulit-kulit keriput serta menjemput asa yang telah kusut bersama waktu. Thanks for making our home the happiest place in  the world. I love you to the moon and back. Happy Mother’s Day.  

Perempuan Panutan

oleh: Nur Siti Budiati

  Lembayung senja di ufuk barat mulai beranjak. Terganti jelaga hitam terhampar di atas langit tiada taburan kerlip bintang. Rumah besar itu tampak lengang. Suara riuh gelak tawa anak-anak bercengkerama tak lagi terdengar. Bu Wi duduk termenung di ruang keluarga. Sisa kecantikannya masih terlihat walau keriput mulai tampak karena termakan usia. Dalam memorinya mencuat suatu ingatan ketika sepasang anak manusia mengikat janji suci. Memantapkan diri menjalani kehidupan sehidup semati. Sakinah mawadah wa rahmah tujuan yang dinanti. Dia bergelar sebagai seorang istri. Kehidupan bersama sang suami dia lakoni. Setelah dua tahun menjalani hidup bersama, lahirlah seorang bayi perempuan sebagai pelanjut generasi. Selang tiga tahun kemudian lahirlah anak kedua, seorang bayi perempuan. Tiga tahun berikutnya lahir anak ketiga, bayi perempuan juga. Sembilan tahun setelahnya seorang bayi laki-laki dilahirkan. Empat anak yang masih kecil-kecil dengan jarak yang begitu dekat tentulah bukan hal yang mudah dalam perawatan dan pengasuhan mereka. Begitu juga halnya dengan Bu Wi yang berprofesi ganda. Di samping sebagai ibu rumah tangga, Bu Wi juga berprofesi sebagai guru yang berkewajiban mendidik di sekolah. Suaminya, Pak Adi juga berprofesi sebagai guru. Keseharian perempuan bersahaja ini dibantu sang suami dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Sekalipun kerepotan sering kali  melandanya, Bu Wi tidak pernah mengeluh. Pekerjaan rumah beres, pekerjaan di sekolah beres, dan anak-anaknya pun terawat dengan baik. Dalam mendidik anak-anaknya, Bu Wi  menekankan untuk selalu melibatkan Allah SWT di segala hal, disiplin, dan selalu memberi contoh yang baik di setiap ucapan atau pun tindakan. Alhasil ke empat anaknya tidak pernah bermasalah dalam menjalani masa-masa pertumbuhannya. Masa anak-anak, remaja, bahkan hingga dewasa mereka lalui dengan indahnya. Kala pagi menjelang sehabis salat Subuh Bu Wi beraktivitas di dapur, memasak untuk sarapan. Sementara Pak Adi dan anak lelakinya membersihkan kandang ayam sembari memberi makan ayam dan burung piaraannya. Ketiga anak perempuannya ada yang menyapu, mencuci, dan ada yang membantu Bu Wi memasak. Setelah selasai sarapan bersama selanjutnya Bu Wi dan keluarganya menekuni aktivitas masing-masing. Bu Wi dan Pak Adi berangkat mengajar, anak-anaknya berangkat ke sekolah masing-masing. Mereka berkumpul kembali di rumah pada waktu sore hari. Seusai makan malam sampailah saatnya bersantai sejenak di ruang keluarga sambil menonton acara televisi. Biasanya anak-anak Bu Wi memijit ibu dan bapaknya sebagai bentuk keakraban dan bakti anak kepada orang tuanya. Keterbatasan materi tidak menjadikan Bu Wi berhenti dalam mencukupi kebutuhan pendidikan keempat anaknya. Bu Wi menyekolahkan keempat anaknya sampai perguruan tinggi. Bukan hal yang mudah mengusahakan biaya sampai mereka lulus kuliah. Bu Wi menasehati anak-anaknya, “Ibu dan bapak tidak mempunyai banyak harta untuk diwariskan ke kalian. Warisan berharga ibu bapak adalah ilmu. Belajarlah yang rajin, raihlah cita-citamu agar kamu dapat mewujudkan keinginanmu.”  Berkat didikan dan nasehat Bu Wi keempat anaknya berhasil menyandang gelar sarjana. Ketiga anak perempuannya berprofesi sebagai guru dan anak lelakinya berprofesi sebagai seorang psikolog. Seiring berjalannya waktu Bu Wi dan Pak Adi pensiun sebagai guru. Keempat anak Bu Wi pun sudah mandiri. Satu per satu mereka meninggalkan rumah untuk berdikari bersama keluarga kecil masing_masing. Mereka tidak lagi serumah dengan Bu Wi. Ada keinginan anak-anaknya mengajak Bu Wi dan Pak Adi tinggal bersama mereka. Namun Bu Wi selalu menolak dengan alasan  masih bisa mengurus dirinya sendiri dan tidak mau merepotkan anak-anaknya. Ketika suaminya dipanggil sang Khaliq Bu Wi pun tetap bersikukuh tinggal di rumahnya sendiri.  Bu Wi merupakan sosok orang tua yang selalu menekankan bahwa melibatkan sang pencipta dalam segala hal akan mempermudah kehidupan kita, Berilmu adalah sarana untuk menggapai kebahagiaan dunia akhirat. Menolong sesama dan menebarkan manfaat bagi orang lain, serta tidak merepotkan orang lain dalam mengurus dirinya sendiri merupakan wejangan dan contoh nyata dari sosok Bu Wi. Sosok yang patut diteladani.    

Surat Cinta untuk Ibu

oleh: Setiawan Shaputra

  Aku membuka laptop dari lemariku. Tanganku dengan lincah menari-nari di atas laptop itu, merangkai kata-kata. Padahal aku bukan seorang pujangga. Tak perlu menjadi seorang pujangga. Hanya karena cinta, kata-kata indah akan tercipta dengan sendirinya. Meskipun kata-kata cinta untuk ibu tidak seindah kata-kata cinta Raditya Dika dan tak seindah syair-syair Chairil anwar. Aku yakin, Ibu bisa merasakan betapa aku sangat mencintainya. Aku sangat ingin sekali bisa membahagiakan Ibu, ketika melihat perjuanganmu sampai detik ini betapa bangganya aku mempunyai sosok Ibu sepertimu. Bahkan terbayang dalam pikiranku untuk bisa membalas semua perjuanganmu. Sampai detik ini aku belum bisa kasih apa apa kepadamu. Hanya cinta yang kuberikan kepadamu. Suatu saat nanti aku akan bisa menjadi anak yang membanggakanmu dengan prestasi dan kesuksesanku. Aku akan terus berjuang untuk bisa membanggakanmu. Salah satunya jadi apa yang Ibu inginkan yaitu menjadi anak yang bermanfaat untuk semua orang! Aku selalu teringat ketika tampil di acara kegiatan meet & greet organisasi kampus, saat itu aku diundang untuk menhadiri acara tersebut. Aku tampil sebagai salah satu guest star di acara tersebut yaitu Stand Up Comedy. Meskipun kedua orang tuaku tidak bisa menemaniku langsung disana, aku selalu bersemangat. Ketika itu aku menapakkan kakiku diatas panggung dengan perasaan gelisah, dikarenakan kurang adanya persiapan untuk materi yang akan kusampaikan hehe. Alhamdulillah berjalan dengan lancer dan berhasil memberikan tawa buat audience. Perasaan senang datang ketika aku bisa membuat senyum, tertawa bahagia banyak orang. Setelah itu, saya mengirimkan video pada saat tampil kepada orang tuaku. Melihat hal itu, kedua orang tuaku sangat bangga dan senang melihat anaknya bisa bermanfaat untuk banyak orang bahkan bisa membuat bahagia semua orang di acara tersebut. Malam itu salah satu hari bahagia buatku dan kedua orang tuaku, karena itu adalah momen yang indah tak bisa terlupakan bisa membuat bahagia banyak orang. Ibuku bertanya kepadaku “ Bagaimana bisa kamu Stand Up Comedy dan membuat bahagia tertawa banyak orang?”. “ Aku selalu belajar dan suka tantangan atau hal baru, jadi dengan mencoba pasti akan tau bisa atau tidak kita menampilkannya diatas panggung. Aku tidak mempermasalhkan soal hasil, tapi proses. Dan aku selalu teringat pesan Ibu jadilah orang yang bisa bermanfaat untuk banyak orang.” Jawabku. Sosok Ibuku yang pekerja keras itulah yang membuat aku termotivasi untuk selalu belajar darinya. Tanpanya aku bukanlah siapa-siapa. Ibu yang telah mengandungku, merawatku, memberikan asi untukku, hingga sampai titik saat ini. Aku sangat bangga kepadamu. Kecintaanku padamu melebihi aku cinta pada diriku sendiri. Aku banyak sekali belajar darinya, salah satunya adalah tentang kehidupan. Ibuku berkata “ Hidup itu keras jika kamu tidak siap maka kamu akan kalah dengan semuanya”. Dari kata-kata itu aku belajar menyerap semuanya untuk selalu bersyukur atas nikmat sehat,rezeki,dan masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk hidup. Kita tidak tau kapan akan mati bisa jadi besok.hari ini, atau detik ini juga akan mati. Sekali lagi jangan lupa untuk selalu bersyukur atas apa yang berikan oleh Tuhan di dunia ini. Aku berjanji suatu saat nanti bisa menaikkan haji kedua orang tuaku Amiin. Ini adalah salah satu cita-citaku. Semoga kalian semua terinspirasi dan selalu termotivasi untuk bisa membanggakan kedua orang tua selagi mereka masih hidup. Pesan saya jangan pernah berhenti untuk belajar, teruslah berusaha untuk mencapai apa yang kalian cita-citakan dan membuat kedua orang tua senang dengan prestasi kita. “ Jalani Sebaik Kau Bisa”    

Kasih Mama Sepanjang Jalan

oleh: Ni Wayan Sudina Oportuna

  Sosok seorang ibu sangat berperan penting dalam kehidupan. Berkat ibulah kita bisa hadir didunia menjadi sosok pribadi yang kuat saat ini. Ibu adalah orang yang pertama kali kita lihat saat kita hadir di dunia ini. Begitu besar pengorbanan seorang ibu kepada anak-anaknya, mulai dari anak itu masih berupa janin hingga menyerupai manusia dalam kandungan. Sungguh menderitanya seorang ibu saat mengandung selama Sembilan bulan lamanya, karena terbebani sosok yang menyerupai manusia dirahimnya namun karena keiklasan dan ketulusan hati seorang ibu mengubah beban yang begitu berat menjadi seringan kapas. Ibu tidak pernah mengeluh atas beban yang dipikulnya. Suatu senja aku melihat sosok wanita paruh baya, kusut, rambut beruban sedikit acak-acakan. Wanita itu duduk dibawah angkul-angkul sebuah rumah yang megah. Kudekati wanita itu sambal bertanya “Ibu mengapa melamun?”, apa yang sedang ibu pikirkan?  Sambil tersenyum, ibu itu memandang kearahku. Dari senyuman yang dilontarkaan kulihat sorot matanya tidak mencerminkan keceriaan. Seolah ada beban yang tersimpan dihatinya yang paling dalam. Kukeluarkan satu gelas air aqua dari dalam tasku kuberikan pada ibu itu. Terimakasih nak, jawab ibu itu lirih. Sama-sama bu jawabku. Aku menyempatkan diri duduk sebentar disamping ibu itu. tak berselang lama datanglah tiga gadis kecil yang cantik-cantik dan manis-manis. Umur mereka kira-kira 3 tahun, 2 tahun dan paling kecil 1 tahun. Mereka ternyata cucu-cucu dari ibu itu. Mereka berlari-lari datang mendekati ibu itu. Si ibu lalu memeluk dan mencium cucu-cucunya satu persatu dengan penuh kasih sayang. Ketiga cucunya yang cantik-cantik itu lalu menarik tangan si nenek dengan berkata lirih, “Nenek susu.” Pinta mereka. Ternyata mereka bertiga kehausan dan minta nenek membuatkan susu. Dengan kondisi tenaga yang kelihatan letih dan lesu, nenek itu sambil tersenyum beranjak dari tempat duduk menuju dapur. Tak lama kemudian tangan si nenek sudah ada 3 gelas susu. Kemudian ke 3 gelas susu tersebut di berikan kepada ke 3 cucunya. Begitu susu habis, terdengarlah suara lembut memanggil ke 3 gadis kecil yang manis dan manja itu, yang tiada lain adalah ibu dari anak-anak tersebut. Ketiga anak tersebut masuk kedalam ruang yang megah itu. Kesempatan akulah berbincang-bincang sedikit dengan ibu itu. Aku memulai pembicaraan. “Bu, betapa bahagianya rasanya lihat cucu-cucunya ya bu”. Dengan berurai air mata, ibu itu menjawab “merekalah penyemangat hidupku nak. Betapa pun beratnya beban hati ibu namun melihat mereka seolah-olah beban lenyap seketika walaupun hanya sekejap”. Aku kaget dan penuh tanda tanya, “kok?, biasanya orang seumuran ibu sudah tenang, tak ada beban, tinggal bahagia sama anak dan cucu-cucu. Tiba-tiba gelap karena lampu mati, ehh ternyata sudah menjelang malam, pembicaraan pun terhenti, akupun pamit pulang sama ibu itu sampai besok ya bu. Aku pun pulang dan ibu pun beranjak dari tempat duduknya masuk ke dalam rumah. Sampai di rumah aku masuk terbayang-bayang dengan wajah ibu tadi. Andaikan ibuku masih ada akan kusayangi beliau dengan segenap hati, tak kan kubiarkan ibu ku menanggung beban apalagi seberat beban ibu (nenek) tadi. Sayangnya sejak umur 5 tahun ibuku sudah meninggalkanku. Tak berselang lama ayah juga menyusul ibu, terus terang aku merindukan sosok ibu. Aku hidup sebatang kara, yang kemudian di pungut oleh ibu panti. Kini aku sudah mandiri dan sudah punya kerjaan. Aku tidak mengerti mengapa wajah ibu itu masih terbayang-bayang di mataku. Aku ada dorongan kuat untuk menemui ibu itu lagi, karna sudah larut malam tak terasa mata pun mengantuk. Aku pun beranjak menuju kamar. Keesokan harinya sepulang kerja aku berharap bisa bertemu ibu itu lagi karena tempat kerja aku melewati rumah megah itu. Rumah yang ditempati ibu bersama anak, menantu dan cucu-cucunya. Harapan aku bertemu si ibu terkabulkan. Wajah ibu itu bukan kusut lagi, bukan kusam lagi malah bersinar mencerminkan kebahagiaan. Siibu tersenyum padaku, akupun menhentikan langkahku. Ibu menyuruh aku mampir. Dan akupun mengiyakannya. Begitu aku masuk kedalam rumah suasana ramai penuh kegembiraan. Ada apa pikirku. Ternyata anak-anaknya berkumpul membuat surprise untuk ibunya. Didalam rumah ku lihat hiasan lampu kelap kelip, hiasan bunga yang meriah dan di dinding ada hiasan balon yang bertuliskan “Happy birthday ke 70 mama”. Musik pun bersenandung lagu : apa yang kuberikan untuk mama, untuk mama tersayang tak kumiliki sesuatu berharga untuk mama tercinta hanya ini kunyanyikan senandung dari hatiku hanya ini kunyanyikan lagu cintaku untuk mama. tak terasa air mata ku pun menetes penuh haru dan rindu. Aku peluk si ibu dan kuucapkan selamat ulang tahun mama. ku kecup pipi ibu itu kanan kiri. Anak-anak mereka yang secara bergiliran memberikan kado dan terus memeluk serta mencium sang ibu. Sang ibu kelihatan berlinang air mata karena terharu dan juga karna kebahagiaan. Apa yang membuat kebahagiaan ibu, rupanya kerinduan sang ibu melihat anak-anak mereka berkumpul, rukun, saling menyayangi. Persaudaraan mereka begitu kuat. Aku juga ikut bahagia dan bangga melihat kerukunan mereka. Semua saling membantu, saling melengkapi. Karena hari sudah mulai malam, aku pun pamit pulang. Dalam hati aku selalu merenungkan betapa bahagia hati kita jika kita bisa membuat mama selalu bahagia. Kasih mama tiada duanya, seorang ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ibu selalu memberi nasehat untuk anaknya apapun nasehat ibu, pasti untuk kebaikan anaknya. Seorang ibu selalu berkorban demi anaknya tanpa menuntut balas. Cinta kasih yang tulus tergambar dari kasih sayang ibu. Wanita yang memiliki jiwa yang besar sejak kita dalam kandungan hingga kita tumbuh besar bahkan sampai akhir hayat ibu akan terus mendampingi kita. Kasih sayangnya tak kan pernah lekang oleh waktu, mengalir terus tanpa harapan balas jasa. Meskipun sadar dan tidak sadar kita sering menyakitinya, ucapan kasar, sinis, bahkan hingga cacian mungkin pernah kita lakukan. Tapi kata maaf darinya tak pernah lepas untuk kita. Ibu adalah wanita yang tegar, kuat dan rela menerima keadaan kita seburuk apapun dan seperti apapun keadaan kita. Jadi apa yang sudah kita lakukan untuk beliau segeralah ungkapkan rasa cintamu kepada wanita tua itu sebelum terlambat. Jangan pernah merasa malu untuk mengatakan cinta dan sayang kepada beliau walaupun kita belum bisa membahagiakannya dengan materi setidaknya tunjukkan dengan kata-kata manis dan indah yang penuh kasih sayang. Seorang anak sudah sepantasnya membahagiakan hati seorang ibu meskipun kita tidak bisa membalas jasa beliau sepenuhnya hanya doa yang bisa kita panjatkan untuk ibu kita semoga selalu sehat, panjang umur dan bahagia.  

Kilas Balik

oleh: Hanundita Salma

  Seorang gadis yang sedang beranjak dewasa ini membutuhkan bimbinganmu! Bukan amarahmu!,” begitu kataku dalam heningnya hati.  Rasanya, seperti tidak punya hak untuk beropini. Aku yang semakin dewasa ini, kebingungan, tak tau cara apa lagi yang bisa membuat hati ibuku seakan-akan luluh. Meskipun sudah mencoba, belum ada hasil yang berbuah manis. Sangat disayangkan, aku terkadang enggan untuk mendengar ocehannya walau hanya sejenak. Apalagi,  menerima nasihatnya, merupakan suatu hal yang sulit  untuk diresapi. Diriku yang terkesan egois ini, sebetulnya punya makna. Takdir apa yang  sedang menimpa, hanya Tuhan yang tau. Mungkin, ini bagian awal dari proses. Menjadi dewasa bukanlah soal usia saja, tetapi ada hal yang lebih penting dari itu. Yakni, seberapa mahir seseorang dalam menyikapi permasalahan yang ada di depannya. Karena di dunia ini tidak ada manusia yang terlahir sama, semua punya potensi berbeda. Mungkin dari sudut pandang, cara berbicara, perilaku, sampai pada aksi terkecil sekalipun. Saat merasa sendiri, tak banyak yang bisa dilakukan selain merenung. Entah itu berkhayal tentang masa depan, atau berpikir bagaimana cara bertumbuh dan berkembang di zaman yang semakin semrawut ini.  Sampai akan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu dibayangkan. Begitu kehidupanku mulai dibebaskan, timbul perasaan senang dan bimbang. Senang karena tidak dikekang, dan bimbang karena tidak diarahkan. Terjebak oleh kecemasan begitu mendalam, membuat aku seolah bertingkah kejauhan. Hanya tangan-Nya yang terasa dekat kala itu. Alhasil, setelah melewati masa yang cukup gelap, aku berhasil untuk bangkit lagi, menerjang kemungkinan peristiwa tempo mendatang. Tak banyak berharap, hanya meminta untuk dikuatkan, setiap menjalani hari-hari yang disuguhkan. Karena dengan itulah semua tindakan terasa mudah.  Meski amarah sering menyulut pada ibuku yang sudah tidak belia, tetap saja, ketakutan menyelimuti jiwa raga ini. Sikap acuhpun menjadi sampul atas kegelisahan yang menyergap dihati. Banyak impian yang ingin dicapai dalam waktu dekat. Baik asa untuk diri sendiri, orang lain, tak lupa orangtua yang sudah mendidik dengan penuh perjuangan. Sambil berdoa agar anaknya bisa beradaptasi disegala kondisi dan sukses hingga nanti. Syukur kupanjatkan, karena masih memiliki orangtua lengkap yang siap mengajari dengan penuh kasih sayang. Ketika memberitahu tentang mimpi terpendam seraya percaya diri, aku berkata dengan bangga tanpa memikirkan risiko kedepannya. Hingga, suatu saat pernyataan mengejutkan mengubah setiap kebiasaan. Seluruhnya bertolak belakang. Dari yang sekadar bermimpi, jadi bertanggung jawab di atas janji. Ingin rasanya bermanfaat bagi setiap insan, agar diri ini punya makna tersendiri. Bukan sekadar bergantung, dan tidak menghasilkan. Justru menjadi pribadi otentik. Walau terjebak oleh masa lalu, yang mana dampaknya baru terasa sekarang, tidak menghilangkan tekadku untuk berjaya serta berbakti terhadap orang tua.    

Sosok Ibu Ideal Dambaan Keluarga

oleh: Immanuel Yosua Tjiptosoewarno

  Sebagai anak tentu kita merindukan sosok ibu yang ideal yang menjadi dambaan sekaligus kebanggaan keluarga. Dalam pengalaman hidup kita masing-masing, sosok seorang ibu merupakan sosok yang tidak akan pernah kita lupakan. Dasyatnya kasih sayang dan juga pengorbanan yang telah diberikan membuat kita senantias melekat dengannya. Bagi mayoritas kita, ibu merupakan sosok yang ideal dan menjadi cermin dalam kehidupan kita. Terlepas kelemahan yang dimilikinya, bagi kita sosok ibu kita merupakan pribadi yang luar biasa. Terinspirasi dari hal tersebut, terutama sosok ibu saya, Dwi Tjahja Rudatin Garit (70 Tahun) dan juga berbagai literatur ataupun testimoni terkait dengan sosok ibu yang ideal, saya merumuskan secara sederhana sosok ibu ideal yang menjadi dambaan setiap keluarga. Dari perenungan  dan kesimpulan dari berbagai bahan yang pernah saya pelajari, setidaknya terdapat 5 ciri dasar dari sosok ibu yang didambakan oleh keluarga. Kelima hal yang merupakan perpaduan dari berbagai aspek tersebut adalah: kasih sayang yang tulus, rela berkorban, bertanggung jawab, teladan kehidupan dan pendoa sejati.  
Kasih Sayang yang Tulus
Tak mudah untuk menggambarkan  dalamnya kasih sayang seorang. Namun tentu kita mengenal syair lagu “Kasih Ibu” yang sering kita nyanyikan ketika anak-anak.  “Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali, bagai Sang Surya menyinari dunia”. Dalam lagu ini di lukiskan kasih ibu bagaikan matahari yang rajin memancarkan sinarnya secara rutin. Sebagai pribadi yang tinggal di daerah tropis seperti Indonesia, kita bersyukur dapat menikmati matahari secara rutin. Melalui sinar dan panas yang diberikannya, matahari memberikan berbagai manfaat bagi kelangsungan hidup kita dari waktu ke waktu. Hal ini sebagaimana kasih sayang yang diberikan ibu kepada kita. Kasih tanpa pamrih diberikan seorang ibu sejak kita dalam kandungan. Rata-rata 9 bulan 10 hari kita dijaga dengan penuh kasih sayang dalam kandungan ibu. Di masa tersebut ibu kita berusaha membuat nyaman kita sebagai janin. Tak jarang ibu  kita harus menikmati ketidak nyamanan demi kenyamanan kita. Dalam kehidupan kita selanjutnya, sejak kanak-kanak hingga kita dewasa, seorang ibu yang memiliki “hati ibu” pasti tetap menyayangi kita sebagai anaknya, dengan segala ketulusan yang ia miliki. Bukan hanya kita, anak dan seluruh keluarga besar kita yang lain juga menjadi obyek dari kasih sayang tersebut.  
Rela Berkorban
“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintangan, untuk aku anakmu, ibuku sayang masih terus berjalan walau tapak kaki penuh darah penuh nanah”  syair pembuka lagu berjudul “Ibu” yang dinyanyikan Iwan Fals ini melukiskan bagaimana perjuangan seorang ibu dalam mengasuh dan membesarkan putra-putrinya. Ketika kita menyimak bagian syair ini, kita akan dibawa pada kenangan bagaimana kegigihan perjuangan ibu kita dalam menjaga keselamatan dan memastikan kehidupan kita berjalan dengan baik. Salah satu bukti nyata dari tingginya semangat rela berkorban dari seorang ibu adalah ketika ia dengan segala kekuatan bahkan dengan pertaruhan nyawanya sendiri, berusaha melahirkan bayinya dengan selamat. Hampir semua ibu termasuk ibu kita, ketika harus memilih nyawanya atau nyawa bayi yang akan dilahirkannya, ia memilih  untuk mengorbankan nyawanya demi keselamatan anak yang akan dilahirkannya. Semangat rela berkorban tersebut akan terus mewarnai sikap dan tindakan ibu kepada putra putrinya, selagi ia masih hidup. Bahkan tak jarang kita mendengar seorang ibu menyatakan kepada anaknya yang menderita, “Ibu tidak kuat melihat penderitaanmu. Seandainya bisa, kamu akan tak telan kembali ke dalam perutku dan tak akan aku lahirkan jika kamu menderita seperti ini.” Untaian kata ini terkesan berlebihan, namun itulah  semangat rela berkorban seorang ibu. Tanpa adanya semangat ini, seorang itu tidak akan menjadi seorang ibu yang ideal sebagaimana didambakan oleh keluarga.  
Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab dalam menjalan tugas dan kewajibannya, baik berkaitan dengan anak, suami, pekerjaan rumah tangga maupun kekaryaaan yang harus dilakukan merupakan ciri dasar ketiga dari sosok ibu yang ideal dambaan setiap keluarga. Kasih sayang yang tulus dan semangat rela berkorban menghasilkan sikap bertanggung jawab yang dimiliki oleh seorang ibu. Dalam beragam peran yang dimilikinya, seorang ibu yang bertanggung jawab, akan berusaha menjalankan beragam tugas yang dimilikinya. Dengan kerja keras yang dilakukannya, seorang ibu yang ideal, akan berusaha menyelesaikan tugas rumah tangga, kekaryaan dan tugas lain yang terkesan menumpuk. Perubahan jaman dan tantangan kehidupan membuat sebagian ibu bukan hanya bertugas “mengurus rumah dan anak” namun juga harus bekerja dan melakukan aktivitas sosial lainnya di luar rumah. Dalam kondisi demikian, sikap bertanggung jawab dalam segala hal yang dikerjakan menjadi sesuatu yang harus dimiliki oleh sosok ibu yang ideal. Tanpa adanya hal ini, seorang ibu tidak akan menjadi sosok ibu yang ideal.  
Keteladanan
Sebagai cermin bagi putra-putrinya, sosok seorang ibu yang ideal dan menjadi kebanggaan keluarga adalah keteladanan. Sebagai pribadi yang menjadi pilar utama dalam pendidikan putra-putrinya, seorang ibu harus mampu menjadi teladan dan panutan baik dalam perkataan, sikap maupun perbuatan yang dilakukannya. Keteladanan hidup sehari-hari memiliki peran yang lebih signifikan sebagai materi pembelajaran bagi putra-putri mereka dibandingkan dengan pengajaran ataupun perintah atau larangan yang diberikan. Dalam tahap awal pendidikan anak, terutama di masa balita, apa yang dilihat, didengar dan dirasakan jauh lebih efektif mempengaruhi jiwa mereka dibandingkan apa yang diajarkan kepada mereka. Keteladanan ini kelak akan menjadi prinsip dan bekal hidup yang akan mewarnai kehidupan kita di kemudian hari. Bagi saya, semangat ibu untuk berbagi dan berusaha mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya menjadi salah satu hal yang senantiasa mendorong saya untuk berusaha berbagi dan juga mengoptimalkan pendidikan bagi keluarga. Keteladanan inilah yang menjadi warisan hebat dalam kehidupan kita masing-masing hingga saat ini.  
Pendoa Sejati
Sebagai pribadi religius (beragama) tentu kehidupan spiritual tak lepas dari kehidupan kita. Dalam keragaman keyakinan (religius) yang kita miliki, doa merupakan bagian terpenting dalam kehidupan religius kita. Selain mengajarkan doa kepada putra-putrinya, seorang ibu yang ideal akan senantiasa menjadi pendoa bagi putra-putrinya. Tak hanya di masa kecil ketika masih bersama, ketika dewasapun. Seorang ibu tak pernah lepas mendoakan putra putrinya. Diakui atau  tidak, doa ibu merupakan kekuatan terbaik dalam menjalani kehidupan yang berliku. Kasih sayang yang tulus yang disertai semangat rela berkorban dan kepasrahan kepada Tuhan menjadi energi bagi kita dalam menjalani kehidupan kita. Kehadiran pertolongan Tuhan dalam kehidupan kita merupakan jawaban dari doa yang dipanjatkan oleh ibu kita kepada Tuhan. Sebagai manusia yang penuh dengan kelemahan, disadari atau tidak, perubahan dunia yang terjadi membuat kita makin hari makin perlu bekerja keras untuk dapat menikmati kehidupan dengan baik. Di saat seperti ini kita membutuhkan kekuatan Tuhan yang maha dasyat. Ketekunan ibu dalam mendoakan kita adalah salah satu bentuk upaya untuk menghadirkan karya dasyat tersebut. Bagi seorang ibu, menjadi pendoa bagi putra-putrinya merupakan salah satu bentuk kasih sayang dan semangat rela berkorban juga tanggung jawab. Di tengah keterbatasan yang ia miliki, seorang ibu menyerahkan semua kepada Tuhan agar karya perlindungan dan penyertaan-Nya senantiasa mendampingi putra-putri yang mereka kasihi, kapanpun dan di manapun. Ketekunan sebagai pendoa bagi putra-putrinya mutlak hukumnya bagi sosok seorang ibu ideal.  
“Syukur Atas Kehadiranmu, Ya Bu”
Terlepas dari kelemahan yang dimiliki oleh ibu kita, kelima ciri dasar di atas telah Tuhan hadirkan dalam sosok ibu kita masing-masing. Kasih sayang, pengorbanan, tanggung jawab dan tanggung jawab yang disertai dengan doa secara tulus menjadi kehadiran sosok ibu sangat luar biasa bagi kita. Tak ada yang dapat kita ucapkan selain syukur atas kehadiran Sang Ibu dalam kehidupan kita. “terima kasih atas kehadiranmu dalam kehidupan kami, ya bu.”    
Alegori Cinta

oleh: Firmina Angela Nai

 
  1. A. PENGANTAR
  2. Di Doa Ibuku Namaku Disebut

    …………….

    Di sore hari nan sepi…ibuku bertelut

    Sujud berdoa ku dengar, namaku disebut

    Sekarang dia telah pergi, ke rumah yang tenang

    Namun kasihnya padaku. Selalu ku kenang

    Terlintas gambar ibuku, sewaktu bertelut

    Kembali sayup kudengar

    Namaku disebut.

  di atas merupakan lirik lagu yang berjudul “Didoa Ibuku Namaku Disebut”. Lagu ini tergolong nyanyian rohani Kristiani yang dirilis pada tahun 1995 dan diciptakan oleh Peter P.Bilhom pada 1890-1900 dengan judul asli “My Mothers Prayer”. Ayahnya meninggal ketika Peter berusia 3 tahun dan sedang terjadi perang saudara di Amerika. Umur 8 tahun, Peter harus keluar dari sekolah agar dapat membantu ibunya mencari nafkah. Umur 15 tahun mereka pindah ke Chicago dan bersama adik laki-lakinya, mereka bekerja sebagai pendorong gerobak. Setiap pulang kerja, Peter selalu mendapati ibunya sedang berdoa. Suatu ketika Peter menguping doa ibunya sembari berurai air mata itu, ibunya selalu menyebut nama Peter…”Tuhan lindungi Peter dalam bekerja, lindungi Peter dalam perjalanan pulang, jagalah Peter dalam perjalanan”, dan lain-lain. Kisah inspiratif ini dikutip dari Laman gemasatria.blogspot.com, Gema Satria adzerbaidjan, diposting pada 21 Desember 2008 (Diunduh 30 September 2020). Berdasarkan tahun penciptaannya maka lagu ini sudah berusia sangat tua, namun tetap memiliki kekuatan sampai hari ini oleh karena kata-kata yang terkandung di dalamnya. Kata yang dimaksudkan di sini adalah nama anak yang selalu disebutkan dalam doa seorang ibu. Apakah ini sebuah kewajiban seorang ibu? Bisa ya, bisa juga tidak. Apakah semua ibu melakukan hal tersebut? Bisa ya, bisa juga tidak. Apakah para ayah sering melakukan hal tersebut? Bisa ya, bisa juga tidak. Namun yang pasti, meski tidak setiap hari, banyak orang tua, ayah dan ibu, dari setiap agama, suku, ataupun golongan, telah melakukan hal di atas yakni menyebut nama anaknya ketika berdoa. Sebab, secara umum, tidak satupun ibu atau ayah di kolong langit ini, yang mengharapkan anaknya menemui kegagalan, mengalami kecelakaan, dan lain-lain. Saya sengaja mengawali tulisan ini yang diberi judul “Alegori Cinta” dengan menyajikan penggalan lirik lagu di atas. Mengapa? Karena saya ingin mengartikulasikan cinta almarhum ibu saya melalui narasi-narasi alegoris yang saya alami bersama almarhum semasa hidupnya. Narasi alegoris yang saya maksudkan tersebut, baru saya sadari ketika tujuan hidup yang direnda oleh orang tua itu sudah saya capai, baik bersama ibu dan ayah saya, maupun bersama 11 saudara saya, juga bersama suami dan anak-anak saya. Ibu saya tidak pernah mengenyam pendidikan formal karena baru didirikan ketika ibu sudah menikah. Pendidikannya hanyalah sekolah nonformal khusus untuk para putri yang didirikan oleh biarawati Belanda di Mataloko/Bajawa, Flores, Nusa Tenggara Timur. Salah satu kota paling dingin di NTT.  Dari ibu yang tidak berpendidikan rendah, menengah, apalagi tinggi tersebut, lahir kami 13 orang (saya adalah anak ke-9), yang semuanya sehat waalfiat dan yang paling penting adalah berpendidikan. Apakah itu semua kebetulan? Tidak! Semuanya telah dirancang dan direncanakan secara baik oleh ibu dan ayah kami. Seluruh rancangan dan rencana yang disusun kedua orang tua kami tersebut dilakukan dan selalu dikatakan secara alegoris. Apakah kedua orang tua kami memahami alegori yang mereka lakukan ata ucapkan sebagai salah satu model cinta kasih? Mungkin tidak, tetapi mereka sudah melakukannya dan berhasil. Tulisan ini saya bagi dalam dua segmen yakni varietas cinta dan cinta yang sederhana, yang semuanya saya alami secara alegoris, terutama bersama ibu. Sebagai seorang tenaga pendidik, saya sengaja melakukan substitusi pembelajaran sebagai cinta. Varietas cinta sebenarnya adalah sebuah varietas pembelajaran, oleh karena secara substansial, tujuan akhir dari sebuah kegiatan pembelajaran adalah ketercapaian tujuan akhir yang baik jika tidak ingin dikatakan sempurna. Kehidupan cinta orang tua juga memiliki aras yang sama, yakni ketercapaian kebahagiaan hidup yang baik bahkan sempurna, bergantung presuposisi masing-masing individu.  
  1. B. VARIETAS CINTA
Terdapat beberapa distingsi penting yang mau saya jabarkan melalui segmen ini. Tujuan hidup berkeluarga yang dibangun oleh sepasang suami istri adalah untuk mencapai kebahagiaan. Untuk mencapai kebahagiaan hidup tersebut, orang tua melakukannya dengan banyak cara, sehingga memiliki berbagai jenis, bentuk dan cara, yang saya sebut varietas. Varietas cinta yang pertama adalah ketika ibu berjuang untuk hidup setelah melahirkan anaknya yang ke-9 yakni diri saya. Berdasarkan tuturan ayah, konon ibu nyaris meninggal dunia ketika kandungan memasuki bulan ke-9. Penantian 10 hari jelang kelahiran saya, tubuh ibu tiba-tiba mengalami panas sampai mengeluarkan lepuhan-lepuhan di sekujur tubuhnya. Ibu hanya bisa menggunakan kain dan tidur di atas daun pisang. Ibu sangat mengkhawatirkan bayi dalam kandungannya, tetapi Bidan dan Dukun kampung yang membantu ibu mengatakan: “Kita fokus pada ibu dulu, karena detak jantung bayi, dalam keadaan aman”. Namun ibu katakan: “Saya tidak apa-apa. Tolong selamatkan bayi saya”. Suatu hari (kelas IV SD), ketika sedang berdiri di depan cermin, menyisir rambut dan akan menuju sekolah, saya tidak menyadari kehadiran ibu di balik pintu kamar. Dengan bergegas saya menuju pintu dan nyaris menabrak ibu yang sedang tersenyum. Ibu tidak mengulurkan tangannya untuk saya cium seperti biasa, tetapi langsung mengusap kepala saya, dan mengatakan: “Lilly (nama kecil saya)…dulu Ibu pikir, kamu tidak akan selamat”. Sesungguhnya saya tidak mengerti apalagi diucapkan ibu ketika saya sedang bergegas ke sekolah.     Namun sejak hari itu, ada perasaan aneh setiap kali ibu memanggil nama saya. Tanpa saya sadari, saya akan mencari ibu sampai ketemu, ketika mendengar nama saya dipanggil. Bahkan, saya selalu “mendengar” suara panggilan itu, meski sebenarnya ibu tidak sedang memanggil nama saya. Saya bahkan menghafal jam berapa ibu memanggil nama saya, ketika saya sedang berada di luar rumah. Hal yang sama juga saya alami ketika berada di Jogya untuk melanjutkan studi di IKIP Sanata Dharma, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Ketika saya larut dalam kegiatan yang tidak menunjang perkuliahan, saya akan “mendengar” suara ibu memanggil. Setiap Malam Minggu ketika sampai larut masih meronda di  Malioboro, saya akan “mendengar” suara ibu memanggil. Menyebut nama sambil mengusap kepala dan menuturkan suatu peristiwa yang sesungguhnya sangat menyentuh perasaan, adalah hal yang sangat sederhana namun merupakan salah satu varietas cinta ibu. Jumlah kami 13 orang, maka pasti ada 13 varietas cinta ibu yang di dalamnya tumbuh dan bercabang-cabang pula cinta lainnya kepada 13 orang anaknya. Memanggil dan menyebut nama sehingga tertanam sangat dalam di kalbu menjadi varietas lain lagi sehingga setelah 5 tahun studi di Jogya, saya pulang ke Flores membawa ijazah. Beberapa teman saya tidak membawa ijazah melainkan membawa suami/istri dan anak-anak. Kalaupun membawa ijazah, maka mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dari saya. Kisah di atas dituturkan ayah ketika ibu sudah tiada (Ibu meninggal pada 1994). Ketika antara tahun 2013-2015, saya dipercayakan oleh Rektor menjadi Koordinator Penyelenggaraan Sertifikasi Guru Moda PPKHB di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo di Flores NTT, saya selalu berada di Bajawa dan selalu bersama ayah saya yang saat itu berusia 100 tahun. Pada saat itulah ayah berceritra tentang cinta ibu terutama pengalaman pahit yang dialaminya ketika saya dilahirkan. Saat itu baru saya teringat peristiwa puluhan tahun yang lalu ketika ibu mengusap kepala saya dan mengatakan: “Lilly…dulu Ibu pikir, kamu tidak akan selamat”, yang sesungguhnya saat itu tidak saya pahami. Setelah belajar Neuro Linguistik Programming, saya sadar betapa kuatnya sebuah kata. Mohamed Qahtani (Dikutip dari Youtube dan dipublikasikan oleh Toastmasters International pada 2015) mengatakan bahwa kata-kata jika diartikulasikan secara benar, akan mengubah pikiran seseorang bahkan mengubah kepercayaan mereka. Kata-kata bisa mengubah seseorang yang hidupnya dibawah standar menjadi orang sukses,  atau menghancurkan hidup seseorang. Pilihan kata-kata yang sederhana bisa sangat berpengaruh apakah orang akan menolak atau menerima pesan Anda. Anda bisa punya hal yang sangat indah untuk dikatakan, namun jika disampaikan dengan kata-kata yang salah, maka semuanya akan sirna. Kata bagai busur panah yang dilepaskan yang tidak bisa ditarik kembali. Kata-kata memiliki kuasa untuk menghidupkan atau mematikan. Sebelum panah dilesatkan, busur harus ditarik ke belakang untuk mengingatkan apakah sasarannya sudah tepat? Demikian pula perkataan, yang harus direfleksikan dulu sebelum dilontarkan. Cara ibu menyebut nama sambil mengusap kepala saya, adalah alegori cinta dari sekian banyak varietas cinta yang bisa dilakukan seorang ibu. Alegori cinta itu yang kini saya praktikkan pada ke-3 anak saya. Meski tidak sekuat seperti yang ibu lakukan pada saya, namun saya selalu melakukan itu setiap hari dengan cara menyentuh mereka melalui usapan, belaian, dan sapaan selamat pagi setiap mereka bangun tidur, karena waktu bersama kami hanya itu. Hal-hal itu mungkin juga bisa disebut sebagai salah satu Milton Model.  
  1. C. CINTA YANG SEDERHANA
Melakukan hal yang sederhana, tidak memerlukan banyak usaha atau alat untuk melakukannya.  Hal yang sederhana hanya memerlukan ketelatenan untuk dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi habitus atau kebiasaan. Secara sederhana, untuk memupuk habitus membaca, mulailah secara berulang-ulang membaca apa saja dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Pengulangan akan membentuk kebiasaan sebagaimana mandi, makan, minum, dan lain-lain. Demikian pula cinta atau mencintai yang akan diawali dengan sangat sederhana, namun jika sudah menjadi habitus, maka cinta yang sederhana itu akan menjadi cinta yang mendalam. Alegori cinta yang sederhana melalui pengulangan itu juga saya alami bersama ibu saya. Setiap memasuki musim tanam, ibu akan mengajak kami ke kebun. Meski kami tinggal di kota, namun ibu selalu mengenalkan kami tentang bagaimana menyiapkan lahan untuk ditanami, menanam jagung dan kacang-kacangan, menyiangi dan memberi pupuk pada tanaman, sampai pada memanen, menyimpan, mengolahnya menjadi aneka makanan, dan menyiapkan bibit untuk ditanami di musim berikutnya. Secara sangat sadar, ibu mengajarkan kami hal di atas secara alegoris untuk mengingatkan kami bahwa gaji ayah (ayah bekerja di Kantor Pemerintah) hanya cukup untuk biaya pendidikan. Untuk keperluan makan dan minum, hanya akan diperoleh dengan mengolah lahan pertanian yang memang cukup banyak dan luas yang dimiliki oleh ayah dan ibu. Selain itu, meski jumlah anak kandung sudah sangat banyak, ayah dan ibu juga menampung dan membiayai pendidikan anak-anak dari saudara-saudara mereka yang tinggal di kampung.  Dengan demikian, mengajak kami, anak-anak kandungnya untuk turut bekerja di kebun, sesungguhnya merupakan salah satu model pembelajaran humanis bahwa ayah dan ibu tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan kelompok atau status. Ini juga salah satu alegori yang ditanamkan ibu tentang status dan peran manusia yang harus dipahami dalam hidup bersama dan bermasyarakat. Selain secara alegoris ibu lakukan untuk mengingatkan kami tentang kesulitan hidup serta bagaimana cara hidup berbagi, berbela rasa dengan sesama dan orang lain, secara alegoris pula ibu memilih modanya. Oleh karena usia kami saat itu masih kecil dan tentu saja bermain adalah kesenangan utama, maka ibu memilihi moda permainan untuk kami belajar berkebun. Ibu akan membagi petak-petak lahan yang sudah ditumbuhi jagung dan rumput, lalu mengadakan perlombaan. Anak-anak kandung dan saudara-saudara kami yang berasal dari kampung mendapat petak dengan ukuran yang sama. Salah satu kebiasaan menanam jagung di Bajawa, Flores, NTT adalah menanamnya secara berbaris dengan jarak setengah meter antara baris yang satu dengan baris yang lain dan memanjang dari ujung ke ujung. Siapa yang terdahulu mencapai ujung kebun, akan mendapat hadiah gula-gula hopyes, gula-gula bercita rasa moka yang sangat enak dan terkenal saat itu di Bajawa (sekitar 1967-1970-an). Kamipun akan berlomba-lomba mencapai ujung kebun, demi hopyes. Meski demikian, kebersihan dan kerapihan menguburi rumput di barisan tanaman jagung dan kacang-kacangan, tetap diperhatikan oleh ibu dan ayah. Selain berkebun, ibu pula mengajari kami memelihara hewan, terutama babi dan ayam. Kedua jenis hewan ini merupakan hewan dengan nilai budaya yang tinggi di daerah kami. Setiap upacara adat, sejak kelahiran sampai dengan upacara kematian, kedua jenis hewan ini wajib ada. Secara budaya, terdapat ungkapan tradisional di daerah kami tentang memelihara hewan yakni “Peni wi dhesi, loka wi lowa” yang berarti “memelihara dengan cermat agar berkembang biak, memberi makan dengan sungguh agar berkembang sempurna”. Dalam hal memelihara hewan terutama ayam, ibu juga mengajari kami bagaimana merawat ayam yang sakit, bagaimana menyembelih ayam, dan bagaimana mengolah masakan berbahan dasar ayam, baik secara tradisional, maupun modern. Meskipun ibu tidak pernah membaca model pembelajaran yang digagas oleh Robert Gagne (1962) tentang pembelajaran melalui pemodelan, ibu kami yang berpendidikan rendah itu telah menggunakannya demi membelajarkan kami tentang kehidupan. Belum pernah sekalipun dalam kehidupanku bersama ibu, melihat ibu duduk dan memerintahkan atau menyuruh kami untuk melakukan sesuatu. Semuanya ibu lakukan melalui pemodelan dan ibu adalah modelnya. Selain untuk menanamkan habitus yang baik kepada kami, ibu juga tengah memberitahu kami tentang betapa ibu sangat mencintai kami, melalui cara-cara yang sederhana, namun ternyata bernilai sangat tinggi dalam pola hidup kami sampai saat ini. Ibu tidak pernah memaksa kami untuk tahu dan sadar bahwa gaji ayah tidak cukup jika harus juga digunakan untuk membeli makanan atau memaksa kami untuk bekerja di kebun. Ibu hanya melakukannya secara alegoris dan berulang-ulang seperti di atas. Itulah gambaran dan bukti cinta ibu yang sangat sederhana namun dampaknya tidaklah sederhana. Di era Pandemi Covid-19, ketika lebih banyak waktu dihabiskan di rumah, tidak boleh bepergian ke luar rumah, maka mengolah lahan menjadi salah satu alternatif pengusir kebosanan. Tanpa disadari, alternatif tersebut selain berdampak ekonomis, telah membuat keluarga kami semakin betah berada di rumah karena halaman depan dan belakang rumah telah ditumbuhi banyak tanaman buah, bunga,  dan sayuran. Bahkan, halaman belakang yang meski agak sempit, kini juga dihuni oleh ayam-ayam kampung dengan berbagai jenis seperti ayam kampung unggul, ayam kampung super, ayam Peru dan ayam Bangkok. Suatu pemandangan yang tidak akan ada, jika jiwa itu dahulu tidak ditanamkan oleh ibu. Kini, kami tidak perlu membeli telur ayam ras, karena setiap hari ada indukan ayam kampung yang bertelur. Kami pun tidak perlu membeli daging ayam karena ayam-ayam peliharaan kami bisa untuk dikonsumsi seperti ayam kampung unggul dan super. Pola-pola kebiasaan yang saya peroleh tersebut, tidak lupa saya bagikan untuk anak-anak saya. Mencintai tanaman dan hewan peliharaan, saya ajari melalui pemodelan sebagaimana dilakukan ibu saya. Bedanya, ibu saya tidak pernah menggurui namun memodelkannya secara utuh dan menyeluruh. Sementara saya, oleh karena juga harus mengerjakan hal lain berkaitan dengan profesi sebagai dosen, pemodelan yang saya lakukan agak dipaksakan kepada anak-anak saya yang adalah kaum milenial. Meski tidak sesempurna seperti yang dilakukan ibu, putri bungsu saya juga mulai menyenangi bertanam dan memberi makan ayam-ayam kami.  
  1. D. PENUTUP
Kisah di atas hanyalah sekelumit sejarah hidup bersama ibu yang jika ditulis, diperlukan waktu dan banyaknya jumlah halaman buku. Sekelumit kisah yang saya tulis melalui segmen varietas cinta dan cinta yang sederhana, telah menuntun dan membelajarkan saya tentang makna cinta yang mendalam. Mengenang ibu, adalah mengenang pengalaman cinta yang diberikannya melalui berbagai moda dan cara  dengan menggunakan alegori kata dan tindakan. Berbagai alegori kata yang pernah diucapkan meski sangat sederhana sesuai kesederhanaan hidupnya, telah menjadi kisah hidup yang turut menyempurnakan hidup saya. Tak dapat dibayangkan, seandainya habitus-habitus cinta seperti di atas tidak pernah didapat dari keluarga terutama ibu.

Ibu, aku mencintaimu.

  • Kesederhanaan cintamu semasa hidup,
  • Meyakinkan aku,
  • Bahwa Surga Yang Abadi
  • Adalah tempatmu kini.
  • …..
  • Di sore hari nan sepi,
  • Ibuku bertelut…
  • Sujud berdoa ku dengar
  • Namaku disebut:
  • “Lilly…dulu Ibu pikir, kamu tidak akan selamat”
       

Cinta untuk Ibu

Oleh: Endang Sundari

  Dering suara dari handphone ku seolah meminta untuk segera menghentikan aktifitas lain. Ternyata panggilan itu dari mimi, ibuku. Kami memanggilnya dengan sebutan yang memang biasa dipakai oleh masyarakat Indramayu dan Cirebon, yang memanggil mimi untuk ibu, dan mama untuk ayah. Astagfirullohaladziiim, sebisa mungkin kubuang rasa malas untuk menjawab panggilan ibuku. Ampuni hamba yaa Rabb, aku masih belum sempurna membalas budi  mimi dan mama. Hari itu mimi memberitahu kedatangan kakak laki-lakiku, lalu bertanya bisakah aku juga pulang untuk berkumpul bersama. Lagi, kujawab bahwa aku tak bisa meluangkan waktu untuk pulang, karena ada pasien yang sedang bersalin. Lagi, mimi bisa mengerti, selalu bisa, tapi ini membuatku semakin merasa bersalah, aku tak bisa pulang sesering yang mimi mau. Kembali perhatianku tertuju pada pasien yang berkali kali meringis menahan sakitnya kontraksi , menemani hingga nanti proses bersalinnya salesai yang kuperkirakan berlangsung sekitar 4 jam lagi. Setiap persalinan adalah proses yang unik  yang berbeda untuk setiap pasien , ini yang membuatku lebih bisa sabar dan belajar menghadapi beragam karakter pasien. Waktu berlalu seakan lambat, karena setiap detiknya begitu terasa. Sambil memperhatikan tetes keringat yang mulai membasahi sekujur tubuh pasien, aku mulai bersiap menggunakan APD lengkap untuk menyambut kelahiran bayi yang ditunggu tunggu dengan suka cita. Rutinitas yang seakan biasa, namun selalu memberi sensasi yang luar biasa saat menyaksikan proses yang begitu mengharu biru. Suara tangis melengking dari bayi yang baru lahir  pun akhirnya terdengar, tangis bahagia sang ibu baru kusaksikan dengan sukacita. Ku selesaikan tugasku dengan segera, alhamdulillah semua berjalan normal dan lancar.  Aku selalu bahagia saat semua selesai, aku selalu mengagumi setiap bayi yang lahir. Tak ada bayi yang tak lucu dimataku, seolah mengingatkan tentang karunia Tuhan yang tak bertepi, lewat perjuangan seorang ibu. Masih enam jam lagi aku harus melakukan pemantauan pasca salin, sebelum akhirnya pasien bisa dianggap stabil. Kucuri waktu untuk sejenak beristirahat, sambil menyelesaikan pencatatan dan pelaporan. Disaat begini, aku selalu menemukan sebuah keyakinan, setiap perempuan adalah seorang yang luar biasa. Dibalik sikap lembut dan terlihat seolah tak berdaya, mereka adalah sosok yang sanggup bertahan dalam rasa sakit dan penderitaan. Terbayang kembali beberapa persalinan yang lalu dengan berbagai kasus, wajah wajah yang nyata lelah dan kehabisan tenaga saat proses bersalin, tapi kemudian tersenyum bahagia memeluk dan menyambut kelahiran buah hatinya. Sementara aku ? aku adalah seorang anak yang seringkali tak bisa memenuhi panggilan sayang mimi untuk sekedar pulang berkumpul dengan saudara yang lain. Aku sibuk membahagiakan banyak ibu lain, tapi tidak untuk ibuku sendiri . perih rasanya bila mengingat ini semua, meski mimi tak pernah protes , meski mimi malah selalu membanggakan kehidupanku kepada teman dan sanak saudara yang lain. Mimi, ibuku dan lima saudaraku, semoga sehat hingga akhir hayatnya, Alhamdulillah masih bisa beraktifitas dengan baik, masih bisa mengunjungi anak anaknya bergantian, terutama aku, karena tempat tinggalku bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Mimi, ibuku, adalah seorang perempuan biasa yang bahkan  tidak tamat sekolah rakyat. Yang begitu gigih mengantarkan anak anaknya untuk menjadi sarjana, meski hidup dalam kesederhanaan. Masih jauh dari sempurna, yang bisa kulakukan untuk mimi, masih lebih banyak mimi yang berjuang utukku, meski aku sudah menjadi seorang bidan. Yang katanya banyak tahu tentang ibu hamil dan bersalin, yang katanya banyak belajar tentang perawatan bayi dan anak, yang katanya menguasai tentang pertumbuhan dan perkembangan. Mimi yang mengajariku untuk sabar saat pertamakali aku bersalin, padahal aku banyak mengajari oranglain. Mimi yang mengajariku merawat bayiku, meski aku belajar tentang ilmu perawatan dan ilmu perkembangan. Mimi yang selalu datang menjaga dan merawat anak anakku disaat aku sibuk dengan pasien atau tugas dari tempatku bekerja, meski aku menggaji orang lain untuk itu semua. Selalu saja dadaku sesak saat mengingat ini semua , menyadari aku belum bisa membalas jasa mimi meski hanya  dengan memenuhi panggilan nya untuk pulang sekedar bekumpul sejenak di rumah peninggalan mama. Bismillah mampukan aku yaa Rabb.. untuk bisa membahagiakan mimi di masa tua nya, untuk bisa memenuhi apapun keinginannya. Mampukan aku untuk bisa berbuat sebaik mimi mengantarkan anak anakku tumbuh dewasa. Menjadi hamba hamba yang taat dan teguh dalam iman islam. Aku selalu ingin pulang disaat seperti ini,  menemuimu, mendengarkan kembali cerita tentang masa kecilku, mendengarkan kembali tentang perjuanganmu membesarkanku, atau sekedar menceritakan kenakalan kecil cucu-cucumu, menceritakan kelucuan dari pasien pasienku. Aku ingin pulang, akan selalu pulang, untuk menemani kesendirianmu sepeninggal mama, membuang sepi mu karena jauh dari anak anakmu. Terimakasih mimi atas semua yang ku terima darimu, semoga Allah melimpahkan rahmat sehat hingga akhir hayatmu, semoga Allah menghadiahkan kebahagiaan dengan kesuksesan kami, anak anakmu . Dering suara dari handphone ku seolah meminta untuk segera menghentikan aktifitas lain. Ternyata panggilan itu dari mimi, ibuku. Kami memanggilnya dengan sebutan yang memang biasa dipakai oleh masyarakat Indramayu dan Cirebon, yang memanggil mimi untuk ibu, dan mama untuk ayah. Astagfirullohahadziiim, sebisa mungkin kubuang rasa malas untuk menjawab panggilan ibuku. Ampuni hamba yaa Rabb, aku masih belum sempurna membalas budi  mimi dan mama. Hari itu mimi memberitahu kedatangan kakak laki2ku , lalu bertanya bisakah aku juga pulang untuk berkumpul bersama. Lagi, kujawab bahwa aku tak bisa meluangkan waktu untuk pulang , karena ada pasien yang sedang bersalin. Lagi , mimi bisa mengerti, selalu bisa , tapi ini membuatku semakin merasa bersalah, aku tak bisa pulang sesering yang mimi mau. Kembali perhatianku tertuju pada pasien yang berkali kali meringis menahan sakitnya kontraksi , menemani hingga nanti proses bersalinnya salesai yang kuperkirakan berlangsung sekitar 4 jam lagi. Setiap persalinan adalah proses yang unik  yang berbeda untuk setiap pasien , ini yang membuatku lebih bisa sabar dan belajar menghadapi beragam karakter pasien. Waktu berlalu seakan lambat, karena setiap detiknya begitu terasa. Sambil memperhatikan tetes keringat yang mulai membasahi sekujur tubuh pasien , aku mulai bersiap menggunakan APD lengkap untuk menyambut kelahiran bayi yang ditunggu tunggu dengan suka cita. Rutinitas yang seakan biasa, namun selalu memberi sensasi yang luar biasa saat menyaksikan proses yang begitu mengharu biru. Suara tangis melengking dari bayi yang baru lahir  pun akhirnya terdengar, tangis bahagia sang ibu baru kusaksikan dengan sukacita. Ku selesaikan tugasku dengan segera, alhamdulillah semua berjalan normal dan lancar.  Aku selalu bahagia saat semua selesai, aku selalu mengagumi setiap bayi yang lahir. Tak ada bayi yang tak lucu dimataku, seolah mengingatkan tentang karunia Tuhan yang tak bertepi, lewat perjuangan seorang ibu. Masih enam jam lagi aku harus melakukan pemantauan pasca salin, sebelum akhirnya pasien bisa dianggap stabil. Kucuri waktu untuk sejenak beristirahat , sambil menyelesaikan pencatatan dan pelaporan. Disaat begini, aku selalu menemukan sebuah keyakinan , setiap perempuan adalah seorang yang luar biasa. Dibalik sikap lembut dan terlihat seolah tak berdaya, mereka adalah sosok yang sanggup bertahan dalam rasa sakit dan penderitaan. Terbayang kembali beberapa persalinan yang lalu dengan berbagai kasus, wajah wajah yang nyata lelah dan kehabisan tenaga saat proses bersalin , tapi kemudian tersenyum bahagia memeluk dan menyambut kelahiran buah hatinya. Sementara aku? aku adalah seorang anak yang seringkali tak bisa memenuhi panggilan sayang mimi untuk sekedar pulang berkumpul dengan saudara yang lain. Aku sibuk membahagiakan banyak ibu lain, tapi tidak untuk ibuku sendiri . perih rasanya bila mengingat ini semua, meski mimi tak pernah protes , meski mimi malah selalu membanggakan kehidupanku kepada teman dan sanak saudara yang lain. Mimi, ibuku dan lima saudaraku, semoga sehat hingga akhir hayatnya, Alhamdulillah masih bisa beraktifitas dengan baik, masih bisa mengunjungi anak anaknya bergantian, terutama aku, karena tempat tinggalku bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Mimi, ibuku, adalah seorang perempuan biasa yang bahkan  tidak tamat sekolah rakyat. Yang begitu gigih mengantarkan anak anaknya untuk menjadi sarjana, meski hidup dalam kesederhanaan. Masih jauh dari sempurna, yang bisa kulakukan untuk mimi, masih lebih banyak mimi yang berjuang utukku, meski aku sudah menjadi seorang bidan. Yang katanya banyak tahu tentang ibu hamil dan bersalin, yang katanya banyak belajar tentang perawatan bayi dan anak, yang katanya menguasai tentang pertumbuhan dan perkembangan. Mimi yang mengajariku untuk sabar saat pertamakali aku bersalin, padahal aku banyak mengajari oranglain. Mimi yang mengajariku merawat bayiku, meski aku belajar tentang ilmu perawatan dan ilmu perkembangan. Mimi yang selalu datang menjaga dan merawat anak anakku disaat aku sibuk dengan pasien atau tugas dari tempatku bekerja, meski aku menggaji orang lain untuk itu semua. Selalu saja dadaku sesak saat mengingat ini semua , menyadari aku belum bisa membalas jasa mimi meski hanya  dengan memenuhi panggilan nya untuk pulang sekedar bekumpul sejenak di rumah peninggalan mama. Bismillah … mampukan aku yaa Rabb.. untuk bisa membahagiakan mimi di masa tua nya , untuk bisa memenuhi apapun keinginannya. Mampukan aku untuk bisa berbuat sebaik mimi mengantarkan anak anakku tumbuh dewasa. Menjadi hamba hamba yang taat dan teguh dalam iman islam. Aku selalu ingin pulang disaat seperti ini,  menemuimu, mendengarkan kembali cerita tentang masa kecilku, mendengarkan kembali tentang perjuanganmu membesarkanku, atau sekedar menceritakan kenakalan kecil cucu cucumu, menceritakan kelucuan dari pasien pasienku. Aku ingin pulang, akan selalu pulang, untuk menemani kesendirianmu sepeninggal mama, membuang sepi mu karena jauh dari anak anakmu. Terimakasih mimi … atas semua yang ku terima darimu, semoga Allah melimpahkan rahmat sehat hingga akhir hayatmu, semoga Allah menghadiahkan kebahagiaan dengan kesuksesan kami, anak anakmu.        

5 Rahasia Kekuatan Seorang Ibu

oleh: Iman Nugraha, S.Pd.I

Banyak orang sukses karena memiliki hubungan baik, berbakti dan memuliakan ibunya

  Saat itu Aku berkunjung ke rumah seorang kawanku yang kaya raya dan seorang pengusaha sukses di dibidang ekspor impor, karyawannya banyak dan setiap tahunnya dia sering mengumrohkan para karyawannya dan tidak lupa sedekah brutal setiap hari jum’at tanpa putus. Yang lebih bangga Aku sama dia adalah dia tidak pernah meninggalkan sholat duha. Aku katakan dalam hati, “masya Alloh luar biasa kawanku ini, orang sukses yang seperti inilah yang akan masuk syurga”. Tak lama kemudian dawai nya berdering namun dia tidak mengangkatnya, berkali kali berbunyi namun dia tidak mengangkatnya. Aku katakan “angkat itu telepon siapa tahu ada yang penting”. Tak lama berdering lagi kemudian ia baru mau angkat telepon. Aku mendengar percakapannya ternyata yang menelepon adalah ibunya. Dari percakapan itu terdengar bahwa ibunya sangat merindukan anaknya ingin bertemu, tetapi kawanku ini saking sibuknya belum bisa menemui ibunya dan membalas telepon ibunya “maaf ibu bukan Aku tidak ingin mampir atau bertemu tetapi Aku masih sibuk dan tidak bisa meninggalkan perkerjaan saat ini” setelah panjang lebar berbincang dengan ibunya kemudian ditutuplah telepon itu. Keesokan harinya kawanku ini meneleponku dengan nangis tersedu-sedu dan menyesali perbuatannya karena ternyata ibunya semalam meninggal dunia. Pesan moral yang ingin penulis sampaikan adalah, kita sering mencari syurga yang jauh-jauh, pergi haji berkali-kali, menyantuni anak yatim begitu banyak, amal begitu murah hati. Namun kita sering lupa ada syurga yang begitu dekat dan mudah kita dapatkan dan sering diabaikan, yaitu  kita dapatkan ada pada seorang ibu. Ada 5 rahasia kekuatan dari seorang ibu yang perlu kita ketahui dan amalkan yang akan membawa kita kepada kesuksesan yang hakiki adalah:  
  1. Kekuatan Cinta
Setiap manusia yang lahir kedunia ini pasti melalui rahim dari seorang ibu, dengan kasih sayang yang tulus ibu selalu merawat anaknya dari dalam kandungan hingga lahir kedunia ini. Seorang Ibu tidak pernah memilih-milih calon bayi harus laki laki ataukah perempuan, keduanya sama untuk diberikan kasih sayang yang sama. Saat seorang anaknya senang diapun selalu ikut senang melihat anak-anaknya senang dan saat anaknya sedih diapun ikut merasakan kesedihan dari seorang anaknya meskipun tanpa memperlihatkannya. Termasuk kesuksesan anak bukanlah untuk ibu, melainkan untuk kepentingan anaknya sendiri. Ibu tidak pernah mengharapkan balasan dari seorang anak karena sudah mendidiknya serta memberikan kebahagian saat masih bersamanya. Cinta seorang ibu tidak akan pernah lekang oleh waktu, tidak ada seorangpun yang sanggup menggantikan posisi ibu. Disitulah letak cinta kasih yang tulus dan murni dari seorang ibu kepada anaknya tanpa mengharapkan imbalan apapun. Kekuatan cinta seorang ibu jangan pernah sekali-kali dibalas dengan menelantarkannya dan tidak merawatnya dengan baik.  
  1. Kekuatan Do’a & Nasehat
Doa dan nasehat seorang ibu adalah yang selalu dinanti oleh setiap orang yang mengharapkan kesuksesan dunia dan akhirat karena doa nya mujarab tidak ada penghalang antara seorang ibu dengan sang maha pencipta. Hal ini karena seorang ibu memiliki banyak keutamaan yang tentunya Allah mengangkat derajat tinggi seorang ibu yang telah berjuang keras dan berjihad untuk membesarkan anak-anaknya dengan ilmu dan kasih sayang. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadist bahwa, “Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi (kemakbulannya), yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.” (HR Abu Daud). Nasehat seorang ibupun fitrahnya selalu memberikan nasehat kepada kebaikan yang harus digugu dan didengarkan yang akan membawa pada kebaikan masa depan anaknya dikemudian hari. Kekuatan doa dan nasehat selalu diharapkan oleh anak-anak yang soleh dan penurut.  
  1. Kekuatan Batin
Seorang ibu tentunya memiliki kekuatan batin dan perasaan pada anak-anaknya. Untuk itu, seorang ibu biasanya benar-benar mengerti dan memahami apa yang terjadi pada anaknya ini dikarenakan memiliki ikatan batin yang sangat kuat. biasanya doa seorang ibu benar-benar berasal dari penghayatan dan perasaan yang paling dalam bukan hanya sekedar dari lisannya saja. Keutamaan kekuatan batin seorang ibu, membuat kita benar-benar terdorong dan termotivasi untuk mendapatkan yang terbaik. Maka sangat bersyukur bahwa bila ibunya masih ada rawatlah dia dengan baik dan penuh kasih sayang seperti kasih sayang nya seorang ibu kepada anaknya.  
  1. Kekuatan Ridho
Di dalam lisan seorang ibu ada ridha Allah bersamanya. Di dalam lisan ibu pula ada murka Allah bersamanya. Maka, sungguh tak pantas seseorang menyia-nyiakan ibunya. Tidak ada kata terlambat untuk tetap terus berbakti dan membahagiakan karena Allah menyiapkan ruang-ruang bagi kita keridhoan. Caranya, sekuat tenaga yang kita miliki menjadi sosok soleh di mata Allah lantas menengadahkan tangan mendoakan kebaikan bagi ibu.  
  1. Kekuatan Syurga
Kita pasti seringkali mendengar penyataan “surga berada di telapak kaki ibu”? Kalau dalam bahasa Arab diucapkan dengan kalimat al-jannau tahta aqdam al-ummahat. Penyataan tersebut menggambarkan kalau kita semua harus berbakti kepada ibu. Seorang ibu mendapatkan kedudukan tertinggi dalam Islam. Ini telah dijelaskan dalam satu hadis dari Abu Hurairah ra berkata: “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu. (HR. Bukhari) Dalam hal apa pun, sebagai seorang anak yang mendambakan syurga sudah seharusnya mementingkan kepentingan seorang ibu dibanding kepentingan pribadi. Mungkin inilah yang dimaksud “surga berada di telapak kaki ibu”. Kiasan ini telah diyakini oleh banyak orang untuk tidak melawan, membantah, membentak, bahkan sampai menyakiti hati seorang ibu. Seorang ibu dari orang-orang mukmin kelak di syurga akan diberikan tempat tertinggi bersama dengan Nabi Muhammad Salallohu Alaihi Wasalam. Kenapa seorang ibu menjadi tolak ukur syurga?, itu karena wasilah kita bisa tercipta ke dunia melalui seorang ibu. Pengorbanan ibu tidak hanya saat mengandung, tetapi juga setelah melahirkan dan membesarkan anak. Tidak ada keluhan yang diutarakan seorang ibu. Maka bila ingin mendapatkan syurga dapatkanlah ridho ibu.      

Ibuku Guru Terbaikku

oleh:Mima_Cihuy

  Para pembaca yang berbahagia, sahabat – sahabat hebatku, perkenankan kali ini saya Mima_Cihuy membagi kisah gembira tentang ibunda-ku. Bagaimana tidak aku bahagia memiliki ibu terbaik sedunia yang penuh cinta. Secara langsung ataupun tidak langsung, ibuku yang kupanggil mamah ini banyak memberi ilmu dahsyat untuk menjadi pemenang di kehidupan kita yang indah ini. Mamah adalah sosok sederhna, rendah hati, pema’af, penyabar, penyayang, dan disukai banyak temannya. Mamah memang orang yang menyenangkan dan kadang suka melucu. Orang pertama yang mengajar saya bisa baca-tulis sebelum masuk SD pun adalah mamah. Wajar jika selama masa sekolah aku seringnya dapat ranking 1, karena banyak hal sudah bisa dari rumah, sebelum guru di sekolah mengajarkan. Senang dong punya mamah cerdas. Terimakasih ya Allah, Terimakasih mamah. Masa kecilku sangat bahagia dan penuh cinta. Sekarang aku sudah berkeluarga dan jauh lebih bahagia memiliki keluarga kecil yang penuh cinta pula, mungkin karena do’a – do’anya mamah nih, dari sejak aku masih gadis. Mmmm, kayaknya sih iya. Kan do’a paling dahsyat itu dari ibunda kita ya teman–teman. Berbahagialah jika sampai saat ini masih memiliki ibu. Pasti senantiasa menghantar hajat dan do’a terbaiknya ke langit, untuk-mu. Maka cintai ibumu seperti dia mencintaimu. Mamah kini sudah di surga-nya Allah sejak 30 Mei 2015, tapi bagiku: MAMAH GAK ADA MATINYA. MAMAH TETAP HIDUP ABADI MENGAWASI HARI – HARIKU. CINTA IBU SEPANJANG HAYAT. Sungguh, kurasakan mamah selalu menemani hidupku, maka aku tiada henti “telepati_hati” dan berkomunikasi seolah mamah hadir saat aku butuh bicara dengannya di kamar tidurku. Kalau soal mendo’akannya, jangan ditanya deh,,, itu kegiatan harian utama-ku. Kucinta guru terbaikku, yaitu: mamah. Ilmu paling keren warisan mamah-ku ialah tentang:
  1. OBAT TERBAIK SEDUNIA, dan
  2. MEMA’AFKAN yang CIHUY.
Dua hal diatas ingin kubagikan kepada khalayak sebanyak – banyaknya melalui buku “CUI” (Cinta Untuk Ibu) ini. Insya Allah sangat bermanfaat untuk kita semua. Share ke yang lainnya juga ya teman – teman,,, agar mamahku kekal di surgaNYA. Semoga Anda semua pun bertambah pahala, aammiin. Yuk kita simak paragraf berikiut ini: Apa sih OBAT TERBAIK SEDUNIA itu? . Gaess,,, tentang ini pernah dikupas detail dalam buku saya sebelumnya yang berjudul “MoL” ; Miracle_of_Life. Intinya, apapun masalah besar atau penyakit parah yang dialami, obatnya kami pilih TTDS2 karena mujarab dan tanpa efek samping. TTDS2 adalah, Tahajjud, Tadarrus{+Asmaul_Husna}, Dhuha, Shaum_Daud (Puasa selang sehari) dan Sedekah. Dengan kelima obat terbaik itulah, dahulu aku sembuh dari sakit parah. Singkat cerita, pada bulan Mei 2002 – Mei 2003 itu aku tepat setahun sudah “berobat hanya kepada Allah” dan menikmati enaknya OBAT TERBAIK SEDUNIA berupa 5 hal diatas. Tahajjud + Tadarrus (plus Asmaul Husna) + Duha + Shaum_Daud + Sedekah = TTDS2. Sama sekali sebutir pun tak pernah lagi kumakan. Alhamdulillah, ternyata pas check-up menyeluruh di bulan Mei 2003, AKU DINYATAKAN SEMBUH, SEHAT SEMPURNA. AlloohuAkbar!! Sungguh tak terkira bahagia saat itu. Dalam kurun waktu setahun “makan-minum OBAT TERBAIK-ku itu” , meski tanpa obat kimia lagi, tubuhku tidak kepayahan dan kondisinya malah membaik rasanya. Tanpa disadari, ini adalah proses menuju sembuh. Aku gak tau loh kalau 5 hal “TTDS2” itu sangat dahsyat sebagai penyembuh penyakit apapun. Sumpah, kala itu aku melakukannya hanya karena menyiapkan kematian yang indah; husnul khotimah. Sudah gak mau sembuh loh gaess,,, udah bodo amat, kagak sembuh pun EGP!! Pokonya gak mau ke dokter lagi. Gak mau berobat – berobat apapun lagi. Entah medis, ataupun pengobatan alternatif. Maa syaa Allah,,, Tabaarokallooh,,, takjub aku kepada Tuhanku Maha Dahsyat Allah SWT. Luar biasa mudah menyembuhkan penyakit seberat apapun. Aku sangat bersyukur dan bahagia atas hidayah, petunjuk dan cintaNYA padaku. Atas izin dan ridhoNYA-lah aku mau dan mampu menjalani 1 tahun pengobatan ala Tuhan itu tadi. Nah,gaess… Sejak Mei 2003 aku sehat, dan diamanahi mengelola sanggar kursus Sempoa Mental Aritmatika yang bernama KACA (Klab Anak Ceria Azka) milikku sendiri. Senang donk, umurku menjelang 21 tahun, sudah punya sanggar belajar sendiri dan menjadi guru Mental Aritmatika. Ada 7 level kursus ini, dan ketujuh buku panduannya pun adalah hasil karyaku juga. Alhamdulillah, sehatku bermanfaat. Itulah, MIRACLE OF LIFE terdahsyat bagiku. kemudian setelah itu, “believe system” dalam diri ini menguat. Aku menjadi semakin yakin kalau apapun penyakitnya, obat manjur-nya ialah TTDS2. Jika dikemudian hari mengalami masalah atau tantangan hidup, kubisa tetap optimis, yakin slalu ada solusinya. Apalagi sekedar rasa sakit, sudah tau obat terbaiknya. Nah, pembaca yang sedang tersenyum bahagia sekarang, untuk Anda semua, semoga kisah ini menginspirasi, memotivasi dan bermanfaat untuk di-share / dibagikan kepada orang – orang terkasih Anda. Percayalah, apapun sakit-mu, selain ikhtiar medis (jika merasa ingin), juga MINUMLAH “TTDS2” , sang OBAT TERBAIK SEDUNIA. Cihuy,kaaan,,,hehehe. Warisan mamah pada point kedua yaitu MEMA’AFKAN YANG CIHUY. Ini adalah ilmu kehidupan yang juga dahsyat menjadi solusi bagi masalah besarku. Nah, akan kubagikan juga nih buat pembaca setia semoga bermanfaat. Begini, Keajaiban baru yang kuciptakan adalah MEMBUAT ORANG YANG BERHUTANG SANGAT BESAR DALAM MUAMALAH LOGAM MULIA (LM) atau EMAS BATANGAN ANTAM  kepadaku menjadi cepat – cepat dalam melunasi utangnya tersebut. Tadinya ia terlihat enggan cepat lunas dan malah ingin mencicil. Aneh sekali berubah menjadi bersegera melunasi utangnya padaku, padahal sangat besar nominalnya. Begitulah jika “Tangan Tuhan” alias 99 Asmaul Husna sudah menolong, SEGALANYA SERBA MUNGKIN. Alhamdulillah banget, aku bahagia tak terkira. Apa yang Mima_CIHUY lakukan untuk membuat orang berhutang menjadi sadar sendiri untuk cepat – cepat mengembalikan uang Mima? . Mmmmm,,,, kasih tau gak yaaa? *hehhehheee…. Baiklah, akan aku bagikan resep menagih hutang dengan cara – cara ajaib yang cihuy. Mengabadikan warisan mamah-ku tentunya. Ada 3 kunci menarik uang kita kembali:
  1. Ucap MA’AF meski dia yang salah. Inilah Mema’afkan yang Cihuy.
  2. Baca Al-Fatihah 41x tiap selesai sholat Fardhu.
  3. Do’akan kebaikan – kebaikan bagi si penghutang, sebagai bukti kita telah MEMAAFKAN YANG CIHUY.
#Hanya itu saja, gaess,,, mudah,kan?! . Jangan ikut kata orang yang bilang’ “mema’afkan itu sulit,,, susah” . Kalau kita bilang sulit, ya jadi sulit, dan efeknya rugi sendiri donk. Bukannya menarik keajaiban, malah bisa jadi menambah keburukan baru. Percayalah,,, aku sudah mempraktekkannya. Ternyata mema’afkan kedzholiman orang lain atau orang yang melukai perasaan kita, itu luar biasa asyik. Iya, asyik,,, selain hati tentram, pikiran senang, jiwa damai, juga ternyata membuat mudah dalam beroleh solusi dari masalah besar sekalipun. Tuhan membayar sikap terbaik kita dengan harga yang sangat pantas. Bahkan ketika misalnya orang lain ngutang ke kita hanya Rp2_Milyar, eeeh seolah Alloh membayar Rp5_Milyar. Begitulah,,, Alloh selalu memberi lebih dari yang kita minta. Bahkan, kadang pinta kita belum dipanjatkan, baru terbersit di pikiran, tau – tau malah segera Dia kabulkan, Sebenarnya sangat banyak kisah cinta mamah. Tentu tak bisa kubalas cintanya meski setiap hari mendo’akan ia setulus hatiku. Membagikan sebagian kisah cinta kami diatas-lah, caraku mengabadikan cinta. CINTA UNTUK IBU. Jika teman – teman pembaca setiaku mengamalkannya, kuyakin Allah juga menambah pahala bagi kami. Aamiin… Jadi, terima kasih banyak ya teman – teman hebat, atas senantiasa mengamalkannya. ANDA SEMUA SAHABAT CIHUY,,,!! Mmmmuach :-*    
Terima Kasih Ibu

oleh: Dr. Juwita, SH.,MH

  Libur panjang kali ini, aku beserta keluarga besarku berlibur di daerah Anyer Banten, kami menginap di sebuah hotel tepatnya persis menghadap kepantai, kami berangkat pukul 9 pagi dan sampai di hotel pukul 1 siang, beberapa kamar aku sewa untuk keluarga besarku, sebenarnya kami hanya 3 bersaudara namun bila berkumpul bersama aku selalu mengatakan : “inilah keluarga besarku” yang terdiri dari Ibuku, 2 Adikku dan keponakan-keponakanku serta suami dan dan anakku. Sore itu sambil menunggu maghrib tiba, aku berjalan-jalan ditepi pantai menuju sebuah bongkahan batu untuk melepaskan penatku karena perjalanan yang cukup  panjang dari bogor ke Banten, aku rebahkan tubuhku di bongkahan batu tersebut,  lalu tak lama aku terduduk dan menatap jauh kedepan, ke arah hamparan luasnya lautan di ujung sana, Nampak dari kejauhan kulihat perahu kecil hilir mudik dan beberapa masyarakat yang berlibur memanfaatkan perahu-erahu tersebut untuk berwisata. Dalam pandangan ku nun jauh kearah hamparan luasnya lautan, ku teringat masa laluku, masa penuh dengan kesulitan dan serba kekurangan. Aku terlahir dari keluarga yang boleh dikatakan keluarga yang ekonominya rendah, ayahku hanya seorang pekerja serabutan, memanfaatkan tenaga dan jasanya untuk membantu orang-orang yang tidak punya waktu untuk mengurus administrasi kependudukan, kini ayahku sudah tiada sedangkan ibuku adalah ibu rumah tangga, walau sebelumnya ibuku dulu pernah berdagang warteg namun setelah memiliki 2 adikku, otomatis waktunya tersita hanya untuk mengurus anak-anaknya saja. Ibuku adalah orangtua yang sangat aku cintai, perempuan yang telah mengandung dan melahirkanku, menurut cerita ibuku, aku terlahir setelah 14 bulan dalam kandungan, yang menurutku hal yang tidak lazim namun dahulu katanya belum ada alat untuk mempercepat kelahiran apabila sudah waktunya, entahlah. Selang setelah aku berusia 3 tahun lahirlah adik perempuanku dan di usia 6 tahun lahirlah adik ke 2 ku dia perempuan. Dikelahiran adiku yang ke 2 ini otomatis ibuku tidak dapat melanjutkan usaha dagangnya lagi karena sibuk mengurus anak-anaknya. Selanjutnya hari demi hari kami lalui dengan hidup yang serba pas-pasan, pernah saat aku dan adik-adiku makan,  kami bertiga disuapi makanan  berupa nasi dan lauknya terasi goreng yang dihancurkan dan diaduk aduk dengan nasi, namun bagi kami sudah bisa makan saja sudah alhamdulilah, namun dengan kehidupan yang serba kekurangan, kedua orangtuaku mampu menyekolahkan anak-anak-anaknya hingga ke jenjang sekolah Menengah Atas, itu harus kami syukuri, padahal keinginan terbesarku adalah dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi, namun apa daya, kedua orangtuaku tak mampu membiayainya, hingga beberapa tahun kemudian ayahku meninggal dunia, otomatis kehidupan keluargaku ditanggung Ibuku seorang. Dan sebagai seorang single Parent Ibuku mau tidak mau harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup, yang kemudian hari hari selanjutnya ibuku mulai berdagang kembali, mulai dari bahan sandang bahkan sampai menjadi tukang kredit barang, tak pernah malu untuk berusaha asalkan hasilnya adalah halal. Ibuku pernah berpesan: “Git, jangan malu untuk berdagang, yang penting halal”. Aku ingat kata-kata itu, bahkan pernah suatu saat aku dihina oleh temanku karena tak sengaja melihat rumahku yang berada diatas selokan/got(istilahnya “Gubug”). Temanku mengatakan:”Gita gembel….Gita gembel. Aku hanya bisa menangis dan tak bisa menyela karena memang kenyataannya demikian, kami tinggal disebuah gubug yang berdiri diatas selokan /got. Aku berlari pulang kerumah, aku menangis sejadi jadinya diatas pangkuan ibuku, sambil berkata:”Mak, gita diolok-olok “Gembel”, Ibuku menjawab dengan tenang, beliau berkata: Gak usah nangis Git, suatu saat dunia akan berputar, dunia ini ibarat bola, suatu saat kita pasti ada diatas asalkan mau berusaha, biar temanmu menghina kita, tapi yang penting kita tidak hina, justru kamu harus belajar dengan semangat untuk meraih cita-cita”. Lalu ibuku berkata kembali: “Cita-citamu apa Git” Akupun menjawab : “menjadi Guru mak” Mak, Doakan semoga cita-citamu terkabul, banyak belajar dan berdoa ya, agar cita-citamu terkabul,  Mak ku menjawab. “Iya Mak:, Jawabku sambil menangis. Selang beberapa tahun kemudian setelah lulus SMA aku bekerja disuatu instansi pemerintahan, hingga aku dapat melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta dikotaku, dengan gaji pas-pasan yang aku miliki dan dibantu oleh penghasilan ibuku, akhirnya aku bisa menjadi seorang sarjana, aku sangat bersyukur kala itu, namun tak disangka ibu berkomentar: “kalau kamu masih sanggup untuk melanjut kejenjang berikutnya Git, Mak Insya Allah akan membantu kamu”. Hal yang tidak terduga bagiku, padahal untuk biaya S1 saja sudah lumayan berat, tapi  ibuku bersikukuh agar aku melanjutnya kejenjang S2, haru bercampur bahagia, tak disangka ibuku mendukung pendidikanku, walaupun aku sudah bekerja. Selesai pendidikan S1 aku langsung melanjutkan pendidikanku ke S2, pendidikan Pasca sarjana kutempuh kurang lebih 2 tahun dan Alhamdulillah berkat dukungan, motivasi hingga bantuan materi dari ibuku aku selesai dengan mulus. Dengan berbekal pendidikan Pascasarjana aku dapat mengajar dibeberapa perguruan tinggi. Hingga 5 tahun kemudian, pada suatu hari, Ibuku memanggilku, beliau berkata: “Git, kamu ga ada niat untuk lanjut ke S3”. Terhentak aku mendengar ibuku memberikan masukan yang menurutku sangat mustahil, aku sudah membayangkan bahwa melanjutkan pendidikan S3 pastinya membutuhkan biaya bukan puluhan juta tapi sampai ratusan juta, apakah aku mampu???. “Kayanya pikir-pikir dulu deh Mak”, Jawabku Ibuku berkata: “kalau pikir-pikir aja mana bisa, Mak lihat kamu mampu Git, kamu kan sudah bisa mengajar, sudah punya penghasilan sendiri, ya kalau kurang-kurang Mak bisa bantu kuliahmu lagi nanti”. Aku berpikir terus, mampukah aku untuk melanjutkan ke pendidikan berikutnya, atau cukup di S2 saja, cukup lama aku berpikir, hingga suatu hari tanpa disengaja, teman kantorku datang keruanganku. Sebut saja Arto namanya, temanku berkata: “Git kita kuliah S3 yuk, bareng aku kuliahnya, mau gak. Terkejut aku mendengarnya, bukan kenapa, dengan gaji yang pas-pasan apa aku sanggup, batinku menjawab Lalu Temanku berkata lagi: “ga usah pusing, kan Skep kita bisa kita sekolahkan”. “Upss ide yang bagus nih”, batinku berkata. Akhirnya sepulang dari bekerja, aku menemui ibuku dan berkata: “Mak, gita mau lanjutkan pendidikan ke S3, tapi kalau nanti pembayarannya kurang dibantu ya Mak”. Dengan haru ibuku langsung memelukku, dan berkata:                         “Alhamdulillah Git, kamu mau meneruskan kuliahmu, Insya allah mak akan bantu kamu, semampu Mak ya”. Iya, Mak. Jawabku Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan bulan berganti tahun, selang 4 tahun kemudian aku lulus menjadi seorang Doktor dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di wilayah Indonesia Tengah, hal yang luar biasa yang tidak terduga sebelumnya bahwa aku yang terlahir dari seorang ibu yang berpenghasilan pas-pasan, yang tinggal disebuah gubug diatas selokan kini bisa menajdi Seorang Doktor, “Ya Tuhan Mimpikah ini”, batinku berkata. Kucubit pipiku: “Auwww sakit” teriakku Ternyata aku bukan mimpi, ya aku telah menjadi seorang Doktor, gelar tertinggi dalam sebuah perguruan Tinggi yang ditempuh melalui pendidikan. Kini dengan ilmu yang aku miliki, aku dapat mengajar kuliah tidak hanya untuk S1 saja tetapi sampai ke S2, cita-citaku menjadi guru terlaksana, ya sebagai dosen, yang artinya sama-sama memberikan ilmu kepada siswa hanya jenis siswanya saja yang berbeda dan  berkat penghasilanku, Alhamdulillah aku dapat memiliki fasilitas yang sebelumnya tak aku miliki. Kini aku tidak lagi tinggal di gubug tetapi aku telah memiliki rumah bahkan beberapa investasi untuk kehidupanku, aku hidup bersama suami, anak dan  ibuku, sementara adiku-adiku sudah berkeluarga dan bekerja semua bahkan sudah jadi sarjana. Satu hal yang terucapkan dalam diriku, bahwa Do’a orangtua adalah doa yang mudah dijabah dan kuingat selalu bahwa surga itu dibawah telapak kaki Ibu. Doa orangtua menyertai kita, bangga dan bahagia yang tak terhingga kutujukan untuk Ibuku, walau single Parent ibuku telah mampu mengiringi kami anak-anaknya ke sebuah kesuksesan, sampai kapanpun bahkan dengan barang apapun  aku tidak akan mampu membalas Jasa dan kebaikan ibuku, Ibuku yang begitu menyayangi anak-anaknya, yang begitu menyemangati anak-anaknya, untuk terus maju, berusaha, ikhtiar, berdoa dan terus belajar untuk meraih cita-cita.Terima Kasih Ibu. Sebagai wujud baktiku padamu kuingin menyampaikan rasa terima kasihku kepada Ibuku melalui Puisi yang aku persembahkan untuku Ibuku  tercinta. Ya Robbiii Aku saat ini bersyukur akan anugrah mu Dengan rahmat Mu dan dengan keagungan Mu Prestasiku dapat membanggakan ibuku Prestasiku menjadikan aku menjadi seperti saat ini Tak terbayangkan dalam benakku sebelumnya Ibu…. Maafkan bila aku nakal dimasa kecilku Maafkan bila aku ceroboh dimasa remajaku Maafkan bila aku tak memperhatikanmu dimasa dewasaku Aku memang tidak sempurna Namun aku akui tanpamu apalah artinya hidupku ini Aku sayang padamu Ibu Ijinkan aku mohon doa restumu Ijin aku mohon ampunan atas ketidak sempurnaanku Ijinkan aku untuk berbakti atas  pengorbananmu selama ini Aku adalah anakmu yang akan memberikan yang terbaik untukmu, dengan kemampuanku Ya Robbi Berikanlah kesehatan, Umur Panjang Dan Kebahagian  kepada Ibuku Di masa kini dan masa mendatang.  Amiin.   “Git…git..gita.., “tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara seorang wanita paruh baya, ya beliau ibuku. “Sudah Maghrib, kamu ngapain duduk disini, yuk kita kembali kehotel, mandi lalu sholat maghrib” Imbuh Ibuku. “Eh iya Mak, itu gita lihat pemandangan laut menjelang senja indah sekali”, jawabku menutupi rasa terkejutku. Lalu aku beranjak dan meraih tangan ibuku, selanjutnya kami bergegas meninggalkan pantai menuju tempat penginapan kami. Jakarta, Oktober 2020      

Menggapai Harapan Ibu

oleh: Gojali

 

“Pagi buta, aku terbangun dari tidur, lalu mandi, selesai mandi aku bergegas keluar rumah untuk salat berjamaah di musola. Kebetulan, jarak antara rumah dan musola tidak jauh. Aku yang selalu ingat pesan ibu, ‘nak, jangan pernah tinggalkan salat’ Usahakan salat tepat waktu.”Dalam pikiranku ketika hendak terbangun dari tidur”.

  Aku selalu ingat pesan dari ibu tentang ‘salat tepat waktu, menabung, rajin, disiplin, jujur, selalu terbuka dan fokus pada apa yang dikerjakan’, Pesan itu aku rasakan ketika merantau untuk kuliah di Purwokerto. Pertama kali merantau rasanya tidak karuan sedih yang dirasakan. Tetapi, walau begitu aku bersyukur banyak yang menginginkan posisi ku menjadi mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.  Proses masa remaja ke dewasa memang butuh waktu, aku selalu bersemangat dalam menjalankan aktifitas sehari-hari sebagai seorang mahasiswa karena mempunyai kemauan untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Berani mengambil resiko dengan mengikuti banyak kegiatan di kampus. yang ada dipikiranku ‘aku harus sukses, dengan cara ku sendiri, dan atas izin-Nya’, Ya, kebanyakan orang lebih kepada kuliah lulus lalu bekerja. Berbeda dengan ku, aku berpikir bagaimana caranya sebelum lulus kuliah sudah mandiri bisa menghasilkan uang sendiri. Aku pun gak mau seperti orang pada umumnya hanya mengandalkan dari pekerjaan. Padahal, ketika kita mau berusaha menggali potensi diri, mencoba hal baru, tidak takut salah akan selalu menemukan sesuatu. Peluang menghampiri yang ditulis pada antologi ku yang berjudul, ‘kata ajaib penembus langit.’  Banyak pengalaman dan pelajaran ketika aku mengikuti banyak kegiatan di kampus. tidak hanya mata kuliah justru ilmu kehidupan setelah lulus nanti sudah saya dapatkan seperti bersosialisasi, berpendapat, mengatur keuangan, berbisnis, memperbanyak relasi, kenalan teman baru dan banyak hal lain.  Aku bersyukur, sudah kuat menjalani proses demi proses hingga lulus kuliah. Walau ibu kini sudah tidak ada meninggalkan ku dua hari setelah aku melaksanakan seminar hasil. Moment yang tidak akan pernah dilupakan, moment kebangkitan, perjuangan bahwa sedini mungkin kita harus sukses karena ada kedua orang tua yang harus dibanggakan, bahagiakan, mencapai prestasi. Karena umur tidak ada yang tahu, dari situlah saya belajar lebih dalam mengenai kehidupan bahwa waktu terus berputar dan kamu yang masih ada ibu jangan di sia-siakan. Manfaatkan waktu sebaik mungkin jangan pernah menunda hal yang harus dikerjakan kalau bisa hari ini selesaikan hari ini. Menyesal setelah kehilangan ketika kuliah tidak tepat waktu. Mungkin ini sudah jalan-Nya. Kini, aku sudah ‘Menggapai Harapan Ibu’, yang mengharapkan anaknya menjadi seorang Sarjana (S1) dan sukses setelah lulus kuliah, dalam berbisnis juga dalam karirnya. Alhamdulillah. Terimakasih Ibu Alm. Hj. Konaah Selamat Tinggal Ibu, semoga kau tenang disana, disisi Allah SWT. Sampai bertemu disurga-Nya. Aku cinta Ibu. I Love U. “Cintai selalu ibumu karena kamu tidak akan pernah mendapatkan yang lain.” “Ku berterimakasih atas semua yang telah kau ajarkan untukku, dan aku merasa bersyukur bisa memanggilmu “Ibu”. Terimakasih hingga detik ini jasa, doa, kasih sayang mu dan semua yang takkan aku lupakan. Dari anakmu, Coach Gojali Head Of Marketing Public Relations Edu Learning Academy        

Terima Kasih Ibuku

oleh: Djadja Sutardja, SE

  Kamis subuh hari sekitar jam 5.00 telah lahir seorang anak laki-laki yang mungil menerima indahnya kebersamaan sebuah keluarga, bayi kecil itu adalah anak  pertama yang kebanggaan dari seorang ayah yang berprofesi sebagai seorang Pendidik. Namun seiring waktu berjalan ternyata belum genap diri anak lelaki (kita sebut si Bejo) tersebut berusia 14 bulan terlahirlah bayi mungil yang mengakibatkan kurangnya perhatian kepada  anak laki tersebut, sehingga si bejo mengalami sakit panas yang luar biasa yang mengakibatkan kedua telinganya mengeluarkan air nanah. Karena keterbatasan kemampuan keuangan kami dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, 2 tahun berikutnya lahirlah bayi perempuan yang menambah ramainya kebersamaan keluarga kami. Bejopun merasa terasingkan karenanya, dan 2 tahun berikutnya lahir pula seorang Bayi Perempuan sehingga lengkaplah kebanggaan seorang ayah mempunyai 2 orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan dan menjadi penutup kebahagiaan keluarga terlahir pula seorang bayi 5 hari setelah HUT Proklamasi di Tahun 1978. Bejo pun menjalani kehidupannya dengan mempunyai kekurangan tidak seperti anak yang lainnya yang seusia, jika bermain dengan teman sebayanya selalu saja menjadi bahan olok-olokan temannya karena kekurangan tesebut. Alhamdulillah dengan sabar Ibunya selalu menyemangati Bejo, selalu menjadi sandaran manakala Bejo sedang dirundung oleh teman-temannya. Bangga sekali rasanya Bejo memiliki seorang Ibu yang bijaksana dan selalu menjadi penyemangat bagi anak-anaknya, Ibu Bejo tdak memilah-memilah apakah dia kakak atau adik dalam membesarkan ke lima anaknya. Saat memasuki usia sekolah dasar bejo pun ikut bersekolah walaupun usianya pada saat itu adalah baru 6 tahun lebih 2 bulan, namun Bejo sangat girang dan senang hatinya bisa bersekolah. Selesai pulang sekolah Bejo membantu Ibu di dapur menyiapkan hidangan makanan untuk sore hari, selepas makan kemudian Bejo pun membantu ibu untuk mencuci priring dan gelas di dapur berserta adiknya yang ke 2 dan ke 3. Selepas Shalat Maghrib Bejo belajar mengaji di Masjid sampai dengan Shalat  Isya dan pulang ke rumah kemudian dilanjutkan dengan kegiatan belajar di temani oleh Ibu dan Bapak sampai dengan jam 9 malam. Masa pendidikan Bejo penuh dengan suka duka dalam mengikuti serangkain Kegiatan Belajarnya selama duduk di bangku Sekolah Dasar, Sukanya adalah Bejo selalu banyak yang mau bermain dan belajar dengannya. Bejo adalah seorang anak yang rajin, mau belajar serta cekatan dalam segala hal. Dukanya adalah seringkali Bejo menjadi obyek perundungan karena kekurangan fisik yang  dimiliki namun hal ini tidak membuat Bejo menjadi Sakit Hati atau Malas untuk Belajar. Bejo selalu teringat pesan Ibu bahwa “Jika ada yang mengejekmu jangan dilawan tetapi tetap sabar menghadapinya”, jika ingat pesan ini ingin rasanya Bejo melawan terahadap teman-temanya yang selalu mengejeknya. Tibalah saat Bejo duduk di Kelas 6 SD menjadi saat yang menentukan arah dan langkah ke depannya, dengan kemampuan dan daya ingat yang dimiliki si Bejo akhirnya Bejo menerima Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) dan berhasil lulus dari SD serta melanjutkan ke Sekolah Favorit yang ada di Kabupaten yaitu SMPN 1. Alhamdulillah Bejo diterima di kelas 1 I SMPN 1 Karawang, dengan penuh semangat Bejo pun belajar di sekolah tersebut namun ternyata rupanya kelas tempat belajarnya adalah kelas Favorit sampai dengan kelas 3 menyelesaikan pendidikannya di SMPN 1 karena banyak siswa-siswanya melanjutkan pendidikan ke SMA di luar Kabupaten dengan Raihan NEM yang tertinggi untuk tingkat Kabupaten. Selama sekolah Bejo selalu mendapat dukungan penuh dari Ibu untuk tetap semangat terus dalam belajarnya, dan alhamdulillah di tengah persaingan teman-temannya yang di atas rata-rata masuk berarti di Ranking 20 Besar dari 11 Kelas yang ada SMPN 1. Bejo sadar akan kekurangan yang dimiliki tapi tetap semangat untuk terus melanjutkan pendidikannya ke jenjang pendidikan SMA. Sama seperti remaja lainnya Bejo pun memiliki rasa ingin berbagi kasih sayang dengan lawan jenis namun Ibu Bejo selalu mengingatkan untuk tetap fokus pada belajarnya, ada seseorang yang membuat Bejo selalu teringat akan paras gadis tersebut sambil tersenyum he he he. Terkadang di sela-sela waktunya Bejo diam-diam selalu menulis surat di kolong meja gadis sebagai ungkapan rasa akan suka atau senangnya dengan gadis tersebut. Namun seiring waktu berjalan ternyata hati Bejo serasa bergetar mendapatkan balasan bahwa gadis tersebut ternyata sudah ada yang memilikinya, mengingat hal ini Bejo kembali teringat atas pesan yantg sudah Ibu sampaikan sambil meahan kecewa. Menjelang Ujian Nasional Ibu selalu menyemangati serta mensupport agar Bejo mendapatkan hasil Ujian dengan nilai yang lebih baik, dan alhamdulillah hasil Ujian cukup memuaskan sehingga Bejo dapat melanjutkan sekolahnya di SMA Negeri 2 yang berjarak 13 Km dari rumahnya. Saat bersekolah jika di siang hari Bejo selalu menyempatkan waktu pagi hari membantu mempersiapkan segala kebutuhan baik kedua orangtuanya maupun adik-adiknya, suatu ketika Bapaknya Bejo sedang membangun rumah. Bejo membantu Tukang untuk sekedar membawakan bata, batu, adukkan pasir dan semen, bahkan Bejo sendiri ikut terjun untuk mencangkul adukkan pasir dan semen tersebut. Jika kekurangan Besi atau Kayu tak luput Bejo pun ikut membantu membelikannya walau dengan memikul kayu atau besi dari Kios ke rumahnya yang berjarak kurang lebih 5 Km, bahkan tatkal kedua orang tuanya mengajar Bejo pun mengerjakan pekerjaan di dapur menananak nasi, menggoreng tempe, ikan serta sayuran untuk makan Tukangnya. Jika sudah mendekati jam 11.00 WIB Bejo mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke Sekolah  mengikuti KBM s.d selesai pada jam 17.15 WIB, pergi dan pulang sekolah jarang menggunakan Angkutan Umum selalu menggunakan sepeda BMX yang dicintainya. Bejo selalu teringat pesan dari Ibu ketika Bejo mempunyai perasaan terhadap seorang gadis yang disukainya, sehingga Bejo pun bisa menyelesaikan studinya di SMAN 2. Bejo mendapatkan Beasiswa dari ISTA (Institut Sekolah Tinggi Al-Kamal), Bejo pun berangkat ke Jakarta namun setiba di sana banyak pertimbangan yang Bejo pikirkan dia tidak ingin memberatkan biaya kedua orangtuanya dan memutuskan untuk tidak mengambil kuliah di ISTA dan memilih kursus komputer yang ada di kota nya. 1990 alhamdulillah Bejo diterima di Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) memilih Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, alhamdlillah Bejo beruntung bisa kuliah di sini karena bisa membantu Ibu yang mendapat promosi atau karir menjadi Kepala Sekolah di SD Utama dan setiap hari Bejo selalu mengantarkan Ibu berangkat dulu ke Sekolahnya untuk kemudian Bejo berangkat menuju Kampusnya yang tidak jauh dari Sekolah Ibunya. Ada sebuah kebanggaan bagi Bejo yang selalu menyertai Ibunya ketika berangkat bersama mengantar Ibunya terlebih dahulu ke sekolah yang dilanjutkan dengan perjalanan Bejo menuju  tempat perkuliahannya, namun Bejo rupanya terbawa pengaruh lingkungan sehingga menjelang akhir perkuliahan terlalu aktif dengan kegiatan Beladiri dan Organisasinya sehingga tahun 1996 Bejo pun menyelesaikan perkuliahannya dan di Wisuda. Dan di tahun itu pula Bejo berkenalan dengan seorang gadis tetangga lingkungan atau kampung yang berkuliah di UNISBA Bandung, terjadi perselisihan pendapat antara Ibu dan Bapak kandung Bejo, dimana bapaknya menginginkan Bejo untuk bekerja dahulu sementara Ibu membela Bejo. Hal ini membuat Bejo hati menjadi bergejolak dan mengadukan permasalahannya kepada Alloh SWT melalui Sholat Tahajjud dan mengaji entah surat apa yang di bacanya sambil terisak-isak membaca surat dalam Al-Qur’annya. Dan syukur alhamdulillah kedua orangtua Bejo pun merasa kasihan melihat Bejo menjalani kegiatan tersebut dan akhrnya menyetujui Bejo untuk menikah dengan Gadis tetangga kampung tersebut. Singkat cerita tanggal 14 Oktober 2018 pada jam 04.00 WIB Ibu Bejo mendadak sesak nafas hal ini membuat panik Bapak, adiknya serta Bejo sendiri dengan langkah gugup dan gontai Bejo menelpon adiknya yang bekerja di Rumah Sakit Dewi Sri untuk menyediakan tempat di ruang ICU mengobati sakitnya Ibu Bejo. 4.20 WIB ibu di bawa ke ruang ICU kemudian mendapatkan perawatan dari Dokter Jaga yang ada di ruang ICU, 4.30 dengan menatap langit dan dengan mata yang berkaca-kaca Bejo melihat terakhir kalinya Ibundanya menutup mata untuk selama-lamanya. Mengetahui bahwa ibunda telah meninggal dunia akhirnya Bejo, Bapak dan adiknya segera membawa jasad kembali ke rumah untuk kemudian segera dikebumikan, dan Bejo pun bersyukur lokasi makam ibunda tercintanya di makamkan tak jauh dari rumah kedua oragtuanya. Melalui penggalan kisah ini maka Semahal-mahalnya berlian, masih lebih mahal pengorbanan ibu yang sudah melakukan segalanya untuk anaknya. Kamu pasti tahu bahwa bertambahnya usiamu, maka bertambah tua juga usia ibumu. Dari banyak kesibukan yang kamu punya; sekolah, kuliah, kerja, pacaran, les privat, pergi sama teman-teman sampai jalan-jalan di setiap akhir pekan, jangan pernah lupa bahwa kamu mampu melakukannya sekarang adalah karena apa yang dilakukan ibumu dulu. Jika kamu membaca cerita ini sekarang saat kamu sedang melakukan aktivitasmu, maka hentikan sejenak aktivitasmu untuk berterima kasih pada ibumu. Walau sepele, faktanya masih banyak sekali anak yang tidak berani mengungkapkan rasa terima kasihnya karena merasa malu atau aneh. Padahal, dengan berterima kasih saja, percayalah ibumu akan senang luar biasa! Kamu mungkin belum pernah mengatakannya tapi ibu memang yang selalu ada saat semuanya pergi. Saat kamu bertengkar dengan teman baikmu, saat pacar kamu memutuskanmu, saat guru di sekolahmu terasa sangat keras, ibu selalu ada memantaumu untuk menjagaimu. Dia selalu ada waktu kamu sedih, dia juga selalu ada saat kamu senang. muslie on Unsplash Mandi sendiri, berjalan, memakai sepatu dan baju sendiri, menulis, membaca sampai menghadapi orang lain, semuanya sudah diajarkan untukmu sedari kamu kecil. Ibu tidak pernah bosan mengajarkanmu banyak hal, jadi sudah seharusnya kamu tidak bosan untuk berterima kasih padanya. Phoo by Tanaphong Toochinda on Unsplash Walau lelah karena bekerja, ibu bahkan masih bisa menyiapkan segala keperluanmu. Belum lagi segala macam pesan yang diberikannya agar kamu tetap baik-baik saja. Ibu sama sekali tidak merasa membuang waktunya jika sedang bersamamu, jadi masa kamu lebih memilih menghabiskan banyak waktu dengan smartphone kamu daripada ngobrol dengan ibumu? Saat kamu takut gagal, saat kamu merasa ragu-ragu, saat kamu merasa kamu tidak bisa, ibu yang ada di sampingmu untuk memberimu semangat. Ibu yang mendorongmu menemukan kepercayaan dirimu dan ibu juga yang selalu mendorongmu melakukan yang terbaik. Ibu tidak pernah lelah melakukannya, dia bahkan tidak pernah bosan mengingatkanmu bahwa kamu berharga. Saat kamu berbuat salah, pernahkah ibu menghukummu secara tidak masuk akal sehingga kamu merasa menderita? Sebaliknya, ibu memberimu pengertian bahwa dengan bersalah kamu bisa belajar. Ibu bahkan sudah memaafkanmu jauh sebelum kamu meminta maaf. Mengomel karena guru yang galak, marah karena dikhianati teman, kecewa karena mendapat nilai buruk, semuanya didengarkan ibu tanpa pernah menyuruhmu berhenti bicara. Faktanya, semakin dewasa kamu malah semakin jarang bicara dengan ibumu. Padahal ibumu ingin mendengarkan semua hal tentang harimu dan teman-temanmu, seperti saat kamu kecil dulu. Banyaknya pengaruh dari luar yang menyuruhmu untuk ini dan itu, hanya ibu yang mengingatkanmu untuk tetap menjadi dirimu sendiri. Orang lain yang tidak mengenalmu tidak akan mengambil tanggung jawab apapun jika terjadi sesuatu denganmu, sedangkan ibumu pasti hanya menginginkan segala yang terbaik untukmu. Photo by Roberto Nickson (@g) on Unsplash Bukan mimpi saudara ataupun orang lain, melainkan mimpimu sendiri. Berterima kasihlah karena ibu selalu mendorongmu untuk meraih mimpi. Untuk tidak memaksamu memiliki mimpi yang tidak kamu suka, untuk membuatmu tetap yakin akan mimpimu sendiri, berterima kasihlah untuk semua itu. Sesulit apapun hidup yang dijalani ibumu, tanpa kamu tahu dia sangat berusaha agar kamu tetap mendapatkan asupan gizi yang baik. Ibu bangun jauh lebih pagi dari yang lain untuk menyiapkan makanan. Ibu tidak pernah mengeluh walaupun mungkin dia lelah. Pernahkah kamu memuji masakannya? Atau berterima kasih karena masih selalu disiapkan makanan? Jika belum, mulai sekarang berterima kasihlah. Ibu bahkan dengan sabar menerima keluh kesahmu. Semakin dewasa, ingatlah untuk semakin mengurangi sikap menyebalkanmu, ya. Kamu bisa berterima kasih untuk banyak hal lain yang belum dituliskan di atas. Kamu bisa berterima kasih tanpa alasan pada ibumu. Intinya adalah kamu sebagai anak setidaknya mengucapkan ungkapan terima kasih atas banyak hal yang sudah kamu terima dengan cuma-cuma. Untuk kamu yang sudah tidak bisa bertemu lagi dengan ibu karena usia, kamu masih bisa mengungkapkan terima kasihmu lewat doa. Percayalah, ibumu pasti mendengarnya. Terima kasih Ibuku yang telah membesarkanku, mendidikku, mendukungku serta mendo’akanku.. Semoga Ibu bahagia di Surga … Aamiin

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *