Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka, oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani. Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya. Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi semua proses dan sistem peradilan pidana.
Proses peradilan berawal dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilaku aparatnya yang jauh dari kebaikan. Hukum di Indonesia yang bisa kita lihat saat ini bisa dikatakan sebagai hukum yang carut marut, mengapa? Karena dengan adanya pemberitaan mengenai tindak pidana di televisi, surat kabar, dan media elektronik lainnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hukum di Indonesia carut marut. Banyak sekali kejadian yang menggambarkannya, mulai dari tindak pidana yang diberikan oleh maling sandal hingga maling uang rakyat. Sebenarnya permasalahan hukum di Indonesia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu sistem peradilannya, perangkat hukumnya, inkonsistensi penegakan hukum, intervensi kekuasaan, maupun perlindungan hukum. Hukum Negara ialah aturan bagi negara itu sendiri, bagaimana suatu negara menciptakan keadaan yang relevan,
keadaan yang menentramkan kehidupan sosial masyarakatnya, menghindarkan dari segala bentuk tindak pidana maupun perdata. Namun tidak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberitaan di media masa sungguh tragis. Bahkan dari Hasil survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Sebuah fenomena yang menggambarkan betapa rendahnya wibawa hukum di mata publiK
Masalah utama penegakan hukum di negara-negara berkembang khususnya Indonesia bukanlah pada sistem hukum itu sendiri, melainkan pada kualitas manusia yang menjalankan hukum (penegak hukum). Dengan demikian peranan manusia yang menjalankan hukum itu (penegak hukum) menempati posisi strategis. Masalah transparansi penegak hukum berkaitan erat dengan akuntabilitas kinerja lembaga penegak hukum. Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, telah menetapkan beberapa asas. Asas-asas tersebut mempunyai tujuan, yaitu sebagai pedoman bagi para penyelenggara negara untuk dapat mewujudkan penyelenggara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengan aspirasi masyarakat. Mereka harus dapat berkomunikasi dan mendapatkan pengertian dari golongan sasaran (masyarakat), di samping mampu membawakan atau menjalankan peranan yang dapat diterima oleh mereka. Selain itu, maka golongan panutan harus dapat memanfaatkan unsur-unsur pola tradisional tertentu, sehingga menggairahkan partispasi dari golongan sasaran atau masyarakat luas. Golongan panutan juga harus dapat memilih waktu dan lingkungan yang tepat di dalam memperkenalkan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang baru serta memberikan keteladanan yang baik Namun sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa salah satu penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah masih rendahnya moralitas aparat penegak hukum (hakim, polisi, jaksa dan advokat) serta judicial corruption yang sudah terlanjur mendarah daging sehingga sampai saat ini sulit sekali diberantas. Adanya judicial corruption jelas menyulitkan penegakan hukum di Indonesia karena para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum terlibat dalam praktek korupsi, sehingga sulit diharapkan bisa ikut menciptakan pemerintahan yang baik atau good governance. Penegakan hukum hanya bisa dilakukan apabila lembaga-lembaga hukum (hakim, jaksa, polis dan advokat) bertindak profesional, jujur dan menerapkan prinsip-prinsip good governance. Beberapa permasalahan mengenai penegakan hukum, tentunya tidak dapat terlepas dari kenyataan, bahwa berfungsinya hukum sangatlah tergantung pada hubungan yang serasi antara hukum itu sendiri, penegak hukum, fasilitasnya dan masyarakat yang diaturnya. Kepincangan pada salah satu unsur, tidak menutup kemungkinan akan mengakibatkan bahwa seluruh sistem akan terkena pengaruh negatifnya. 10 Misalnya, kalau hukum tertulis yang mengatur suatu bidang kehidupan tertentu dan bidang-bidang lainnya yang berkaitan berada dalam kepincangan. Maka seluruh lapisan masyarakat akan merasakan akibat pahitnya. Penegak hukum yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas, meliputi: petugas strata atas, menengah dan bawah. Maksudnya adalah sampai sejauhmana petugas harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis yang mencakup ruang lingkup tugasnya. Dalam penegakkan hukum, menurut Soerjono Soekanto sebagaimana dikutip oleh Zainuddin Ali, kemungkinan penegak.
hukum mengahadapi hal-hal sebagai berikut: a) Sampai sejauhmana petugas terikat dengan peraturan yang ada, b) Sampai batas-batas mana petugas berkenan memberikan kebijakan, c) Teladan macam apakah yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat, d) Sampai sejauhmanakah derajat sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada para petugas sehingga memberikan batas-batas yang tegas pada wewenangnyaLemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka Kondisi riil yang terjadi saat ini di Indonesia mengindikasikan adanya kegagalan aparat-aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Kegagalan penegakan hukum secara keseluruhan dapat dilihat dari kondisi ketidakmampuan (unability) dan ketidakmauan (unwillingness) dari aparat penegak hukum itu sendiri. Ketidakmampuan penegakan hukum diakibatkan profesionalisme aparat yang kurang, sedangkan ketidakmauan penegakan hukum berkait masalah KKN (korupsi kolusi dan nepotisme) yang dilakukan oleh aparat hukum sudah menjadi rahasia umum. Terlepas dari dua hal di atas lemahnya penegakan hukum di Indonesia juga dapat kita lihat dari ketidakpuasan masyarakat karena hukum yang nota benenya sebagai wadah untuk mencari keadilan bagi masyarakat, tetapi malah memberikan rasa ketidakadilan. Akhir-akhir ini banyak isu yang sedang hangat-hangat di perbincangkan salah satunya adalah permasalahan korupsi. Kasus ini seakan sudah menjadi tradisi yang mendarah daging di bangsa ini. Penyakit korupsi melanda seluruh lapisan masyarakat bahkan yang menjadi perhatian saat ini adalah para aparat yang seharusnya menjadi penegak dalam kasus ini juga ikut terkait di dalamnya. Salah satu lembaga yang menjadi perhatian adalah lembaga peradilan. Korupsi telah merambat dan mengotori hampir seluruh institusi penegakan hukum kita termasuk lembaga peradilan. Misalnya saja tentang salahnya penegakan hukum di Indonesia seperti saat seseorang mencuri sandal, ia disidang dan didenda hanya karena mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela, menikmati hidup seakan tanpa dosa, karena mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia. Kita ambil contoh Arthalyta Suryani beberatahun lalu, yang menempati ruang tahanan yang terbilang mewah dari tahanan yang lain karena lengkap dengan fasilitas televisi, kulkas, AC, bahkan sampai ruang karokean. Hal ini kemudian memperlihatkan diskriminasi di dalam pemutusan perkara oleh lembaga peradilan kita dimana rakyat miskin yang tidak mempunyai kekuatan financial seakan hukum begitu runcing kepadanya sedang-kan para orangorang yang berduit menganggap hukum itu bisa dibeli bahkan saya anggap bahwa sel tahanan mereka tidak layaklah dikatakan sebagai sel tetapi hotel sementara sedangkan rakyat miskin begitu merasakan yang namanya sel tahanan Hukum di negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap dengan mudahnya, dengan inkonsistensi hukum di Indonesia. Selain lembaga peradilan, ternyata aparat kepolisianpun tidak lepas dari penyelewengan hukum. Misalnya saat terkena tilang polisi lalu lintas, ada beberapa oknum polisi yang mau atau bahkan terkadang minta suap agar kasus ini tidak diperpanjang, polisinya pun mendapatkan keuntungan materi dengan cepat namun salah tempat. Ini merupakan contoh kongkrit di lingkungan kita. Persamaan di hadapan hukum yang selama ini di kampanyekan oleh pemerintah nyatanya tidak berjalan dengan efektif. Hukum yang berlaku sekarang di Indonesia seakan-akan berpihak kepada segelintir orang saja. Supremasi hukum di Indonesia masih harus diperbaiki untuk mendapat kepercayaan masyarakat dan dunia internasional tentunya terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasuskasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. Namun, keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Hukum seakan tajam kebawah namun tumpul keatas. Ini terbukti dengan banyaknya kasus yang terjadi, contohnya saja kasus nenek Minah yang divonis 1,5 bulan penjara karena mencuri tiga buah kakao. Dari segi manapun mencuri memang tidak dibenarkan. Namun, kita juga harus melihat dari sisi kemanusiaan. Betapa tidak adilnya ketika rakyat kecil seperti itu betul-betul ditekan sedangkan para pejabat yang korupsi jutaan bahkan miliaran rupiah bebas begitu saja, walaupun ada yang terjerat hukuman tapi penjaranya bagaikan kamar hotel. Sebenarnya apa yang terjadi dengan lembaga penegak hukum kita, sehingga justice for all (keadilan untuk semua) berubah menjadi justice not for all (keadilan untuk tidak semua negara kita ini seakan tidak memperlihatkan cerminan terhadap kesamaan di depan hukum yang merata kepada semua lapisan masyarakat tetapi terkesan tajam kebawah kepada rakyat miskin tetapi tumpul keatas terhadap mereka yang mempunyai uang. Berbagai kasus terkait dengan penegakan hukum di Indonesia yang sangat memprihatinkan menjadi cambuk atau pukulan telak serta menjadi potret buram bagi kita semua sebagai satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini menjadi ironi tersendiri bagi kita