My Hope
Penulis:
Yelfianita, Kantiono, Harmanta, Silvia Intan Wardani.,Amd keb.,S.Tr.Keb.M.Kes, Suhendra Marzuki Bin H.Mamak, Ahmad Syukron, Semuel, Setia Pribadi, M. Mujtahid Sulthony, Irra Lesmana, Nuryani AH, Warno, M.Pd, Sigit Teguh Yuswanto, Lolita Adhyana Joedo SH, MKn, Dewi Sri, SE., S.Pd.Ing, M.Si.,Ak.,CA. Eko Setiyawan, Aqila Zahra Sahruli, Afiifah Zalfa Ananda, Iftina Izma Rafifa, Cut Qowy Azzuhrah, Sri Rejeki, Nan R Wdj, Risuka Haru, Enni Eka Susanti, S.Pd, Chotimah, S.Ag. S.Pd, M.Pd, Needa Nurrohmah, Gojali
Keinginan Yang Kandas Membawa Kesuksesan
Oleh: Yelfianita
Kusandang tas yang berisi izajah SMP, aku menuju kota untuk melamar sekolah perawat yang kuinginkan sejak dari kecil. Bersama beberapa orang teman, kami menaiki bus umum setelah setengah jam menunggu.
“Apakah sudah lengkap persyaratan untuk kita melamar sekolah nanti kamu bawa?” Salah seorang teman ku bertanya. Kemudian ku jawab “sudah”.
Menyusul teman yang lain juga menjawab “aku juga sudah lengkap”.
Dalam perjalanan dengan saling bercanda kami mengenang kembali masa sekolah ketika SMP. Segala tingkah laku dari teman-teman yang kadang-kadang bikin kesel, semuanya menjadi kenangan yang takkan terlupakan. Sehingga tak terasa sudah satu setengah jam kami menempuh perjalanan, sampai lah kami di kota yang dituju.
Dengan menaiki angkot sekali lagi kami menuju ke lokasi. Sampai ditempat pendaftaran masing-masing sibuk mempersiapkan syarat-syarat yang diminta. Lalu mengisi formulir pendaftaran dan memasukkan persyaratan beserta formulir tadi kedalam sebuah map, kemudian menyerahkannya ke panitia, lalu kami disuruh menunggu karena nanti akan dipanggil untuk mengikuti seleksi berikutnya.
Kami semua berjumlah 4 orang. Satu persatu kami dipanggil untuk mengikuti tahapan berikutnya. Ketika sampai giliranku, ditimbang berat badan, diukur tinggi, menjawab beberapa butir soal dan beberapa pertanyaan yang diutarakan secara langsung yang disebut tes wawancara. Serangkaian kegiatan yang kami lakukan, dapat kami ikuti dengan lancar. Kami semua berharap dan berdoa semoga bisa diterima di sekolah keperawatan yang kami inginkan yang juga merupakan cita-cita dari kecil dan kemauan orangtua kamipun akan terwujud. Dari pengumuman yang kami baca hasilnya bisa lihat setelah satu minggu kemudian.
Sebagai anak tertua dari 6 bersaudara yang terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki , walaupun perempuan aku menjadi harapan bagi orangtua untuk masuk sekolah kejuruan, karena setelah tamat bisa langsung bekerja dan membantu ekonomi keluarga. Dalam keluargaku hanya sang ayah yang bekerja sedang ibuku hanya ibu rumah tangga mengurus dan membesarkan kami dengan kasih sayang. Dengan kesungguhan dan senang hati aku ingin mewujudkan keinginan orangtuaku.
Setelah sampai di rumah ibuku bertanya:
“Bagaimana nak, sudah selesai pendaftarannya tadi?”.
“Sudah Bu” Aku menjawab dengan semangat.
“Tadi ibu bertemu dengan tantemu,” lanjut ibuku berbicara, “katanya kalau kamu mau masuk sekolah jangan hanya satu sekolah saja mendaftarnya”.
maksudnya Bu?” Sambungku dengan wajah kurang paham dengan maksud pembicaraan ibuku.
“Kamu bisa mendaftar ke sekolah kejuruan lain yaitu sekolah keguruan.” Jelas ibuku lagi. Mendengar sekolah yang disebutkan ibu, aku kurang senang karena memang aku tidak menyukai sekolah keguruan tersebut.
Aku menjawab dengan nada kurang senang dan lantang “Aku tidak mau Bu.”
Ibuku berusaha membujuk dan memberi penjelasan, “Kalau kamu mendaftarnya satu sekolah saja, seandainya tidak diterima bagaimana?”
Aku menjawab lagi “kan sudah juga mendaftar di Sekolah Menengah Atas dekat rumah”.
“Maksud Ibu sekolah kejuruan Nak, selain sekolah perawat juga ada sekolah keguruan, yang mana nantinya setelah tamat kamu juga bisa dengan cepat bekerja menjadi seorang guru”, penjelasan ibuku berikutnya.
Aku hanya diam saja tanda ketidaksetujuanku. Tiba-tiba terdengar dari luar ucapan “Assalamualaikum” ternyata ayahku pulang. Serentak aku dan ibuku menjawab “Wa’alaikumsalam”.
Ayahku bertanya, Ada Apa? Karena melihat wajahku yang cemberut. Ibuku memberi penjelasan tentang peristiwa yang terjadi. Ayahku juga memberi pengertian yang sama. Aku tidak berani membantah kata-kata ayah, karena ayah memang ndak suka dibantah. Aku hanya diam saja dan pergi masuk kamar.
Tak berapa lama ibuku memanggil karena ada teman yang datang. Ternyata temanku yang datang adalah teman yang sama-sama mendaftar denganku kemaren dan ternyata dia mengajakku untuk mendaftar ke sekolah keguruan seperti yang ibuku sarankan. Dia juga menjelaskan ada beberapa teman lain yang juga ingin mendaftar ke sekolah sama. Akhirnya dengan rasa terpaksa aku mengiyakan setelah ayahku juga ikut berbicara. Kami berjanji besoknya pergi ke kota untuk mendaftar ke sekolah keguruan, karena pendaftaran tinggal dua hari lagi. Dan kami pun mempersiapkan bahan yang akan dibawa untuk mendaftar besok.
Kembali dengan beberapa orang teman dengan menaiki bus umum kami menuju kota untuk mendaftar ke sekolah keguruan. Sampai dilokasi kami melakukan hal sama seperti hari kemaren, mengisi formulir pendaftaran, menimbang berat dan mengukur tinggi badan serta melakukan tes wawancara sebagai kelengkapan syarat-syarat pendaftaran. Yang mana pengumuman lulus tidaknya bisa dilihat seminggu lagi.
setelah satu minggu aku dan teman-teman pergi melihat pengumuman pertama ku mendaftar di sekolah keperawatan. Satu persatu ku teliti nomor pendaftaran ku. Ku ulang kembali menelitinya karena tidak kutemukan nomor yang kupunya. Dengan penuh kekecewaan ku hampiri teman yang juga ikut mendaftar,
“Bagaimana dengan nomor mu, apakah ada lulus?. “Tidak”, jawab temanku.
Nampak kekecewaan dimata temanku yang juga tidak lulus. Ternyata tak satupun nomor kami tertera pada kertas pengumuman. Dengan perasaan sedih kami pulang membawa kekecewaan tidak diterima di sekolah yang kami inginkan. Sampai di rumah langsung ku katakan,
“Bu, aku tidak lulus”. Ibu ku menjawab, “ Siapa saja yang lulus?”.
“Tak satupun Bu” jawabku. “Aku mau sekolah di SMA saja ya Bu?” ucapku.
“Kenapa, Kan masih ada pengumuman di sekolah keguruan”.
Sambil berlalu ku jawab “Aku tidak suka, Bu “.
Tidak ku hiraukan ibuku memanggil.
Aku keluar karena ada temanku yang datang. Menanyakan jam berapa kami akan berangkat besok pergi melihat pengumuman di sekolah keguruan.
Esok harinya kami berangkat sesuai jam yang sudah disepakati. Sampai ditempat tujuan temanku berebut melihat hasil pengumuman itu. Tapi aku sendiri kurang bersemangat melihatnya, karena aku memang tidak menginginkan lulus di sekolah keguruan. Dari awal aku sudah bertekad seandainya tidak lulus di sekolah keperawatan aku akan masuk ke sekolah umum bukan ke sekolah keguruan.
Dengan berteriak kesenangan teman-temanku mengatakan bahwa kami yang mendaftar sebanyak tujuh orang lulus semuanya. Tapi sikapku biasa saja, dengan rasa yang tidak bisa diartikan. Disatu sisi aku membuat orang tuaku bahagia, disisi lain aku tidak begitu menyukai untuk menjadi seorang guru. Tiba di rumah aku menyampaikan berita gembira tersebut. Sesuai dengan dugaanku orang tua ku begitu senang. Maka aku bertekad untuk mewujudkan keinginan orang tuaku,akan menyelesaikan sekolah sesuai dengan harapannya, karena restu orang tua adalah awal dari sebuah kesuksesan. Rasa syukurku sekarang apa yang menjadi keinginan orang tuaku terwujud dan aku menjalani serta menikmati karirku sebagai seorang guru.
Doa Ibu Adalah Harapanku
Oleh: Kantiono
Pengorbanan seorang ibu begitu besar kepada anak-anaknya. Sejak Sembilan bulan dalam kandungan, sampai akhirnya, kita tumbuh menjadi seperti sekarang ini. Dan, ibu juga tidak pernah mengharapkan atas balasan apa pun dari anak-anaknya. Bahkan, ibu selalu berdoa untuk kebaikan dan juga kesuksesan anak-anaknya. Serta, ibu selalu memberi dukungan akan harapan-harapan yang ingin diraihnya. Selagi harapan itu tidak keluar dari jalur kebenaran. Apakah selama ini kita sudah berbakti kepada ibu? Cerita ini, terjadi beberapa tahun yang lalu.
Tepatnya di daerah pinggiran kota Surabaya. Seorang anak bernama, sebut saja Aan. Ia dari keluarga yang boleh dibilang kalangan bawah, karena orang tuanya adalah seorang nelayan. Dan, pada saat itu, Aan sekolah disalah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN). Di belakang sekolah Aan, terdapat makam umum. Walaupun demikian, Aan dan teman-temannya tidak merasa takut sama sekali. Karena, memang suasana teduh dan rindang. Cocok untuk bermain.
Seperti biasa? Jam istirahat, Aan dan teman-temannya selalu bermain dibelakang sekolahnya, ada yang bermain lompat tali, ada yang main kejar-kejaran, dan sebagainya. Begitulah setiap harinya, Aan dan teman-temannya menjalaninya.
Sampai akhirnya kenaikkan kelas pun tiba. Aan dan teman-temannya senang gembira karena semuanya masuk kekelas berikutnya yaitu, kelas dua (2). Aan dan teman-temannya berlari-lari di halaman sekolah, di belakang sekolah dengan senang hati. Dan, ketika Aan dan teman-temannya sampai di belakang sekolah, Tiba-tiba? Aan dikejutkan dengan adanya seekor ular yang sedang diam melingkar dibebatuan? “Hai teman-teman, lihatlah ada ular?” Teriak Aan kepada teman-temannya.
“Dimana?” Tanya teman-temannya.
“Itu, di bebatuan perbatasan sekolah dengan makam.” Jawab Aan.
Spontan yang lain pun berhenti, mereka semua melihat keberadaan ular tersebut. Melingkar tak bergerak sama sekali. Lalu, Aan dengan iseng melempar ular itu dengan batu bata, buggg…!!! Ular itu pun tersentak kaget karena lemparan Aan terkena pas dibadan bagian perutnya. “Awas Aan,” teriak salah satu temannya.
“Tidak apa-apa, ular itu mau pergi”. Jawab Aan. “Iiih, ngeri….!!!” Kata teman-temanya.
Ular itu menggeliat dan berjalan menjauh masuk ke semak-semak makam. Sampai akhirnya? Bel berbunyi pertanda jam istirahat sudah selasai, Aan dan teman-temannya masuk ke kelas, karena tidak ada jam pelajaran setelah penerimaan rapot kenaikkan kelas. Aan dan teman-temannya masih saja membahas ular tersebut.
“Hai teman-teman, bagaimana keadaan ular tadi ya?” Tanya Aan.
“Kamu sembrono An, kasihan kan?”. Jawab teman-temannya dengan serentak.
“Terus Gimana dong”. Jawab Aan lagi.
“Sudahlah mau gimana lagi, kan sudah terjadi?” Jawab salah satu temannya.
Akhirnya, bel ketiga berbunyi pertanda sekolah sudah waktunya pulang. Semua keluar dari kelas menuju pulang ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah seperti biasa, Aan ganti baju lalu bermain lagi. Beberapa lama kemudian, Aan kembali lagi ke rumah. Dia pulang, karena merasa badannya terasa menggigil. Setelah sampai di rumah ibunya kaget, “Lo kamu kenapa? Kenapa badanmu panas begini?” Tanya si ibu. Aan hanya diam, tidak menjawab karena merasakan badannya yang terasa panas. Lalu si ibu memberikan obat peredah panas, lalu mengompres badannya. Sekali lagi si ibu bertanya,
“Memangnya kamu tadi dari mana? Tidak biasanya kamu bermain sebentar, memangnya kamu tadi main kemana?” Tanya si ibu, mendesak Aan supaya bercerita.
“Begini bu, tadi saya cuma bermain di gang sebelah. Tapi, tiba-tiba badan saya merasa agak demam, jadi saya langsung pulang”. Jawab Aan.
“Makanya kalau pulang sekolah itu jangan langsung main. Sebelum bermain, makan dulu biar tidak masuk angin”. Kata si ibu.
Semakin hari kondisi Aan tidak semakin membaik. Segala cara pengobatan sudah dilakukan oleh kedua orang tuanya, mulai pengobatan medis sampai non medis, tapi semua itu tidak membawakan hasil. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan seterusnya. Kondisi Aan tetap tidak ada perubahan. Ibunya selalu merawat, menjaga dan berdoa untuk kesembuhan Aan. Sudah berbulan-bulan Aan terbaring sakit dan tidak bisa ke sekolah lagi. Ibunya selalu menemani, sambil sesekali ke luar rumah untuk mencarikan obat yang dibutuhkan.
Si ibu merenung, sambil sesekali mengusap air matanya yang berlinang. Dan, tak luput dari itu, terkadang terdengar suara lirih yang keluar dari bibirnya.
“Ya Allah, berilah petunjuk-Mu. Apa yang harus hamba lakukan Ya Allah, untuk kesembuhan anak hamba.” Begitulah kalimat yang ia lantunkan, di tengah-tengah isaknya.
Sampai akhirnya, ditemukan keanehan dibagian tubuh Aan, tepatnya dibagian samping perutnya. Saat diperiksa ibunya, si ibu pun terkejut. Karena di samping perut Aan, terlihat kayak sisik ular yang sedang mengelupas. Akhirnya si ibu bertanya lagi kepada Aan,
“Coba kamu ingat-ingat lagi, kamu pernah melakukan apa? Bagian samping perut kamu kok seperti ini.” Tanya si ibu.
Akhirnya, Aan teringat kejadian saat dia melihat ular itu, dan melemparnya dengan batu bata.
“Iya bu, saya pernah melakukan kesalahan”. Jawab Aan. Akhirnya, Aan menceritakan semua kejadian pada saat ia melihat ular itu dan melemparnya dengan batu bata.
“Ya sudah, kita berdoa saja semoga Allah memberikan kesembuhan ya?” Jawab si ibu.
“Iya bu, harapan Aan juga begitu.” Aamiin. Tanpa berpikir panjang, si ibu memutuskan menghubungi orang yang mengerti hal-hal yang mistik. Dan, kebetulan di daerah situ ada orang yang mengerti hal tersebut. Sehingga, tidak ada kesulitan bagi si ibu menemukannya.
Walaupun, Aan sudah dalam perawatan orang tersebut, tapi si ibu tetap saja sering terlihat termenung, seperti hari-hari sebelumnya. Beliau selalu berdoa dan berharap kepada Allah, untuk kesembuhan anaknya, sambil sesekali terlihat air matanya mengalir tanpa beliau sadari. Bagi beliau kesembuhan anaknya adalah harapan satu-satunya. Sungguh luar biasa pengorbanan seorang ibu kepada anaknya. Siang dan malam, selama hampir satu tahun selalu ada di samping anaknya dan merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Begitu besar pengorbanan seorang ibu kepada anak-anaknya. Apa yang bisa kita lakukan untuk ibu? Dan, bagaimana kita sebagai anak membalasnya? Di sisi lain, ibu juga tidak pernah mengharapkan balasan dari anak-anaknya.
Setelah proses terapi, akhirnya orang tersebut berbicara kepada si ibu. Dalam pembicaraan itu, orang tersebut menyuruh si ibu untuk mencari ikan yang paling besar yang didapatkan dari seorang nelayan, dengan syarat tidak boleh membeli melainkan memintanya. Alhasil, Alhamdulillah, dengan mengutarakan maksud dan tujuannya, seorang nelayan memberikan ikan yang ia dapat untuk si ibu tersebut. Ucapan terima kasih berkali-kali yang diucapkan si ibu kepada nelayan tersebut, terlihat jelas si ibu meneteskan air matanya. Karena, merasa terharu kepada nelayan tersebut, yang dengan kemurahan hatinya memberikan apa yang diharapkan si ibu. Akhirnya, si ibu berlalu untuk kembali pulang.
Setelah di rumah, apa yang disarankan oleh orang yang merawat anaknya, si ibu langsung memasak ikan tersebut. Sampai akhirnya, si ibu selesai memasak dan membagi mana yang harus di makan anaknya, dan mana yang harus dibuang ke tempat dimana anaknya waktu itu melempar ular tersebut. Alhamdulillah, setelah proses itu, semakin hari kondisi Aan semakin membaik, dan bahkan di luar dugaan. Dengan izin Allah, Aan sudah sehat dan bisa bermain kembali.
“Terima kasih Ya Allah Engkau telah memberi petunjuk-Mu melalui keanehan yang menyerupai sisik ular itu dan, memberi kesembuhan untuk anakku.” Doa si ibu.
Sungguh luar biasa pengorbanan seorang ibu. Ibu tidak pernah berhenti menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya pada kita. Dan, apa yang kita raih sekarang ini, semua tidak luput dari peranan seorang ibu. Maka, hormatilah seorang ibu. Sebagaimana firman Allah SWT, di dalam Al-Quran yang artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” – Al-Isra’: 24.
Selesai
Sepatu Vantopel Pak Manager
Oleh: Harmanta
Ketika sayup-sayup Rio dengar alunan suara lagu lawas almarhum Chrisye yang berjudul lilin – lilin kecil di sudut kamar ayahnya dan ketika aku menanyakan tentang lagu tersebut, ayah mengatakan lagu tersebut dirilis pada tahun 1977 dan diciptakan oleh James F Sundah yang menggambarkan tentang seseorang yang mengalami awal kehidupan yang sulit sementara disisi lain ada yang mengalami masa- masa keberhasilan atau kesuksesan pada masa dewasanya. Jika kita perhatikan dengan seksama syair lagu tersebut memiliki pesan moral bagi anak-anak muda agar mempunyai motivasi yang tinggi.Seiring dengan munculnya lagu itu dimasyarakat, Rio mulai memasuki usia sekolah di Sekolah Dasar Negeri 1 yang letaknya kurang lebih 5 kilometer dari rumah Riono yang pada awalnya dia hanya mengikuti abangnya di Sekolah Dasar Negeri tersebut. Rio itulah sebuah nama panggilan dari orang tua dan teman temannya di rumah. Nama lengkapnya adalah Riono Bagaskara, nama yang diberikan oleh kedua orang tuanya. Ayah Riono bilang arti dari namanya itu sebagai anak yang setia, berbelas kasih dan memiliki tantangan dan kepribadian yang luwes sedangkan Bagaskara artinya sang matahari yang bersinar. Mungkin kedua orang tuanya mengharapkan agar Rio menjadi anak yang memiliki sikap setia dan penuh kasih, pribadi yang luwes serta memiliki sifat seperti matahari yang senantiasa bersinar bagi umat manusia.
Kadang dia teringat pada ungkapan seorang pujangga Willian Shakespeare “What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet,” yang kira kira artinya apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi, tetapi bagi orang tuanya nama yang diberikan merupakan sebuah doa dan harapan untuk anak anaknya.
Setelah sebulan berjalan, Rio mengawali masa awal sekolah di Sekolah Dasar Negeri tersebut dengan cukup berat karena harus merasakan masa menyesuaikan diri dengan guru dan teman sekelasnya penuh kesabaran dan waktu. Teman-temannya sangat baik dan rajin belajar sehingga dia ikut terbawa oleh suasana tersebut dan sering setelah jam terakhir masih berkumpul di kelas untuk mengerjakan latihan dari bapak- ibu guru hingga akhirnya dia naik ke kelas dua dan nilainya hanya pas-pasan namun itu patut disyukuri walaupun dia sangat bersedih.
“Rio….janganlah kamu bersedih jika nilai rapormu pas-pasan, masih ada waktu untuk belajar, belajar dan terus belajar,” kata Ibu Yuli wali kelasnya pada saat pengambilan rapor kenaikan kelas.
“Iya bu…” jawab Rio begitu juga nasehat yang dari ayahnya yang masih selalu dia ingat, “Ayah dan ibumu berharap kamu harus rajin belajar, ingat kamu sebagai penerus orang tua dan ayah ibumu hanya lulus Sekolah Menengah Atas kalau bisa kamu harus jadi Sarjana bahkan lebih tinggi lagi nak… dan harus jujur, ulet serta rajin berdoa atau ibadahnya, dalam hal berdoa jika kita mengulang–ulang doa ibarat kayuhan sepeda…. suatu saat nanti pasti membawamu kepada tujuan yang diharapkan dan semoga berhasil ya nak.” Kata kata itu yang selalu muncul dalam benak Rio dan memacunya untuk belajar di sekolah maupun di rumahnya.
Akhirnya Rio menamatkan sekolah di Sekolah Dasarnya dan dia akan melanjutkan ke jenjang selanjutnya di kota Yogyakarta karena diajak pamannya yang semenjak lama menetap di daerah Pugeran Yogyakarta dan Rio sangat sekali karena bisa menuntut ilmu di sebuah kota yang dikenal dengan sebutan kota pelajar itu. Dalam hidup sehari harinya setelah pulang dari sekolahnya, Riono selalu membantu tugas rumah pamannya selain itu dia membantu pamanya melayani pelanggan di warung soto di dekat Pasar Sentul Yogyakarta. Seiring berjalannya waktu Rio menikmati tugas tersebut dan sering mendapatkan uang jajan dari pamannya, hal itu membuat Rio juga ingat pesan kedua orang tuanya sehingga dia selalu menyisihkan uang jajannya karena Rio ingin melanjutkan Kuliah. Di suatu hari paman Rio bertanya kepadanya, “Rio….memangnya setelah SMA nanti mau melanjutkan kuliah dimana?” Aku bingung karena uang tabungan yang selama ini aku sisihkan belum cukup untuk membayar uang masuk kuliah, jika dapat diterima di perguruan tinggi negeri mungkin lebih ringan uang kuliah dan masuknya tetapi jika di swasta akan besar uang kuliahnya.
“Begini paman……saya rencana mau daftar di Universitas Negeri di kota ini.” begitu kata Rio dengan semangat.
Setelah lulus Sekolah Menengah Atas Rio mendaftar di Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan berkat doa serta belajar Rio selama ini Alhamdulillah diterima dan mengambil jurusan Strata 1 Manajemen. Rasanya senang sekali Rio dapat diterima di kampus tersebut. Masa Registrasi Mahasiswa barupun telah dimulai dengan melengkapi segala persyaratan adminitrasi sebagai mahasiswa atau mahasiswi baru dan mengikuti kegiatan masa orientasi pengenalan kampus dan mahasiswa. Tidak terasa oleh semakin berjalannya waktu kegiatan kuliah di kampus itu Rio lalui dengan sangat menyenangkan terlebih selama masa kuliah Rio membuka usaha kecil yaitu angkringan yang sering mangkal 500 meter dari rumah pamannya yang dibuka hampir setiap malam ia melayani pelanggannya yang sebagian besar anak kos atau mahasiswa karena warung soto pamannya sudah tutup sejak Rio kuliah semester 2 karena pamannya meninggal serta warungnya terkena gusur dampak dari proyek dinas pariwisata kota.
Selama menjalani kuliah ada satu kenangan manis yang tak pernah dilupakan dalam kehidupan oleh Rio yaitu sebuah kado hadiah ulang tahun ke 21 nya, kado sepasang sepatu Vantopel hadiah dari seorang teman mahasiswi jurusan Ekonomi, Rosalia Iswiyanti nama gadis itu. Mahasiswi itulah yang 12 tahun kemudian bertemu kembali dengan Rio saat sedang bersama di dalam lift pada sebuah gedung perkantoran Jl. Jendral Sudirman Jakarta untuk mengikuti meeting para staff dan manager marketing dari beberapa anak perusahaan multi nasional yang pabriknya tersebar diberbagai kota di Indonesia.
Sukses Adalah Milik Mereka Yang Bertindak
Oleh: Silvia Intan Wardani.,Amd keb.,S.Tr.Keb.M.Kes
Matahari pulang keperaduannya, siang pun kini berganti petang, birunya langit berganti dengan jingganya senja. Seorang perempuan masih dalam posisi yang sama, duduk masih di teras rumahnya melihat indahnya senja. Dia bernama “Silvia Intan Wardani” tetapi oleh teman dan para sahabatnya kerap dipannggil dengan nama Sisil, seorang penikmat senja, penikmat hujan, dia menyukai segalanya.
Saat malam tiba dan waktunya untuk beristirahat gadis yang bernama Sisil bermimpi dan dikisahkan, setelah memakamkan seorang panglima perang yang gugur dalam perang melawan musuh, sang raja memanggil dua orang prajurit yang sebelumnya menjadi asisten panglima perang tersebut. Raja berkata, “Bersediakah kalian untuk mengantar surat permohonan dukungan kepada Raja Macan agar mereka membantu kita dalam melawan musuh karena kita telah kehilangan panglima perang kita?”
“Kami bersedia Raja,” Jawab kedua prajurit sambil menundukkan kepala sebagai rasa hormat mereka kepada sang raja. “Dalam perjalanan kalian harus berhati-hati karena di luar sana banyak sekali musuh yang sedang mengintai kita. Jangan sampai terjadi hal buruk pada kalian.” Ucap Raja. “Baik Raja.” Jawab keduanya lagi.
“Raja tidak perlu mengkhawatirkan kami karena kami telah terbiasa di medan perang. Kami bisa mengatasi apa pun yang akan terjadi,” sambung seorang prajurit.
“Saya tahu bahwa kalian sering berada di medan perang. Tetapi kalian harus berhati-hati,” sambung raja mengingatkan.
“Siap, Raja,” Jawab kedua prajurit.
“Dua surat ini isinya sama. Masing- masing dari kalian membawa satu surat. Terserah kalian mau berjalan bersama atau sendiri-sendiri.” Saya beri kalian waktu sampai besok sore. Saya harap besok malam saya sudah menerima balasan surat dari Raja Macan,” perintah sang raja.
Kedua prajurit tersebut menyanggupi perintah sang raja. Mereka pun segera menjalankan perintah sang raja begitu menerima surat yang akan dikirim. Mereka mengatur rencana untuk mengirimkan surat saja tersebut. Kedua sepakat untuk berjalan terpisah agar tidak diketahui oleh musuh. Saat malam tiba, asisten kedua memutuskan untuk pergi mengantarkan surat dari rajanya kepada Raja Macan. Ia memilih pergi saat malam hari agar tidak ketahuan oleh musuh. Ia yakin bahwa saat malam, tidak semua musuh berjaga. Jadi, ia bebas lolos sampai di istana Raja Macan lalu kembali dengan selamat. Sementara itu, asisten satu panglima menunggu hingga esok hari baru berangkat. Malam hari itu ia ingin beristirahat terlebih dahulu. Keesokan sorenya, asisten dua panglima telah kembali dan membawa serta surat balasan dari Raja Macan. Ia segera menghadap raja untuk menyerahkan surat balasan tersebut. “Salam, Yang Mulia. Saya telah kembali dan membawa serta surat dari Raja Macan.”
“Terima kasih. Bagaimana kamu mampu kembali tepat waktu?” tanya sang Raja sambil membaca surat balasan dari Raja Macan. “Saya pergi ke istana Raja Macan semalam. Saat semua orang dan musuh sedang tidur pulas.” Jawab prajurit. Raja pun mengucapkan terima kasih kepada prajurit dan menyuruhnya kembali ke tempat berjaga.
Dua hari kemudian, lonceng istana berbunyi, pertanda semua prajurit diperintahkan untuk berkumpul di dalam ruang rapat istana untuk bertemu dengan raja. Semua prajurit pun segera menuju ruang rapat istana untuk menghadiri pertemuan tersebut. Setelah semua prajurit berkumpul di dalam ruang rapat istana, sang raja segera memulai pertemuan, “Saudara-saudara, hari ini saya akan memilih dan menunjuk seseorang yang saya anggap sebagai orang yang paling pantas untuk menggantikan mendiang panglima perang kita.”
Seketika, seluruh prajurit saling bertanya tentang siapakah yang akan ditunjuk sebagai penglima. “Melalui pertimbangan yang sangat matang, saya mempercayakan jabatan panglima perang kita kepada prajurit yang sebelumnya menjabat sebagai asisten dua panglima. Ia telah berhasil meyelesaikan tugas untuk mengirim surat permohonan dukungan dari saya kepada Raja Macan untuk membantu kita dalam perang melawan musuh.” Jelas sang raja.
Dari cerita di atas si anak perempuan bernama Sisil, mengingatkan kita bahwa orang yang sukses adalah mereka yang selalu bertindak lebih cepat. Mereka bukan tipe orang yang hanya bisa bicara. Mereka juga bukan membuat rencana. Mereka berani untuk bertindak. Tindakan adalah berawal dari kesuksesan. Tindakan nyata diperlukan untuk meraih keberhasilan. Mereka yang gagal biasanya hanya bisa bicara dan berencana tanpa disertai tindakan nyata. Orang yang sukses umumnya adalah orang yang berani menerima segala konsekuensi, yang baik maupun yang paling pahit. Mereka berani bertindak. Mereka berani mencoba. Mereka juga berani gagal. Orang yang gagal sering diliputi rasa takut. Takut bertindak. Takut memulai. Takut mencoba, dan takut menemui kegagalan atau kepahitan dalam perjalanan kehidupannya. Oleh karena itu, jadilah pribadi yang selalu berani. Berani bertindak, Berani Sukses, Berani mencoba, Berani Memulai dan Berani menerima segala apapun konsekuensinya. Untuk mencapai kesuksesan kita harus berani bertindak dan menerima semua akibat yang mungkin terjadi.
Sesungguhnya, tindakan kita lebih penting dari apa pun. Jika kita memiliki pegetahuan yang luas tetapi tidak berani untuk bertindak, sampai kapan pun kita tidak akan mencapai kesuksesan. Jika kita memiliki kepekaan dalam melihat peluang, tetapi tidak ada tindakan untuk memulai atau mencobanya, maka semuanya akan sia-sia pula. Apapun yang kita inginkan pasti akan terwujud jika ada tindakan nyata, bukan hanya sebatas rencana atau kata-kata. Bertindaklah lebih cepat untuk melakukan apapun dengan sebaik mungkin dengan rasa iklas dan bersyukur. Kesuksesan merupakan hal yang sangat diimpikan oleh semua orang didunia ini, namun terkadang kesuksesan tak selalu mendapat pujian, tak selalu diketahui tak sesuai jalan dan keinginan. Bagi banyak orang, mungkin kesuksesan adalah tujuan dalam meraih cita-cita, dalam bidang pekerjaan, asmara, dan dalam hal lain yang menurut mereka penting. Namun bagi beberapa orang ada yang memandang kesuksesan adalah sebuah hal yang tak perlu diumbar-umbar.
Bagi Sisil kesuksesan adalah saat melihat orang-orang disekitarnya merasa bahagia. Bukan hanya semata-mata mencari pujian, penghargaan, kepopuleran dan yang lainnya itu. Sukses saat bisa membuat orang lain tertawa bahagia karena Sisil, dan melihat orang-orang yang Sisil sayangi berbahagia. Terutama orang tua Sisil, Kakak Sisil, Sahabat dan teman-teman Sisil. Sisil bahagia melihat orang tua Sisil bahagia. Meski Sisil baru bisa memberikan sedikit kebahagian dengan cara yang Sisil bisa. Meski dalam memberikan kebahagian itu Sisil harus mengorbankan keinginan sendiri. Disini Sisil hanya berbagi sedikit cerita, yang mungkin tidak menginspirasi. Hanya saja semoga dapat memberikan sedikit gambaran tentang baiknya keputusan yang telah kita ambil dan apapun keputusan yang sudah kita ambil tidak boleh ada kata-kata penyesalan dan itu harus dijalani dan harus disyukuri.
Anda harus selalu mempertahankan harapan yang ada di dalam diri Anda untuk mengetahui ke mana harus pergi dalam perjalanan hidup kita. Harapan membuat seseorang tahu apa yang harus dilakukan. Selain itu, hasrat untuk hidup yang lebih baik akan menjadi milik mereka yang memiliki harapan tinggi untuk hidupnya. Tentunya harapan ini akan membuat kita lebih cemas, takut dan ragu.
Pesan Moral : selalu berbaktilah kepada orang tua, sayangilah mereka dengan tulus, dan buatlah bangga karena keberhasilan Mu. Dan jadilah anak yang selalu optimis untuk mencapai sebuah cita-cita di masa depan, karena cita- cita bisa tercapai karena tekad dan kerja keras seseorang. Tetaplah berpikir positif dalam menjalani hidup bersyukur dan jangan mudah putus asa.
Sesuatu yang terjadi pada sekitar kita semua itu merupakan perjalanan kehidupan, tetaplah bersemangat ketika gagal, lalu belajarlah dari setiap kegagalan. Bangkitlah dan lakukan dengan lebih baik lagi setelah mengalami kegagalan, karena di balik kegagalan pasti ada kesuksesan.
Menjadikan Krisis Sebagai New Opportunity !
Oleh: Suhendra Marzuki Bin H.Mamak
Masa krisis akibat Pandemi Covid-19 yang telah berjalan lebih dari setahun sejak ditemukan kasus Covid-19 di Wuhan akhir 2019 lalu, telah meluluhlantaka segala sendi ekonomi dan kesehatan dunia, termasuk Indonesia. Kini, Indonesia telah menembus angka lebih dari satu juta kasus Covid-19 sejak 1 Maret 2020 lalu. Belum setahun Covid-19 di Indonesia sudah merenggut lebih dari sejuta manusia Indonesia terpapar dan meninggal karena beragam sebab dan akibat.Dimata pengusaha atau pelaku ekonomi nasional, baik UMKM atau pengusaha besar, kehadiran covid-19 merupakan ancaman besar bagi sendi ekonomi dan kesehatan, banyak project atau pekerjaan menjadi mundur atau bahkan batal karena alasan kesehatan, penecegahan covid19. Tetapi bagi sebagian kecil, masyarakat kreatif Indonesia, justru krisis ini menjadi peluang usaha baru…ya dengan menghadirkan beragam kebutuhan masyarakat disaat pandemi. Apa saja kebutuhan itu? Pelaku industri kreatif harus mampu memanfaatkan peluang di tengah pandemi Covid-19. Kendati perekonomian lesu, kreativitas pebisnis dibidang kreatif harus tetap diasah untuk menyasar pasar baru. Managing Director MP Group Irwadhi Marzuki mengatakan bahwa saat kondisi sedang lesu seperti saat ini, pebisnis kreatif harus menjadikan pandemi sebagai peluang. MP Group merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bisnis periklanan, penerbitan, dan penyelenggara event.
“Ada sebuah harapan baru ditengah ketidakpastian ini. Hanya orang-orang yang tangguh yang menjadikan pandemi Covid-19 ini sebagai sebuah opportunity. Justru ketika kondisi sedang lesu seperti ini, orang yang menyiapkan segala sesuatu saat ini, ketika kondisi sudah normal ke depan, maka tinggal terbang,” ujar Irwadhi melalui keterangan resminya dikutip Minggu (26/7/2020).
Menulis dan menerbitkan buku serta mencetaknya adalah bagian dari sub sektro Industri kreatif di Indonesia. Oleh karenanya dengan menulis, berarti kita telah memanfaatkan peluang krisis menjadi sebuah peluang usaha baru di tengah krisis pandemi covid-19 ini. Gerakan di rumah saja, harusnya bisa memberikan kita manfaat dan menghasilkan karya baru dengan menulis dan berkarya dari rumah. Baik melalui talkshow seperti webinar dan sejenisnya yang menginspirasi kita untuk menulis, menulis, dan menulis.
Ayo menulis, dengan menulis kita mampu berfikir lebih positif, lebih jernih dan lebih tajam, tentunya dengan banyak membaca dan melihat karya orang lain yang sesuai dengan passion kita. Dengan menulis kita juga bisa mennghindari kerumuman, menjaga jarak, tetap memakai masker dan mencuci tangan ketika sedang beraktifitas di luar rumah, seperti mencari inspirasi dipagi hari, menghirup udara segar, jogging dan jalan kaki minimal 8.000 langkah.
Semoga tulisan ini menginspirasi disaat kita terisloasi di rumah atau beraktivitas tanpa harus berkerumun, menjaga jarak dan tetap memakai masker ketika berbicara.
Jadikan peluang usaha baru, dimanapun kamu menemukan masalah dengan memberikan solusi positif sebagai peluangnya!
Selamat akhir pekan, keep safety and healthy !
Suhendra S.Sos, M.Ikom
?
Oleh: Ahmad Syukron
Seuntai mutiara kata, bijak menyapa: “Ma ajmala ad-dunia, lau nasyara al-jami’ al-hubb wa al-shidq” (Betapa indah dunia, jika setiap orang menyebarkan cinta dan kejujuran)
Banyak yang hilang dari budaya luhur bangsa ini. Negeri yang indah dengan keramahan penduduknya, elok bumi pertiwinya, serta nyaman suasana kehidupannya, sepertinya telah kehilangan ruh damai yang menyelimutinya selama ini. Layaknya belantara hijau nan luas dengan pepohonannya yang tumbuh subur, kini terasa tandus karena pepohonannya tercabut satu-persatu. Hutan menjadi gundul dan tanahnya pun menjadi gersang karena zat hara telah hilang. Suatu saat jika terik mentari terus menerpa, bumi terasa sangat panas dan kering, dunia pun terbakar karena tidak ada lagi pelindungnya.
Paragraf tersebut menggambarkan sedikit wajah Indonesia masa kini. Negara yang semula terkenal dengan penduduknya yang ramah, indah pemandangan alamnya, aman dan nyaman kehidupan masyarakatnya, perlahan seperti hilang semuanya. Keramahan penduduknya mulai hilang, dan berganti dengan kegarangan. Pemandangan alam yang indah tidak lagi diimbangi dengan kehidupan yang harmonis, dan keadaan yang semula aman dan nyaman mulai terusik dengan interaksi yang radikal dan ekstrim. Budaya luhur kita telah luntur dan menipis. Masyarakat menjadi mudah marah dan terprovokasi, perilakunya mulai tidak terkendali, serta logika akal sehat sering diabaikan. Kondisi tersebut tidak saja menerpa masyarakat awam, tetapi juga menyentuh kalangan sarjana dan ilmuan. Lebih detail tentang hal tersebut, kultur Indonesia dengan karakteristik yang istimewa telah dikotori oleh budaya-budaya asing yang masuk dan tidak sesuai dengan ideologi dan falsafah bangsa. Sebagai contoh kultur asing yang bersumber dari ideologi yang dipahami secara ekstrim, rigid, dan eksklusif, telah menyebabkan radikalisme tumbuh di Indonesia. Radikalisme membuat sekelompok masyarakat berperilaku radikal, yang identik dengan kekerasan dan intoleran. Perilaku keras dan intoleran bukan cerminan dari watak bangsa ini. Inilah yang dimaksud dengan budaya luhur bangsa yang hilang. Selanjutnya bukti lain dari hilangnya budaya bangsa kita adalah terkikisnya sikap santun yang dulu sangat identik dengan bangsa Indonesia. Sikap santun dalam ucapan ataupun perbuatan. Sikap santun menjadi perilaku dasar masyarakat Indonesia. Masih terbayang di pelupuk mata, ketika dulu terlihat orang-orang yang lebih muda berjalan berbaris berjajar di belakang mengikuti orang-orang yang lebih tua, dan tidak pernah ada niat untuk mendahuluinya. Kemudian membungkukkan separuh badan sebagai tanda penghormatan, tanpa sedikitpun berniat untuk mendongakkan wajah ke arahnya, dan melirik apalagi menatap bebas dengan penuh kesombongan. Selain itu, mereka juga berbicara dengan bahasa yang halus, suara yang lemah lembut, dan susunan kata yang teratur serta menggunakan bahasa yang pantas dan sopan. Begitu juga dengan guru atau mubaligh yang mengajarkan ilmu dan perilaku. Mereka menyampaikan pesan dengan tangan yang merangkul bukan memukul. Rangkaian kalimat yang membina bukan menghina, senyum merekah yang menghiasi wajah, bukan garang yang menghantar sumpah serapah. Tidak perlu takbir jika hanya ingin meminta orang untuk berhenti maksiat. Tidak harus mengacungkan senjata jika hanya ingin mengajak orang untuk berjuang menegakkan kebenaran. Mereka, guru dan mubaligh zaman dulu memberikan tuntunan dan keteladanan.
Berikutnya interaksi yang dilandasi oleh komunikasi yang guyub dimasyarakat dahulu, tampaknya kini berganti dengan interaksi yang diwarnai dengan saling fitnah dan prasangka pada sesama. Berbagai masalah dihadapi dengan urun rembug, bukan dengan lisan dan tangan yang saling gebug. Rangkaian kalimat bijak didahulukan, bukan pukulan yang mematikan jadi andalan. Semua dapat terkendali, dan dengan baik dapat diselesaikan. Semua mata dapat menyaksikan perbandingan perilaku orang dulu dan sekarang. Sama diberi kebebasan orang dulu masih dapat mengendalikan. Kini, orang sekarang justru bablas mengumbar kebebasan. Orang dulu masih berpikir tentang sesuatu yang hendak dibicarakan, tetapi orang sekarang bermulut nyinyir dan nyaris tidak dapat dikendalikan. Orang dulu tahu tata cara berpakaian yang tidak melanggar batasan-batasan. Tetapi dizaman sekarang tampak orang mengagungkan pakaian keterbukaan dan atau sebaliknya mengenakan pakaian yang menyeramkan sehingga keduanya tampak berlebihan. Dulu di malam hari, anak-anak muda jarang yang berkeliaran. Sedangkan kini, mereka tanpa memikirkan manfaat dan masa depan, dengan semaunya keluar rumah untuk kelayapan. Akhirnya mereka hanyut dan tenggelam di dunia “kegelapan”. Selanjutnya dalam dunia anak, mainan anak zaman dulu yang berasal dari budaya asli bangsa kita yang lebih banyak nilai positifnya, kini beralih pada permainan modern yang bersumber dari gadget yang sangat sulit bagi orang tua untuk mengawasi dan memfilter dampak negatif yang ditimbulkannya. Perubahan perilaku yang ditimbulkannya juga sangat dahsyat. Anak-anak dulu, senang bermain dengan bersosialisasi fisik bertemu dan tertawa bercanda ria, berlari berkejar-kejaran yang menyehatkan badan, bermain dengan permainan tradisional: lompat tali, taplak gunung, gobak sodor, congklak, dampu, benteng, petak umpet, bola bekel, kelereng, ketapel, dan lain sebagainya. Kini, anak-anak bermain game online atau permainan dari aplikasi lainnya dengan gadget sebagai sarana utama yang dilakukan dengan posisi sendirian di dalam kamar, sambil berbaring atau tiduran, yang tentu memiliki dampak sangat buruk bagi kesehatan secara fisik dan psikis. Belum lagi jika konten game online yang bermaterikan kekerasan dan mengandung konten orang dewasa. Hal ini menjadi pekerjaan yang berat untuk para orang tua dizaman modern.
Selanjutnya budaya hidup sederhana juga semakin bergeser dengan gaya hidup mewah. Kita tentu maklum bahwa kehidupan bangsa ini sudah semakin maju, yang tentu berdampak pada variatifnya sumber pendapatan yang membuat orang menjadi cepat kaya dan hidup bergelimang harta. Tetapi dampak buruknya adalah hedonisme yang mendoktrin diri banyak orang yang akhirnya membuat mereka lupa dengan tujuan hidup sebenarnya. Mereka benar-benar memanfaatkan kesempatan dan harta yang mereka punya untuk kesenangan dan kenikmatan dunia, sehingga mereka menjadi lupa bahwa semua kenikamatan itu bersifat sementara dan ada pertanggungjawabannya. Kemudian budaya malu dan takut dosa yang dimiliki oleh bangsa ini juga sudah terkikis. Jika dulu orang sangat berhati-hati dalam bertindak agar jangan sampai menimbulkan rasa malu yang dapat mencoreng wajah diri, keluarga serta keturunan selanjutnya, kini justru sebaliknya. Mereka mengerjakan tindakan yang melampaui batas hukum dan kemanusiaan, tanpa memikirkan dampak buruk bagi diri, keluarga, keturunan, dan orang banyak. Sebagai contoh, untuk memperoleh kedudukan dan jabatan di zaman ini, orang rela, tidak malu, dan tidak takut untuk menjual diri dan harga diri. Mereka rela jika tubuh mereka dikoyak dan harga diri mereka diinjak-injak, asalkan mereka mendapatkan imbalan yang diharapkan. Mereka siap bertingkah seperti anjing yang menggonggong menakut-nakuti dan mencaci-maki orang demi meraih segepok uang dari tuannya. Mereka benar-benar tidak tahu malu dan tidak takut dosa.
Budaya menjaga amanat, kini berganti menjadi khianat. Banyak calon pemimpin bangsa ini yang teguh mempertahankan idealisme mereka saat mereka masih berjuang meraih tujuan. Mereka berteriak dan berjanji untuk siap menjalankan amanat jika diberikan kepercayaan oleh rakyat. Tetapi semua itu berbalik seratus delapan puluh derajat, saat perjuangan mereka berhasil mencapai puncak jabatan yang diinginkan. Mereka lupa dengan janji-janjinya kepada rakyat, padahal mereka digaji oleh rakyat. Bahkan yang lebih kejam dari itu, mereka berani ‘merampok’ uang rakyat. Mereka membabibuta secara berkelompok atau sendiri-sendiri melakukan tindak korupsi yang menghabiskan uang negara yang tentu berasal dari uang rakyat. Tidak ada rasa takut, malu, atau peduli terhadap penderitaan rakyat yang berjuang mati-matian untuk mempertahankan hidup mereka. Jika tikus-tikus ‘got’ hanya mampu menggeroti kotak kayu yang berisi makanan, tetapi tikus-tikus ‘setan’ mampu menggerogoti brangkas-brangkas uang yang terbuat dari besi baja yang sangat tebal sekalipun. Benar-benar telah hilang akal sehat, tertutup dengan nafsu durjana. Manusia-manusia pengkhianat yang terlaknat ! Sekarang perilaku jujur menjadi sangat langka. Perilaku culas dan curang semakin merajalela. Aktifitas memanipulasi data dan berita menjadi hal biasa. Tindakan menyebar hoax diberbagai media seperti pekerjaan utama. Penipu memutar balik fakta, dengan berteriak-teriak, menjadi hoax sebagai fakta, dan memfitnah kebenaran sebagai dusta. Sepertinya mereka lupa bahwa sekuat apapun menutup kebenaran tetap akan muncul di permukaan. Kemudian seerat apapun menyembunyikan bangkai, maka akan tetap tercium busuknya ke segala arah.
Berikutnya kita baru sadar bahwa budaya ‘tunjuk ke dalam’ telah bergeser dengan budaya ‘tunjuk keluar’. Dulu, ketika hendak memberi petunjuk jalan kepada orang lain, masyarakat kita hanya mengarahkan satu jari yaitu ibu jarinya mengarah ke luar dan empat jarinya mengarah ke dalam dirinya. Hal itu tentu memiliki filosofi yang sangat dalam. Masyarakat dulu ketika diminta untuk memberikan saran atau penilaian tentang sesuatu di luar dirinya, hanya seperlunya sesuai kebutuhan. Mereka lebih senang menilai ke dalam tentang kekurangan dirinya. Kini, sebaliknya. Bahkan dapat dikatakan berlebihan. Mereka berbicara lebih banyak, dan berani menilai orang lain dengan seenaknya hingga melebihi permintaan dan kapasitas pengetahuannya. Mereka berani memberikan advis ke siapa saja tanpa peduli dirinya sudah siap atau tidak. Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya bagi bangsa ini adalah toleransi dan hidup saling menghormati. Masyarakat Indonesia yang majemuk tentu memiliki banyak perbedaan suku, agama, dan budaya. Perbedaan-perbedaan itu tentu membuat Indonesia menjadi berwarna. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat disinergikan menjadi satu kekuatan. Sinergitas yng terbentuk tentu dapat memperkokoh persatuan dan stabilitas nasional. Tetapi kini fakta itu menjadi berbeda dengan harapan. Ternyata perbedaan tersebut dijadikan alat pemicu pertikaian. Masing-masing bangga dengan kelompoknya sendiri, dan menganggap orang lain di luar kelompoknya adalah kelas proletar yang tidak perlu dihormati. Truth Claim Absolut (Klaim Kebenaran Mutlak) menjadi milik sendiri, dan siap menjustifikasi kelompok yang berbeda suku, agama, dan budaya. Hal ini tentu telah menggambarkan kematian bagi toleransi dan sikap saling menghormati.
Toleransi antar sesama manusia, antar sesama umat seagama, dan antar sesama umat beragama tampak harus terus digalakkan. Banyak peristiwa yang menggambarkan mati nya toleransi terutama antar umat beragama. Menuduh sesat dan kafir, mengganggu proses berjalannya ibadah orang lain, mengklaim kami masuk surga, dan kalian masuk neraka adalah bukti dari tindakan intoleran yang menyebabkan perpecahan bangsa. Padahal tugas kita hanyalah menghindari kejahatan, dan berbuat sebanyak-banyaknya amal kebaikan. Itu merupakan jalan dakwah yang memberikan kebebasan memilih apakah orang mau terima atau tidak terima ajakan/cara kita, dan sama sekali tidak ada paksaan. Klaim kebenaran dan justifikasi kafir, kufur, serta bagian surga atau neraka tentu yang lebih berhak adalah Allah swt. Kita berprinsip lakum diinukum waliyadiin (untukmu agama dan keyakinanmu, dan untuk agama dan keyakinanku). Perilaku hidup disiplin di negeri ini juga sangat memprihatinkan. Perilaku dispilin mematuhi tata tertib jalan dan berkendaraan, mengantri, menjaga kebersihan, disipilin berbangsa dan bernegara, hingga disiplin dalam hal-hal pribadi dalam lingkungan rumah, kantor dan lain sebagainya. Masyarakat kita masih sangat jauh dari memiliki kesadaran terhadap hal tersebut. Selanjutnya hal yang sangat rendah dimiliki oleh bangsa ini adalah budaya membaca. Berita artikel yang diterbitkan oleh Kemendikbud berdasarkan survey PISA tahun 2015, menyebutkan bahwa Indonesia hanya berada di posisi 64 dari 72 negara yang jadi objek penelitian. Itu artinya bangsa kita masih termasuk ke dalam 10 negara terbawah yang memiliki minat dan kemampuan membaca. Sebagai sebuah Negara yang memiliki harapan untuk menjadi Negara besar maka budaya membaca harus selalu ditingkatkan. Sekarang, beberapa hal yang menjadi pertanyaan saya, mungkin anda, dan kita bersama yaitu: Seberapa besar kontribusi saya, kamu dan kita semua untuk bangsa dan Negara? Apakah dalam menegakkan idealisme yang kita punya, kita harus mengorbankan saudara kita yang tidak berdosa? Apakah rela bumi pertiwi tempat lahir kita, dikoyak-koyak, serta dihancurleburkan hanya untuk membela kepentingan pribadi atau kelompok? Apakah sebuah ideologi yang boleh jadi benar hanya dalam persepsi kita, harus ditegakkan dengan paksa? Apakah dalam memperjuangkan kebenaran menurut persepsi kita harus dengan menghalalkan segala cara? Jawabnya ada pada diri saya, kamu, atau kita masing-masing.
Akhirnya, jika bumi ini adalah ibu pertiwi, maka kita adalah sang durjana yang dengan tidak beradab telah memperkosanya, karena kita telah banyak membuat kerusakan di bumi yang kita pijak ini. Mana bukti cinta kita kepadanya? Cinta tanah air yang dapat dibuktikan dengan berbagai macam tindakan kebaikan dan kebajikan. Cinta yang dilandasi oleh sikap tulus dan ikhlas, serta dipenuhi oleh nilai kejujuran. Tebarkanlah cinta dan kejujuran untuk meraih harapan-harapan yakni terciptanya negara Indonesia yang aman, damai, sejahtera, adil dan makmur.
Cita-cita dan Harapanku
Oleh: Semuel
Saat aku duduk di bangku sekolah, cita-citaku ingin menjadi orang yang berhasil di kemudian hari. Aku bukanlah terlahir dari keluarga yang mapan secara ekonomi, melainkan dari keluarga kurang mampu yang hidup sederhana. Hal ini sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan keluarga yang sanggup memberi harapan untuk masa depan gemilang bagi anak-anaknya. Namun demikian tidak membuat aku berputus asa, bahkan keadaan ini memotivasiku berusaha sekuat tenaga untuk meraih harapanku. Aku berkeyakinan jika kita mempunyai semangat, kerja keras, ulet, sabar, dan tetap berserah diri kepada sang Pencipta, kita pasti dapat meraih masa depan yang cemerlang.
Cita-citaku memang sejak kecil ingin menjadi orang yang sukses dan selalu bersemangat untuk mengikuti pendidikan. Orang tuaku berprofesi sebagai petani yang tinggal di dusun terpencil yang selalu mengandalkan kekuatan tenaga untuk menghidupi aku dan saudaraku yang semuanya berjumlah delapan orang. Aku tetap optimis akan berhasil meraih cita-cita yang aku inginkan. Kehidupan kami yang sangat sederhana, tidak pernah aku melihat kedua orang tuaku mengeluh atau bersedih atas nasib yang kami alami. Hari-hari berlalu bagaikan air yang mengalir tanpa keluh kesah, membuat kami, anak-anaknya tidak pernah berpikir tentang persoalan hidup di hari-hari yang kami jalani.
Aku adalah seorang anak desa, sama seperti anak desa lainnya yang sedesa denganku. Bila waktu senggang aku ikut bermain dengan mereka layaknya seorang anak kecil, berlari, bercanda, dan bernyanyi. Aku sangat bahagia berada di lingkungan yang cukup bersahabat walaupun masih jauh dari keramaian. Inilah yang membuat aku tidak bersedih menghadapi kenyataan hidup serba kekurangan.
Ketika aku masuk sekolah dasar, belum terasa mahalnya biaya pendidikan. Waktu itu orang tuaku hanya mampu membeli pakaian seragam seragam putih merah dan baju pramuka. Sepatu belum bisa orang tuaku siapkan. Syukurlah saat itu pihak sekolah mengizinkan siswa memakai sendal jepit jika tak ada sepatu. Keadaan ini tidak membuatku malas bersekolah. Aku tetap bersemangat, setiap hari pergi ke sekolah walaupun berjalan kaki, yang jaraknya sekitar satu kilo meter dari rumah. Prestasiku saat di SD terbilang cukup baik, di mana selalu berada pada peringkat 1, 2, dan 3. Oleh karena prestasiku baik, aku sering diikutkan lomba mewakili sekolah. Setelah lulus dari bangku Sekolah Dasar aku melanjutkan ke sekolah menengah pertama. Satu-satunya SMP di desaku adalah sekolah menengah pertama berstatus swasta, yang biayanya sedikit lebih tinggi jika dibandingakan dengan sekolah negeri. Mengingat keluargaku hanyalah petani yang berpenghasilan pas-pasan, maka untuk mencukupi kebutuhan sekolah dan makan setiap hari sepulang sekolah aku selalu membantu orang tua bekerja di sawah, juga membantu orang lain yang butuh tenaga agar bisa mendapatkan uang untuk membayar dana komite setiap bulan. Tekadku menjadi orang sukses untuk agar dapat membantu orang tuaku kelak semakin mambara tatkala duduk di bangku SMP. Aku belajar dengan sungguh-sungguh sehingga prestasi belajarku tidak pernah mengecewakan orang tua, waktu tiga tahun kutempuh tanpa kendala yang berarti, semua bisa aku atasi berkat ketekunan dan kerja keras, serta doa kedua orang tuaku. Saat aku di SMP, kakakku duduk di bangku SMA, dan dua adikku duduk di bangku Sekolah Dasar. Aku dan saudaraku tetap bersemangat bersekolah, walaupun kedua orang tuaku harus bekerja keras membanting tulang demi kesuksesan anaknya. Kadang air mata ini menetes saat aku kekurangan pangan. Namun semuanya bisa dilalui dengan doa, harapan masa depan yang lebih baik, tetap bekerja keras, sabar, serta mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa . Setelah berhasil menamatkan pendidikan di SMP. Aku melanjutkan ke SMA Swasta di Kota Palu. Aku bertekad dan belajar dengan sebaik-baiknya agar prestasiku tidak jauh beda ketika di bangku SMP. Berkat ketekunanku dalam belajar, aku pun dapat menyelesaikan jenjang sekolah menengah umum dengan prestasi cemerlang.
Setelah lulus dari SMA, aku mendaftarkan diri masuk perguruan tinggi. Setelah melalui tes dan dinyatakan lulus di Perguruan Tinggi Universita Tadulako pada Program Studi D3 Biologi aku sangat gembira. Berkat dorongan kedua orang tua dan kakakku, aku kuliah. Di sini aku rasakan beban yang sangat berat. Di satu sisi, tekadku sudah bulat untuk menyelesaikan pendidikan. Di sisi lain biaya kuliah mahal, namun kuatnya tekad dan kemauan di dalam dada untuk menjadi orang sukses, akhirnya membuahkan hasil. Akhirnya aku berhasil menyelesaikan studi selama tiga tahun pada Program Diploma Tiga Jurusan Biologi Universitas Tadulako. Aku sangat senang dan lebih membahagiakan setelah lulus, aku langsung diangkat sebagai calon pegawai negeri (CPNS) sebagai Guru SMP. Kedua orang tuaku sangat bangga, bisa melihat anaknya berhasil dan bisa langsung bekerja. Saat itu aku mulai membantu orang tua buat meringankan beban dalam berusaha sehingga mereka dapat hidup layak sebagai seorang petani yang berhasil. Harapanku sejak kecil menjadi sebuah kenyataan saat ini.
Terima kasih kepada Tuhan sang Pencipta yang mengabulkan doa kedua orang tuaku, doaku, dan doa saudara-saudaraku. Berkat doa, kerja keras dan motivasi mereka, aku bisa seperti ini.
Harapan Ku
Oleh: Setia Pribadi
Seperti hari biasanya, pagi ini pun aku lalui dengan kegiatan rutin. Bangun tidur, olahraga sekitar 30 menit, membersihkan rumah, sekitar satu jam. Tidak lupa melakukan olah jari dengan mengetuk ketuk tust piano dan olah vocal dengan menyanyi, sekitar 30 menit. Mandi dan berangkat ke kantor. Aktivitas rutin di kantor pun dilakukan dengan biasa saja. Sampai saat jam pulang. Ada keinginan pada saat pulang ini dapat bertemu dengan seorang yang menarik perhatianku. Aku tidak tau, kenapa tertarik dengan orang ini. Keinginanku pun terasa aneh, hanya sekedar berpapasan saja, tidak lebih dari 3 detik. Itu pun tidak digunakan untuk , mengobrol, bahkan menyapa pun sering kali tidak.Aku teringat kembali, puluhan tahun yang lalu, saat masa masa di Sekolah Menengah Atas (SMA). Saat itu, aku harus berjalan kaki dari rumah sampai ke sekolah. Jarak antara rumah dan sekolah mungkin sekitar 5 km. Aku harus mencari hal hal yang menarik yang dapat aku lakukan supaya tetap semangat untuk berangkat ke sekolah. Salah satunya adalah, “pertemuan” dengan seorang yang menarik perhatianku. Kalau dibilang pertemuan, mungkin berlebihan. Karena itu hanyalah sebuah peristiwa “papasan”. Tapi hal ini sangat berarti buat ku. Betapa rasa gembira melambung tinggi bila pertemuan itu terjadi. Seperti mendapatkan anugerah yang paling berharga dipagi itu.
Berjalan dengan kaki ringan, bersiul-siul, tersenyum sendiri membayangkan pertemuan itu.
Semua perasaan itu, masih bisa ku rasakan apabila membayangkan suasana saat itu. Kejadian itu pun berulang, setelah melewati masa yang sangat lama. Saat ini, di tempat ku, diusia ku yang tidak muda lagi. Aku seperti mengalami de javu. Aneh memang. Aku seperti sedang mendengarkan lagu lama, yang pernah terdengar pada saat masa-masa itu sedang berlangsung.
Akhir dari nostalgia itupun sepertinya juga akan sama. Biarlah harapan itu tetap ada, selama tidak membuat orang lain terganggu dengan harapan ku itu.
Biarlah dia tetap tidak mengerti, bagaimana usaha yang aku lakukan untuk dapat berpapasan dengannya.
Biarlah harapan ku itu tetap menjadi harapan, mana tau itu akan berulang pada kehidupan aku selanjutnya.
Positive Determination
Oleh: M. Mujtahid Sulthony
Ikhtiar dan doa. Bagaikan burung yang terbang dengan kedua sayap sempurna menuju tujuan pendaratan. Aku merenungi bagaimana pergerakan manusia berlandaskan ikhtiar dan doa untuk menggapai harapannya. Semua usaha manusia sebenarnya berdasarkan istilah ikhtiar yang dijelaskan oleh pak Rianto sebagai guru BK di SMA Bondowoso. Catatanku tertulis. “Ikhtiar merupakan sebuah usaha yang seharusnya dilakukan oleh manusia untuk dapat memenuhi segala kebutuhan dalam kehidupannya, baik secara material, emosional, intelektual, spiritual, kesehatan serta masa depan kita. Semua yang dilakukan dengan usaha berdasarkan doa agar tujuan hidup kita dapat sejahtera di dunia maupun akhirat.” Kerja keras bagian dari ikhtiar, tapi belum cukup jika tidak dilaksanakan dengan kerja cerdas. Aku juga merenungi bagaimana suatu kerja cerdas bisa melawan bahkan menghapus permasalahan yang ada di dalam pikiran dan hati, yaitu ‘mental block’. Aku termasuk penderita mental block yang mungkin jenisnya berbeda sendiri dengan permainan kata yang sulit dikendalikan. Kata-kata negatif sangat sering tampak dan terlintas di dalam pikiran dan hatiku. Ini seperti suatu bentuk penindasan yang tidak diketahui pelakunya.Setiap pulang sekolah, aku langsung rebahan di kasur dengan semangat yang mulai padam. Pembantu rumah tanggaku mengetahui keadaanku. Siang ini, ayahku baru pulang dari Situbondo. Aku tidak menyangka kedatangan kata-kata negatif mengganggu kepercayaan diriku. Hal ini terjadi beberapa hari setelah aku berkonsultasi kepada pak Rianto. “Apakah aku harus berkonsultasi lagi dengan guru BK?” Aku lebih memilih pak Rianto, beliau yang paling praktis dalam penanganan psikologi. Tapi, beliau mungkin sibuk dalam satu pekan kedepan. “Ini tidak bisa dibiarkan!” Aku berseru, tanganku langsung mengaktifkan gadget. Tiba-tiba terdengar seseorang yang menyebut namaku. “Tan, bangun!” Ayah berseru, wajahnya serius dan tegas. Badanku langsung berbalik ke pintu kamar. “Barusan bu Fin bilang ke ayah, setiap pulang sekolah Tan seperti tidak punya semangat. Kenapa kamu sekarang, Tan?” ayah kini merespon dengan pemikiran positif. “Aku kena mental block, ayah,” jawab aku apa adanya. Kemudian, ayah medidik aku (bisa berupa perenungan) dengan penjelasan yang tegas. Ayah pernah mengobrol dengan pak Rianto. Ayah ingat petunjuk dari pak Rianto tentang audio afirmasi dengan teknik subliminal. Hal tersebut mampu memprogram ulang pikiran bawah sadar.
Beberapa menit setelah mendengarkan pendidikan, aku mengikuti arahan ayah. Aku membuat ketetapan hati berupa kebulatan tekad, kepercayaan terhadap harapan, perkembangan potensi dan segala penetapan yang bersifat positif bisa dibuat menjadi afirmasi buatan sendiri. Kemudian, aku memasang headset stereo sambil tiduran di atas kasur. Aku mendengarkan audio kiriman dari ayah. Aku memejamkan mata dan memikirkan visualisasi dengan perasaan melawan mental block. Hatiku menyuarakan afirmasi sambil melawan mental block.
“Tan Yazeen, Tan Yazeen!” Suara serak dan asing tersebut terdengar melalui headset secara tiba-tiba. Tapi aku tidak yakin suara ini berasal dari file audio. “Tan Yazeen, bukalah matamu!” Suara asing terdengar lagi dengan perintah mengganggu konsentrasi. Akupun menuruti perintah tersebut. Ketika mataku terbuka, sesosok aneh menempel di langit-langit. Sosok tersebut berwujud bayi telanjang bulat dengan seluruh kulit berlumut. Tangan dan kakinya sudah tua berusia sekitar 90-an tahun. Sosok tersebut menatap aku dengan cemberut, tapi tiba-tiba wajah bayinya berubah menjadi keriput tua sambil menyeringai dengan pipi terbelah. Kepala tersebut tiba-tiba jatuh perlahan seperti terlepas tapi masih menempel dengan tulang leher dan punggung. Ruas-ruas tulang belakang langsung keluar semua dan memanjang supaya kepala mendekati wajahku. Kemudian, sosok tersebut terbakar. Aku ketakutan sampai tidak bisa bersuara. Ternyata api tersebut muncul dari seseorang yang berdiri di dekat pintu kamar. “Zin, ayo keluar dari ruangan ini dan segera tulis afirmasimu!” Ternyata dia pak Rianto memakai setelan jas emas. Setelah keluar dari ruangan, pak Rianto menunjuk tembok batu. Sosok aneh tadi terbelenggu. Aku langsung menulis afirmasi di tembok batu. Setelah selesai tertulis, wajah tembok batu langsung berubah menjadi sorot cahaya. Wajah tembok batu langsung diarahkan ke sosok aneh terbelenggu oleh pak Rianto. Sosok aneh tersebut seketika lenyap bagaikan patung pasir diterpa aliran air. Setelah situasi telah tenang, pak Rianto menyentuh pundakku. “Itu (sosok aneh) manifestasi dari mental block. Mental block itu dari omongan orang di kelasmu. Jangan langsung percaya sama orang lain, bersikap dewasalah, Zin!” beliau kini mengarahkan wajah tembok batu ke wajahku. “Mulai dari sekarang, ini menjadi bagian dari dirimu” Beliau tersenyum. Aku seketika memejamkan mata.
“Tan, bangun!” Aku langsung tersadar. Ayah menatap aku untuk memastikan kondisiku sekarang. Aku terbangun dengan hati dan pikiran yang segar, tidak seperti sebelum aku mendengarkan audio afirmasi. Ternyata, audio afirmasi tersebut berhasil memprogram ulang pikiran bawah sadarku. Ini bisa dikatakan kerja cerdas yang membuahkan hasil. Aku sudah tidak harus berhadapan dengan pak Rianto lagi. Kini, aku dapat menyimpulkan dari pengalaman barusan, bahwa mulai dari sekarang aku harus kuat menggapai harapan dengan mensyukuri segala nikmat yang ada. Ya, aku pasti bisa memiliki pendirian yang kuat.
Satukan Kami Dalam Ridhomu
Oleh: Irra Lesmana
Rendi sekali-kali melirik wanita yang sedang duduk di bangku bengkel Rendi. Terlihat serius sedang bercakap melalui ponsel. Wajah terlihat sangat sejuk pandang. Postur tubuh sesuai sangat ideal.Ya. Rendy adalah seorang mekanik mobil. Rendy membuka jasa service mobil dengan mengontrak sebuah rumah yang halaman terasnya dijadikan bengkel mobil. Rendy sudah mempunyai banyak pelanggan. Pekerjaannya yang sangat bagus membuat orang-orang sering kebengkelnya, atas rekomendasi dari pelanggan setianya. Beni adalah pelanggan setia sekaligus sahabat Rendy. Yang telah merekomendasikan bengkel Rendy kepada wanita yang ada dibengkelnya saat ini.
Syakila Melody nama yang sangat bagus. Ternyata semenjak itu benih-benih cinta mulai merasuki hati Rendy. Dia selalu teringat akan Syakila. Suatu hari dengan memberanikan diri Rendy menanyakan tentang Syakila kepada Beni
“Ben, loe udah kenal Syakila lama?”, tanya Rendy.
“Syakila teman sekolah gw waktu SMA”, ungkap Beni.
“Wah loe naksir Syakila ya rend…?”. Beni dengan cepat langsung tahu apa yang aku rasakan. Karena kami memang sudah bersahabat lama. Jadi sudah paham dengan sifat dan karakter masing-masing.
“Hehehehe, udah punya cowok belum? tanya Rendy.
“Sepertinya belum” jawab Beni yakin.
Rendy laki-laki yang baik hati dan juga sabar. Diusia yang sudah 35 tahun, dia belum juga mendapatkan seorang pendamping hidup. Rendy laki-laki yang pemalu dan minder karena pekerjaannya. Selama ini Rendy berharap dapat menemukan wanita yang mau menerimanya dan mengarahkan kepada hidup yang lebih baik. Walaupun tak terlalu paham tentang agama dengan baik, Rendy selalu taat di dalam beribadah. Penghasilan Rendy sebenarnya lumayan, namun karena tidak ada yang mengaturnya terkadang Rendy sering boros dalam pengeluaran hidupnya. Dengan dukungan Beni, akhirnya aku bisa kenal dekat dengan Syakila. Kini Rendi telah mengenal Syakila dengan baik. Ternyata walaupun masih muda Syakilla, dia mempunyai pola berpikir yang begitu luas dan dewasa. Banyak hal yang aku dapatkan dari apa yang belum aku pahami. Mungkin juga, karena memang Rendi tidak berpendidikan tinggi. Tetapi Syakila tidak pernah memandang Rendi dengan rendah.
Ternyata Syakila sangat religious, dia selalu mengingatkan Rendi untuk sholat. Nasihat tentang keagamaan, serta pengetahuan tentang yang lainnya. Dia pun sangat baik, setiap harinya Rendi selalu melihat kegiatan yang baik dan positif dikehidupannya. Rendi semakin jatuh cinta kepada Syakila. Terima kasih Tuhan kau datangkan wanita yang selama ini aku impikan. Semua yang ada baik fisik dan lainnya yang kuimpikan, tentang kriteria calon istriku. Akhirnya kutemukan dalam diri Syakila. Dengan memberanikan diri dan rasa percaya yang tinggi. Akhirnya Rendy mencoba mengungkapkan perasaannya selama ini kepada Syakila. Harapan yang mungkin terlalu tinggi, Jatuh cinta kepada wanita yang pintar, berpendidikan dan berkelas. Tapi Rendi yakin perasaanku bahwa Syakila wanita yang akan menjadikan aku lebih baik dari saat ini.
Surah An- Nur ayat 26 “Perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula).”
- Adz- Dzariyat ayat 49 yang artinya. “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” Meskipun jodoh sudah ada yang mengatur, sebagai manusia tentu kita tetap harus berusaha untuk menemukan pasangan sebaik-baiknya
Penggalan surah ini selalu menjadi peganggan hidup Rendi. Bahwa Rendi selama ini telah menjadi laki-laki baik. Supaya kelak dapat menemukan seorang perempuan yang baik pula.
Aku berjanji di dalam hatiku, Jika Syakila mau menerima diriku. Rendi akan menjadi suami yang baik, dengan memenuhi kehidupannya tanpa kekurangan apapun. Rendi akan memberikan kasih sayang dan kebahagiaan lahir dan bathin untuk dirinya. Serta menjadi Imam yang baik untuk mengarungi sebuah rumah tangga bersamanya. Tak kuduga ternyata Syakila mau menerima Rendi, tapi tidak jadi pacar karena dia bilang takut akan dosa. Dia hanya menginginkan saat ini kita berteman saja. Untuk selanjutnya biarlah semua Tuhan yang menyatukan kita. Cinta dan kasih sayang yang datang dari Tuhan akan lebih abadi. Lagi-lagi jawabnya membuat Rendi terkagum. Walaupun ada sedilkit rasa kecewa. Namun dari sinilah semua perubahan dalam hidup Rendi. Kini semenjak mengenal Syakila Rendi jadi lebih religious. Rendi menjadi pribadi yang baik. Rendi pun menjadi semangat untuk bekerja keras dan menabung. Syakila membawa banyak perubahan yang positif dalam hidup Rendy. Rendy pun jadi semangat untuk membuka bengkelnya di pagi hari. Mulai mengatur keuangannya untuk tidak boros. Menabung yang selama ini jarang terpikirkan olehku. Semua berkat Syakila yang selalu mengingatkan Rendi tentang masa depan yang akan dijalaninya. Apa bila nanti kita berjodoh.
Kini disetiap doa yang dipanjatkan oleh Rendy adalah “Tuhan aku mohon satukanlah hatiku dan Syakilla dengan cinta dan kasih sayang yang datang darimu. Rendi berharap dapat menjadi cinta sejati untuk dirinya.” Semua doa itu akan Rendi panjatkan sampai akhirnya. Rendi dan Syakila benar-benar Tuhan satukan, Dapat membina rumah tangga yang Sakinah, Mawadah dan Warahmah. Inilah Harapan dari seorang pemuda yang telah lama menjomblo dan mengharapkan pasangan hidup yang mau mengarungi mahliga rumah tangga dengan segala kekurangan dan kelebihan pasangannya. Semoga semua itu usaha kerja keras, serta doa yang selalu Rendi panjatkan akan terijabah, dan mendapatkan ridho-Nya.
My Hope
Oleh: Nuryani AH
Hari ini, aku bekerja seharian penuh. Setelah selesai bekerja, aku langsung pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku tergesa-gesa masuk ke dalam dan mandi untuk membersihkan tubuhku yang sudah bau keringat karena beraktivitas. untuk menghilangkan Lelah, aku duduk di teras rumah yang penuh dengan pemandangan indah yang membuat mata dan tubuhku menjadi segar kembali. Aku bersandar di kursi santai seorang diri di beranda rumah.Di atas meja sudah terhidang secangkir kopi tubruk dan cemilan ketela rebus yang menemani soreku. Aku menikamti angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuhku. Angin tersebut membuatku terlena dan menghilangkan rasa capek setelah seharian bekerja. Tanpa ku sadari, aku tertidur pulas. Beberapa saat kemudian, aku tersentak dan kaget oleh bunyi dentuman yang membuyarkan lelapku. Akupun mulai bangkit dan beranjak dari kursi santaiku. Aku berjalan gontai sambil memandang keluar untuk mencari asal bunyi yang membuatku kaget. Ku lihat banyak anak-anak yang bermain di halaman samping rumah. Akupun menghampiri mereka yang sedang bermain. Oh, ternyata itu suara yang berasal dari Meriam bambu karbet. Permainan ini banyak dimainkan oleh anak-anak pada saat bulan suci Ramadhan tiba. Mereka bermain dengan riang dan gembira. Setelah melihat anak-anak yang bermain Meriam bambu karbet, akupun berlalu dan kembali ke kursi santai sambil menikmati hidangan segar yang berasal dari hasil panen kebun di belakang rumah.
Sejenak, aku mulai mengingat kembali beberapa harapan yang ingin aku capai. Pada bulan suci Ramadhan ini, banyak harapan yang ingin aku realisasikan. Aku mulai merefleksi ingatanku kembali, mulai dari harapanku saat masih anak-anak. Banyak sekali harapanku pada masa itu. Alhamdulilah, semua keinginan dan harapanku pada masa anak-anak sudah terealisasi dengan baik pada saat aku dewasa. Semua ini berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, seperti kedua orang tuaku, guruku, serta pihak-pihak yang terkait. Untuk saat ini, ada beberapa harapan yang ingin aku capai yaitu semoga kedua orang tuaku bisa melaksanakan rukun islam yang kelima yaitu menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Aku selalu berdo’a dan bermunajat kepada Allah untuk kedua orangtuaku.
Selain itu, aku terus berusaha dengan mengumpulkan recehan-recehan rupiah sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit. Semua itu aku lakukan demi merealisasikan harapanku untuk kedua orang tuaku yang tercinta. Ada beberapa alternatif yang aku lakukan agar orang tuaku bisa mencium batu Ajar Aswad. Jika mereka tidak bisa naik haji karena menunggu giliran, kedua orang tuaku minimal bisa umrah ke tanah suci Mekah dan beribadah di Baitullah. Namun, harapanku pupus seketika, pada saat aku mendengar kabar yang mengejutkan tentang ayahku. Serangan jantung berulang, membuat ayahku harus menginap di ICU untuk jangka waktu yang begitu lama dalam keadaan koma. Ayahku bertahan dengan oksigen dan infus. Kami sudah berusaha memberikan berbagai pengobatan yang terbaik. Semua itu kami lakukan agar ayah lekas sembuh. Kini, aku dan keluarga hanya bisa berusaha dan berdo’a saja. Harapanku saat ini semoga ayah bisa sadar dari koma, sehat dan dapat beraktivitas kembali dalam kehangatan keluarga. Akan tetapi takdir berkata lain. Pada hari Jum’at yang bertepatan dengan bulan Rajab dan dalam keadaan berpuasa, ayahku menghembuskan napas terakhirnya ketika sedang shalat. Betapa luluh lantah hatiku saat itu. Aku tidak menyangka, begitu cepat ayah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Dalam satu sisi aku sangat kagum kepada ayahku yang taat beribadah tanpa mengenal waktu, tempat, situasi dan kondisi apapun. Beliau meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Aku merasakan kesedihan yang mendalam dan tidak terhingga karena kepergian ayahku yang mendadak. Kepergian ayah membuat hatiku merasa sedih dan penyesalan yang mendalam. Karena pada saat subuh jum’at, ayah sempat menelponku dan bercerita bahwa hari ini beliau mau berpuasa setengah hari. Akupun bercanda dengan pernyataan beliau yang mau puasa setengah hari pada hari jum’at di bulan Rajab.
Ayahku memang terbiasa puasa sunat pada hari Senin dan Kamis. Namun beliau belum pernah mengerjakan puasa di hari jum’at selain di bulan suci Ramadhan. Beliau juga menanyakan kabar aku dan keluarga kecilku apakah sudah shalat subuh atau belum, dan memberikan beraneka nasihat, saran, pesan untuk menjaga ibu dengan baik dan do’a. Beliau juga memintaku agar pulang ke rumahnya hari itu juga, jika sudah selesai bekerja. Karena ada urusan pekerjaan pagi, maka aku berjanji akan pulang sore ke rumah orang tuaku untuk kumpul bareng keluarga. Namun, kepulanganku saat ini bukan untuk melepas rindu, bercanda dan makan bersama keluarga besar. Tetapi pulang dan berkumpul untuk mengantarkan ayahku ke peristirahatan yang terakhir dengan tenang. Hanya do’a yang dapat aku dan keluargaku kirimkan buat ayahku tercinta. Semoga ayah tenang dialam sana, lapangkan kuburan beliau serta semoga ayahku ditempatkan di surga bersama orang-orang yang beriman. Amiin. Tanpa terasa, ada tetesan butiran-butiran bening dan sejuk mengalir diantara kedua pipiku. Semua ini, karena aku mengingat almarhum ayah. Aku ingin membahagiakan kedua orang tuaku, terutama ayahku tercinta. Pada masa beliau masih hidup, aku ingin menaikkan beliau haji. Tetapi kini beliau telah tiada. Maka aku dan keluargaku menghajikan beliau ke tanah suci Mekah sesuai keinginan dan harapanku.
Alhamdulillahirabbil a’lamin, akhirnya harapanku untuk ayah sudah terealisasi walaupun tidak seindah masa ayah masih berada di tengah-tengah keluargaku. Terima kasih ya Allah. Karena atas izin dan rezeki dari Allah, aku bisa menghajikan almarhum ayahku. Dad is the best parent in this world. Best prayers for dad. May father be placed in Allah’s heaven. While breathing, I will send the best prayer to dad. Untuk saat ini, harapan terbesarku adalah membahagiakan dan memberikan yang terbaik untuk ibuku. I love you full for my mum.
Seteguk Harapan untuk Berbagi
Oleh: Warno, M.Pd
Guru MTs Negeri 3 Pati Sejak merebaknya virus corona, sudah jutaan manusia meregang napas. Masyarakat menjadi panik dan ketakutan. Oleh karena itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 diberbagai sektor. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona tersebut.Dampak corona memang sangat dirasakan semua lapisan masyarakat. Termasuk keluargaku yang mata pencariannya adalah hanya berdagang di tempat wisata. Sebelum pandemi covid-19, ayahku dibantu ibuku berjualan di objek wisata Colo, Gunung Muria. Karena pandemi covid-19 di seluruh pelosok negeri, tempat wisata tersebut ditutup. Akibatnya, ayahku harus memutar otak bagaimana caranya agar tetap bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan keluarga.
“Bu, sudah beberapa bulan ini kios kita tutup, tidak lagi bisa berjualan. Jadi, kita tidak mendapatkan penghasilan apa-apa kalau menggantungkan jualan di kios Colo itu,” keluh ayahku.
”Iya, Pak, uang kita tinggal beberapa lembar rupiah, beras juga sudah habis, belum lagi membayar angsuran motor setiap bulannya,” kata ibuku yang sering dipanggil Bu Ijah yang kini sudah berusia 50 tahunan. Namun demikian, ia masih bersemangat membantu ayahku berjualan pakaian di kiosnya sebelum masa pandemi Covid-19.
“Bagaimana kalau kita cari usaha lain agar tetap bisa berjualan, Pak?” kata Bu Ijah berusaha memberikan solusi masalah keuangan yang kini dialaminya.
“Usaha apa, Bu? Kita tidak punya keterampilan apa-apa. Mau bertani kita tak punya lahan, mau nukang kita juga tidak bisa,” kata ayahku.
“Bagaimana kalau kita jualan online saja, Pak?” sahutku sambil memegangi HP sejak tadi.
Meskipun usiaku sudah mendekati 18 tahun, aku masih menyukai bermain game lewat HP. Apalagi, pembelajaran di sekolah dlaksanakan secara daring, sehingga aku lebih banyak di rumah dan bermain game.
“Jualan online? Bagaimana caranya Zal, ayahmu ini tidak paham itu,” kata ayah penasaran atas usulanku itu.
“Begini Yah, aku akan foto semua baju-baju yang ada di kios, lalu aku posting di facebook. Nah, aku yakin banyak orang yang melihat postinganku dan tertarik, kemudian mereka mau membelinya. Kan lumayan, aku bisa dapat tambahan uang jajan dan beli paketan,” kataku meyakinkan ayahnya.
“Kamu tuh, yang kau pikirkan cuma jajan dan paketan melulu,” kata ibu sambil menepuk pundakku hingga HP-ku terjatuh.
“Ah Ibu, bikin Handphone-ku jatuh,” kataku sambil mengambil HP yang jatuh.
“Ayah, ibu yang sangat kusayang, Handphone inilah nantinya yang akan kita gunakan untuk berjualan lewat facebook,” kataku sambil menunjukkan Handphone yang baru saja kuambil dari lantai.
“Oleh karena itu, harus ada pulsa dan paketan internetnya. Biar nanti banyak orang tertarik untuk membeli pakaian yang kita posting itu.” kataku meyakinkan kedua orang tuaku.
“Terserah kaulah Rizal, yang penting barang dagangan kita yang sudah ngendon berbulan-bulan di kios laku terjual dan dapat untung. Masalah promosi difacebook atau di manalah, ayah serahkan sepenuhnya pada kamu!” suruh ayah kepadaku.
“Terus kalau ada yang mau pesan pakaian dari kita, cara pengirimannya bagaimana? Apa kita harus antar sampai rumahnya. Kemudian pembayarannya bagaimana?” tanya ayah yang masih kebingungan rencanaku itu.
“Jangan khawatir, Yah. Kita bisa antar sendiri atau COD-nan kalau pemesannya ada di dalam kota, tetapi kalau berasal dari luar kota, ya kita kirim lewat biro pengiriman paket, dengan ongkos kirim tentunya. Nah, kalau berkaitan dengan pembayaran barang–barang yang telah dipesan bisa lewat transfer atau pembayaran secara langsung, ” jelasku.
“O, begitu, ayah semakin yakin kamu akan berhasil, Rizal. Jadi, kamu yang memasarkannya sedangkan aku dan ibumu yang akan membantu mengemasinya kalau ada yang memesan,” kata ayah yang semakin yakin atas ide yang aku sampaikan.
Keesokan harinya aku memulai rencanaku sebagaimana yang dibicarakan bersama kedua orang tuaku. Aku pergi ke kios yang ada di Colo. Kubuka gembok pintu depan kios yang sudah agak berkarat. Pelan-pelan pintu kios dibuka dan betapa terkejutnya aku melihat seseorang yang tidak kukenal merebahkan badannya bersandar pada almari pakaian di dalam kios itu.
“Masya Allah, siapa kamu? Mengapa kamu berada di sini?
Lewat mana kamu tadi masuk?” tanyaku bersuara tinggi, agak emosi pada sesorang yang badannya agak berbau dan pakaiannya compang-camping. ”Ini orang gila atau orang yang mau berbuat jahat?” pikirku.
Tiba-tiba sosok orang itu bangun dari rebahannya, lalu duduk melihatku dengan pandangan mata yang tajam dengan bulu mata yang tebal. Namun, sosok misterius itu pun hanya diam saja, belum sepatah kata pun terlontar dari mulutnya. Hanya tersenyum sedikit di bibirnya tertutupi kumis yang berantakan. Pandangannya tajam. wajahnya kusam, rambutnya kusut membuatku semakin penasaran.
Aku kembali memberanikan diri bertanya lagi pada sosok misterius tadi dengan berusaha menahan emosiku. Karena merurutku, bagaimanapun dia adalah manusia yang harus tetap dihormati dan dihargai. Bukan karena penampilannya, seseorang dinilai negatif atau berpikiran buruk sangka kepadanya.
“Maaf, Pak, kalau tadi saya agak kasar bicara pada Bapak. Sebetulnya, Bapak ini siapa? Mengapa berada di dalam kios ini?” tanyaku dengan nada rendah dan sambil duduk di depan sosok misterius itu.
Orang itu pun diam terus. Hingga beberapa menit kemudian orang itu mau membuka mulutnya dan berkata agak lirih. “A..a.aku ini Jumadi berasal dari Tulungagung.”
Aku menyodorkan sebotol air mineral di depannya, agar diminumnya, karena kelihatannya dia kehausan.
“Lha, bagaimana Bapak bisa sampai ada di sini?” tanyaku agak heran.
“Aku sebetulnya berada di sini sejak setahun yang lalu, sebelum corona merajalela. Pada saat itu aku ikut rombongan ziarah Wali Songo. Aku merasa ditinggal bus rombonganku saat berziarah di Sunan Kudus. Sesuai rencana yang aku tahu setelah berziarah ke Sunan Kudus rombonganku akan melanjutkan perjalanannya berziarah ke sini, Sunan Muria. Setelah mondar-mandir di Kudus, aku tidak menemukan rombonganku maka kuputuskan menyusul ke sini dengan naik angkot jurusan Colo. Tetapi, ternyata saya cari mulai dari terminal hingga ke mana-mana, rombonganku tidak aku temukan. Waktu itu aku mau kembali ke Tulungagung, tetapi uangku tidak cukup, karena kutinggal di tas yang berada di bus, sedangkan Handphone pun aku tidak punya. Akhirnya, aku hidup di sini sampai sekarang,” Aku yakin Allah pasti tidak akan membiarkanku, karena aku telah diberi hidup pasti diberi rezeki,” tuturnya.
“Mengapa Bapak tidak mau mengambil baju atau celana di sini untuk dipakai?,” kataku penasaran melihat penampilan baju Pak Jumadi yang sudah usang dan compang- camping, tidak layak pakai. Padahal, Pak Jumadi sangat butuh sekali pakaian-pakaian itu untuk dipakai agar tidak dianggap orang gila atau pengemis.
“Kalau aku mengambil baju-bajumu di sini, itu artinya aku mencuri. Aku tidak mau memakai pakaian yang bukan hak milikku. Apalagi makan-makanan hasil mencuri, aku tidak mau melakukan itu. Lebih baik aku seperti ini, buruk di mata orang-orang tetapi indah di mata Allah,” tuturnya.
Aku kagum atas kejujuran dan keteguhan Pak Jumadi untuk tetap menjaga imannya. Memang benar setelah aku cek pakaian-pakaian yang ada di kios ini tak satu pun yang hilang. Bahkan, aku dibantu Pak Jumadi untuk mengambil gambar dan foto-foto baju yang akan kuposting di media sosial. Akhirnya, aku mengajak Pak Jumadi pulang ke rumah orang tuaku. Mereka menerima kehadiran pak Jumadi dengan senang hati, bahkan dianggap seperti keluarga sendiri. Sungguh bahagia bisa berbagi, meskipun dengan orang yang belum jelas kita kenal latar belakangnya.
Hari demi hari semakin banyak pemesanan pakaian secara online. Hal ini tentunya menambah omset penjualan. Sebagian keuntungan aku berikan kepada kedua orang tuaku dan membayar sekolah, serta sebagian lagi aku tabung. Dengan uang tabunganku itulah, suatu saat aku berharap bisa mengantarkan Pak Jumadi bertemu keluarganya di Tulungagung.
Sang Waktu
Oleh: Sigit Teguh Yuswanto
Suatu sore disatu sudut kota Jakarta di awal Oktober 2019 yang tengah diguyur hujan sangat lebat, tampak seorang laki-laki tengah duduk menyendiri di sudut ruangan sebuah kafe, ditemani secangkir kopi espresso dan sebatang rokok yang belum dinyalakan, laki laki itu kalau dilihat dari fisiknya mungkin berumur sekitar 40 tahunan, pandangannya kosong menatap kearah luar kafe menembus kaca memperhatikan hujan yang semakin lama semakin deras seakan dicurahkan begitu saja dari langit. Samar terdengar alunan lagu lembut “nothing gonna change my love for you” yang dinyanyikan oleh Peabo Brison mengisi atmosfir didada sang laki-laki tersebut, akhirnya sebatang rokok Marlboro itu pun dia sulut dan dihisap dalam-dalam memenuhi rongga dada nya.“dimana kamu”….. “dimana kamu”
“semoga sang waktu mempertemukan kita lagi”
Lirih dia berucap, entah siapa yang dimaksud. Sambil menghisap dalam dalam rokok Marlboro nya laki laki itu mengeluarkan sesuatu dari dompetnya, ternyata sebuah foto lama mungkin ada memori dari foto tersebut. Ada panggilan dari Handpone nya.
“Selamat sore Mayor Adrian” Suara dari ujung telepone terdengar hormat
“Selamat sore Kapten Andi”
“ada apa ndi?” jawab si laki laki yang ternyata adalah seorang Mayor bernama Adrian.
“Posisi dimana Mayor? Team call dari Kolonel Achmad Wiranata”
“Saya ada di kafe bengkel, siap menuju base camp” Jawab Mayor Adrian. Laki laki itu bergegas meninggal kan kopi dan mematikan rokok yang belum habis dihisapnya.
Pagi itu disebuah Sekolah Menengah Pertama di suatu daerah di pinggiran Jakarta tahun 1991 sedang dilangsungkan prosesi kelulusan anak anak murid kelas 3 (tiga), semua murid kelas 3 (tiga) harus datang pagi pagi untuk melihat hasil kelulusan dirinya.
“Dri, gimana? Lulus gak?” sapa anton teman sebangkunya dikelas III-D
“lulus Ton, alhamdulillah, kamu bagaimana”
“aku lulus juga dri, alhamdulillah, kamu mau lanjut kemana” tanya Anton yang juga merupakan teman dekat Adrian.
“aku mau ke Sekolah Taruna Nusantara, Ton” jawab Adrian penuh percaya diri.
“Kamu mau lanjut ke SMA mana Ton”
“aku mau ke STM saja dri, biar langsung kerja” jawab Anton, sambil memandang ke atas langit langit ruangan kelas mereka.
Diam sejenak
Tiba tiba masuk kedalam ruangan kelas seorang siswi cantik berparas oriental bermata agak sipit, dengan rambut agak pirang panjang dan bergelombang. Yang membuat Adrian terkejut dan memandang lekat lekat pada sosok tersebut, hatinya berkata dia lah harapan ku (my Hope).
Braaak…..tiba tiba sebuah suara pintu terbuka, mengagetkan Mayor Adrian Permana sekaligus membuyarkan lamunannya,” ada apa Kapten Andi?”
“kita mendapat undangan defile parade Ulang Tahun TNI besok Mayor” ini radiogramnya” sambil menyerahkan sebuah berita radiogram.
“Baiklah kita siapkan team kita Kapten” bergegas dua perwira TNI tersebut melangkah pergi.
Siang hari tanggal 05 Oktober 2019 tepat setelah acara peringatan HUT TNI selesai, Mayor Adrian mendapatkan sebuah informasi melalui WA nya dari nomor yang tidak dikenal, isi whatsapp nya: “ada reuni smp kita tahun 1991 hari ini, datang jika sempat”, lokasi di sebuah rumah makan besar dipinggir Jakarta. Tanpa membuang waktu meluncurlah dia mengendarai Jeep kesayangannya tanpa sempat berganti seragam upacara PDH-1 nya. Dibaca lagi berita WA tersebut, setelah yakin dia melangkahkan kaki menuju pintu masuk rumah makan tersebut dan menghampiri meja informasi dan menyebutkan acara reuni tersebut, segera dia diantar menuju table yang sudah dipesan oleh team panitia reuni, tertera spanduk besar berisi kalimat
“Reuni SMP tahun 1991”.
“haaiii….lihat itu siapa yang datang” sapa Anton teman karibnya dulu mengagetkan seisi ruangan, “Mayor Adrian Permana”. Tetapi pandangan Adrian menyapu seluruh ruangan seakan mencari cari seseorang yang sangat diharapkannya untuk bertemu, tetapi dia tidak menemukan sosok tersebut, yang ditemukannya adalah sebuah foto yang dibingkai dengan kata kata “Rest in Peace Fitriana Dewi” seakan tidak lagi berpijak di bumi dia menghampiri bingkai foto tersebut sambil menangis, apakah ini mimpi burukku, dipeluk erat erat bingkai foto tersebut. Saat ini harapanku adalah engkau tenang Disisi Alloh SWT dan menunggu ku hadir bersamamu. My Hope.
Harapanku Sebagai Penyuluh Antikorupsi
Oleh: Lolita Adhyana Joedo SH, MKn,
Tidak pernah terbersit cita-citaku untuk menjadi Penyuluh Antikorupsi. Namun akhirnya Aku menjadi Penyuluh Antikorupsi. Dimulai tahun 2016 Aku ditugaskan oleh Perusahaan tempatku bekerja untuk mengikuti kegiatan pelatihan Master Camp Penyuluh Antikorupsi, yang diselenggarakan oleh KPK di Yogyakarta. Awalnya Aku ragu apakah setelah mengikuti pelatihan tersebut, Aku dapat mengemban tugas sebagai Penyuluh Antikorupsi yang mengajak orang-orang untuk melakukan perlawanan terhadap korupsi?. Jangankan menyampaikan materi Antikorupsi, berbicara di depan publik saja, Aku tidak percaya diri sehingga selalu grogi, gagap, karena khawatir salah dalam menyampaikan sesuatu. Latar belakang masa kecilku yang mengakibatkan aku sering grogi, kurang percaya diri dan cemas secara berlebihan akibat didikan Ayahku yang sangat keras. Ayah selalu menghukumku bila Aku berbuat salah. Sehingga Aku menjadi pribadi yang khawatir berbuat salah, sehingga Aku khawatir keliru dalam menyampaikan materi Antikorupsi saat melaksanakan tugas sebagai Penyuluh Antikorupsi.Kedua orangtua telah berpulang menghadap Allah SWT di saat usiaku 19 tahun. Dimulai dengan Ayahku yang meninggal dunia terlebih dahulu, lalu lima tahun kemudian Ibuku juga meninggal dunia. Setelah kedua orangtuaku tiada, maka Aku sebagai Anak Sulung bekerja paruh waktu untuk menghidupi Adikku, sambil menyelesaikan kuliahku di Perguruan Tinggi Negeri terkenal. Kehidupan yang keras menempa diriku untuk menjadi pribadi yang tegar, namun masih kurang percaya diri dan mudah cemas khususnya cemas akan masa depanku. Setelah menamatkan Pendidikan Sarjana, Aku bekerja berpindah-pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Hingga akhirnya Aku menjatuhkan pilihan bekerja di Perusahaan Pemerintah hingga sekarang.
Suatu hari di tahun 2016, Perusahaan tempatku bekerja menerima surat permintaan dari KPK, agar menugaskan pegawainya untuk mengikuti kegiatan Master Camp Penyuluh Antikorupsi. Dari sekian ratus pegawai, maka Aku mendapat tugas dari Perusahaan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dari kegiatan Master Camp, maka Aku tahu apa itu Penyuluh Antikorupsi, yaitu seseorang yang memiliki kompetensi (Pengetahuan, Skill dan Attitude) dan mengikuti proses Asesmen Kompetensi sebagai Penyuluh Antikorupsi, dengan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Penyuluh Anti Korupsi. Akhirnya Aku mengikuti proses asesmen /uji kompetensi sebagai Penyuluh Antikorupsi melalui Lembanga Sertifikasi Profesi KPK (LSP KPK), dan dinyatakan kompeten sebagai Penyuluh Antikorupsi. Setelah mendapatkan sertifikat kompetensi sebagai Penyuluh Antikorupsi, maka sebelum Aku mengajak orang lain untuk memiliki sikap Antikorupsi, tentunya Aku harus terlebih dahulu menerapkan nilai-nilai Integritas dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan tempat tinggal maupun di kantor. Nilai-nilai Integritas yang harus diterapkan yaitu Jujur, Peduli, Mandiri, Disiplin, Tanggung Jawab, Sederhana, Kerjakeras, Berani dan Adil. Manfaat yang Aku rasakan dari menjadi Penyuluh Antikorupsi, yaitu menjadi pribadi yang berani menyampaikan pendapat/kebenaran, dan menebar nilai-nilai kebaikan / integritas dengan mengajak orang-orang di sekitarku, untuk berani secara tegas menegur penyimpangan yang terjadi. Misalnya menegur Pengurus atas pengelolaan uang kas arisan tanpa adanya laporan, lalu berani melaporkan penyimpangan dalam proses pengadaan barang/jasa terkait pembengkakan nilai terkait pembelian Alat Tulis Kantor. Aku merasa diriku telah berubah 180 derajat, karena Aku yang dulu pemalu, kurang percaya diri, pencemas, sering gagap dalam menyampaikan pendapat, telah berubah menjadi pribadi yang percaya diri, berani menyampaikan kebenaran dan berani berbicara di hadapan publik. Semoga dengan menjadi Penyuluh Antikorupsi, maka Aku berharap dapat berkontribusi bagi Negara Indonesia melalui upaya pencegahan korupsi, dengan menebarkan nilai-nilai kebaikan / nilai integritas yang selaras dengan ajaran semua agama di muka bumi, yang dapat diimplementasikan kepada lingkungan tempat tinggal maupun perusahaan tempatku bekerja. Namun Aku dan teman-temanku sebagai Para Penyuluh Antikorupsi serta KPK, tentu menyadari bahwa dalam menjalankan peran pencegahan korupsi, tidaklah mudah karena membutuhkan dukungan masyarakat, untuk bersama-sama melakukan gerakan perlawanan terhadap korupsi. Karena dampak korupsi mengakibatkan rusaknya mental, menghancurkan budaya bangsa, dan melemahkan sendi-sendi perekenomian negara. Hal itu sesuai dengan pakta United Nations Convention Against Corruption, yang mana negara-negara di seluruh dunia melakukan gerakan menghapus malapetaka bernama korupsi dari muka bumi, melalui strategi pemberantasan korupsi, melalui tiga cara yaitu :
- Pencegahan, berupa pemberian pengetahuan tentang Antikorupsi
- Penindakan secara hukum.
- Pembenahan sistem (Whistle Blowing System yaitu sistemuru pengaduan / laporan tentang pelanggaran integritas dari masyarakat)
Sebagai penutup maka menjadi Penyuluh Antikorupsi tersimpan harapanku untuk menjadi manusia yang berarti dengan menyadarkan masyarakat terhadap bahaya korupsi, sehinga dapat membantu mencegah korupsi.
Limas Biru
Oleh: Dewi Sri, SE., S.Pd.Ing, M.Si.,Ak.,CA,
“Ayuk…. bangun, yuk,” suara itu membangun tidur siangku. Tiupan angin sepoi-sepoi benar-benar menghanyutkanku. “Tukang mau pinjam uang,” lanjutnya. Oalahhh… pantasan tidak terdengar lagi suara bising ketukan palu dan mesin pemotong keramik. Akupun bergegas bangun dan langsung menarik uang seratus ribu dari dompetku. Di beranda sudah berdiri Mang Joni dengan jaket dan helmnya. Akupun menyerahkan uang berwarna merah itu kepadanya. Ari, si kenek, sudah wangi dan rapi sehabis mandi. Wajahnya begitu cerah. Tampaknya hari ini hari bahagia baginya.“Bagaimana kerja mereka, Tik?” tanyaku pada Mbak Atik. “Yah, begitulah yuk. Mang Joni baru setengah buat bak bunga depan, Ari baru ngenat bagian dalam. Akupun berkeliling memperhatikan hasil kerja mereka hari ini. “Nat Ari banyak yang kopong. Mang Joni mesti segera menyelesaikan pekerjaannya Sabtu ini. Masih banyak yang harus dikerjakan, pintu, keramik depan, pot.” Ujarku. Mbak Atik mengangguk mengerti sembari mengambil sapu membersihkan tempat kerja yang amburadul. Sambil mengumpulkan kayu-kayu dan batu bata yang berserakan, aku merapikan ruangan. Tarrrra…. hanya butuh 15 menit ruangan sudah bersih.
“Ayo kita makan,” kataku sambil mengusap perut yang kosong. Mbak Atik mengangguk sigap meletakkan sapu dan sekop menuju dapur. Akhirnya kegiatan makan malam selesai dilanjutkan evaluasi pekerjaan tukang. Wah… hebat banget kami tampak seperti profesional yang mempersiapkan tempat usaha. Benar-benar dibahas serius. Dari kejauhan terdengar percakapan dari Cek Na, si tukang gosip. Wah… apalagi topik gosip hari ini, ya…
Cinde berada di tengah kota. Tempat ini terkenal dengan pasar Cindenya. Di sebrang tepatnya di tengah jalan Sudirman disitulah terjadi kejadian bersejarah “Lima hari lima malam” peperangan dengan Belanda yang banyak merenggut nyawa pahlawan pejuang kemerdekaan Kota Palembang. Rumah limas biruku berada tidak jauh dari lokasi pasar, di dalam sebuah gang berbentuk U dengan jumlah penduduk lebih kurang 30 kepala keluarga. Secara umum tempat ini sangat tenang dan damai kecuali pada jam-jam tertentu. Akupun tertarik mengamati kegiatan penduduk di gang ini. Pagi hari sekitar jam 5 para tetangga sudah sibuk membuat jualan, jam 8 akan terdengar lagu lawas dari Radio LCBS, jam 10 akan berganti dengan lagu dangdut. Jam 11 para emak-emak yang habis masak akan berkumpul di beranda rumah tukang terpal untuk menjalankan ritual gosip siangnya. Jam 1 sampai 3 semua tenang, mungkin tidur siang. Jam 4 mulai kumpul lagi untuk gosip sore. Well…. benar-benar hidup yang sudah teratur dan nyaman.
Di sebrang Limas biruku berhadapan dengan sisi samping ruko 3 tingkat yang tertulis “ Dilarang jual narkoba”. Waduh… gawat nih. Harapan hidup tenang dan nyaman di Limas Biru mulai limbung. Ini hal yang benar-benar serius. Aku sangat ngeri membayangkan sindikat penjualan narkoba ada di lingkungan baruku, belum lagi “ngelem/ngaibon” dan “togel”. Akupun menepis rasa khawatirku dengan berpikir sejauh tidak menggangguku it’s okay lah. Untuk memperkuat keamanan akupun menelepon Ko Ahai pembuat teralis besi untuk mempertinggi pagar depan. Di beranda atas aku memandangi sekeliling sambil mereka-reka apa yang terjadi. Hahhhh…. capek juga. Ternyata tidak ada surga yang benar-benar surga. Ada saja permasalahannya.
Keesokan paginya persis jam 8 pagi Mang joni dan Ari sudah memulai pekerjaannya. Aku dan Atik mengamatinya dari beranda atas. Besar harapan hari ini mereka dapat menyelesaikan tugasnya karena hari ini adalah hari terakhir mereka. Keramik lantai depan selesai, bak tanaman di depan selesai, disusul merapikan bagian-bagian kecil lainnya. Tepat jam 4 akupun menyelesaikan pembayaran terakhir mereka dilanjutkan sedikit closing speech mengucapkan terima kasih bla…bla…bla. Intinya terima kasih telah mengubah Limas biruku menjadi bangunan yang cantik dan nyaman. Mang Joni dan Aripun pulang, kami berdua bergegas membersihkan pasir dan debu yang masih tertinggal. Kak Ilham datang sambil menunjuk-nunjuk bak tanaman di depan. “Maling kau. Ini maling. Bukan batas tanah kau,” teriaknya emosi. Aku kebingungan apanya yang maling. Jalan masih jauh ada satu meter kedepan. Orang gila ini. “Lihat atap sengnya lebih dari pagar,” sambungnya. Aku langsung mendongak. Emosikupun naik. “Jangan begitu, Kak. Buat apa saya maling tanah sekecil ini di depan rumah saya sendiri. Jangan begitu dengan tetangga,” ujarku. Emosiku hampir saja tidak terkendali kalau si biang kerok itu tidak cepat-cepat masuk ke rumahnya. Benar-benar hari yang tidak menyenangkan. Malam berlalu lama sekali. Di otakku berputar berbagai macam kemungkinan yang akan aku hadapi, dan tentunya alternatif yang dapat kulakukan bila terjadinya. Memang sulit bagi pendatang baru, selalu dijajal dan diuji coba nyalinya.
Minggu saya menginap di rumah saudara perempuan karena ada acara keluarga yang mengharuskan saya menginap disana. Pagi ini kembali kejutan kuterima dari telepon Mbak Atik. Ternyata pagi saat semua sepi Si Biang Kerok beraksi menghancurkan pot bunga. Aku menarik napas panjang sambil mencoba bisa menerima kejadian tersebut. Well… sudah terjadi … Sekarang apa yang dapat dilakukan. Mungkin sudah mulai bergerak. Dalam kegalauan akupun menceritakan ke tetangga saudara perempuanku yang membuka toko mainan anak-anak. Mereka ternyata banyak kenal dengan preman. Terbersik di pikiranku mungkin juga mereka mantan preman sehingga banyak kenal yang begituan. Anyway… fine, fine saja. Senin pagi itupun saya bergegas ke kantor Polsekta Ilir Timur I untuk mencari solusinya. Kantor polsek terlihat sepi hanya ada beberapa mobil dan motor terparkir. Ada beberapa bangunan dengan berbagai tulisan. Akupun menanyakan salah seorang petugas yang kebetulan berpapasan. Sesampai di dalam terdapat seorang pengunjung yang sedang dilayani. Dua orang petugas wanita mempersilahkan duduk.
“Ibu mau melapor?” tanya petugas wanita tersebut. “Tidak, bu. Saya ingin bertanya dan mendiskusikan.” Jawabku singkat.
“Ibu tinggal di daerah mana?” tanya petugas kembali.
“Sungai Pangeran.” Jawabku.
“Oh, panggil Pak Munardi.” Pangkas petugas wanita yang lain. Merekapun terlihat sibuk untuk menghubungi. Tidak berapa lama seorang laki-laki besar tinggi menghampiriku dan memperkenalkan diri sebagai Pak Munardi. Well… nih bapak ramah juga. Jauh dari bayangan menyeramkan. Akupun mulai menjelaskan kejadian yang dialami dengan si Biang Kerok.
“Ok, saya akan ketempat ibu. Ibu naik apa?” tanya Pak Munardi. “Mobil, Pak.” Jawabku singkat.
“Ok, saya ikut dari belakang.” Katanya. Akupun mengangguk dan kamipun ke luar ruangan, menuju kendaraan kami masing-masing.
Sesampai di parkiran, sayapun turun membiarkan Pak Munardi menggunakan motornya untuk masuk ke dalam gang. Dengan ramah beliau mengajak anak-anak di kampung itu untuk berbicara dan berfoto termasuk dengan Mang Lim penjaga malam, sedangkan aku masuk ke rumah dan memberi tahu Mbak Atik tentang kedatangan Pak Munardi tersebut. Mbak Atik terlihat gembira, terurai sudah kegelisahannya. Tak lama kemudian Pak Munardipun menghampiri dan kamipun bercerita panjang lebar dari rencana usaha sampai melanjutkan sekolah S2nya. Menjelang jam 12 Pak Munardi ijin undur diri karena di telepon ada tugas lain. Kedatangan Babinsa kali ini sepertinya hanya berdampak kepada penjaga malam yang terlihat lebih segan, tapi tidak dengan si Biang Kerok.
Keesokan paginya saat kami sedang sibuk mengerjakan laporan kegiatan terdengar suara kedatangan dua orang yang menghampiri si Biang Kerok. Kamipun segera mengintip dari celah tirai jendela. Wah… kejutan… ternyata tetangga penjual mainan anak-anak datang dengan seorang lain yang memakai kopiah. Si Biang Kerok menyambutnya dengan sebutan “Wak” dan sujud. Terlihat orang yang datang tersebut sangat dihormati. Mbak Atik menguping namun saya hanya sedikit yang terdengar. Intinya urusan rumah orang mengapa ikut campur. Setelah kedatangan dua orang tersebut si Biang Kerok baru kelihatan tobat. Pagi-pagi tidak membuka musik besar-besar, Tidak menyapu halaman dan memandangi limas biru kami. Ternyata preman harus ketemu bos preman baru ok. Urusan dengan si Biang Kerok sepertinya terkendali. Pot bunga yang pecah jadi bahan pembicaraan orang kampung yang lalu lalang. Aku akan membiarkannya sampai semua orang tahu perbuatan Biang Kerok itu. Kelak saat hati ini sudah bisa menerima baru kuperbaiki pot bunga itu dan menanaminya dengan bunga-bungaan yang cantik. Harapanku menjadikan Limas Biru ini rumah inspiratif yang dapat membantu mencerdaskan anak-anak bangsa dapat segera jadi kenyataan. Spanduk promosi sudah dipasang, dan mulai berangsur-angsur murid-muridmu masuk untuk belajar. Semoga semua dapat berjalan lancar.
Menjadi Seorang Trainer, Motivator Dan Coach
Oleh: Eko Setiyawan
Aku terlahir dan dibersarkan dari keluarga sederhana disalah satu kota di Sumatera Utara. Walaupun aku berasal dari keluarga yang sederhana, sehari-hari aku menjalani kehidupanku dengan suka cita. Saat ini aku sudah menikah dengan seorang wanita yang sangat pengertian dan sayang denganku. Alhamdulillah aku juga sudah dikaruniai dua orang anak yang cantik dan tampan.Aku berkerja disalah satu perusahaan swasta nasional. Aku adalah seorang karyawan yang setiap hari harus bekerja dengan penuh disiplin, bertanggung jawab dan dan harus mencapai target yang sudah ditentukan perusahaan. Tanpa terasa sudah lebih dari 15 tahun aku menjadi sorang karyawan. Timbul pertanyaan dalam pikiranku apakah aku harus selamanya menjadi seorang karyawan. Sepertinya aku harus berbuat sesuatu untuk merubah kehidupanku.
Suatu hari tanpa sengaja aku melihat sebuah iklan di media sosial tentang pelatihan yang mempelajari ilmu pemberdayaan diri. Pelatihan menjadi seorang trainer, motivator dan coach disalah satu lembaga kursus dan pelatihan. Aku menjadi sangat tertarik sekali, dan muncul dalam benakku wah keren ini kalau aku bisa menjadi seorang trainer, motivator dan coach seperti mereka Entah kenapa tanpa berpikir panjang aku langsung mendaftar pelatihan tersebut. Setelah aku mengikuti pelatihan tersebut ternyata aku menjadi benar-benar sangat menyukainya. Aku merasakan manfaat yang sangat luar biasa dari pelatihan tersebut. Seiring berjalannya waktu, timbul niat dalam hatiku untuk lebih dalam lagi mempelajari ilmu pemberdayaan diri. Keinginanku untuk menjadi seorang trainer, motivator dan coach benar-benar telah merasuki jiwaku. Dalam hati aku berucap dan menguatkan niat untuk melangkah meraih cita-cita dan harapanku yaitu menjadi seorang trainer, motivator dan coach. Walaupun aku sudah belajar di beberapa lembaga kursus dan pelatihan pemberdayaan diri, rasa keingintahuanku dengan ilmu pemberdayaan diri selalu merasa kurang. Sampai suatu hari aku ketemu dengan lembaga yang benama Edu Learning Academy. Aku merasa sangat cocok dan timbul keyakinanku yang lebih kuat lagi. Sepertinya dengan bergabungnya aku di lembaga Edu Learning Academy citaku-citaku untuk menjadi seorang trainer, motivator dan coach akan terwujud.
Di tahun 2021 ini aku memantapkan diri untuk mewujudkan cita-citaku ini, yaitu menjadi seorang trainer, motivator dan coach. Ternyata untuk menjadi seorang trainer, motivator dan coach tidak segampang yang aku pikirkan. Aku perlu banyak belajar, dari orang-orang yang sudah lebih dahulu sukses menjadi sorang trainer, motivator dan coach. Alhamdulillah di Edu Learning Academy aku benar-benar dimbimbing dan di arahkan untuk menjadi seorang trainer, motivator dan coach. Ilmu-ilmu pemberdayaan diri yang diberikan sangat bermanfaat buatku. Aku merasa sangat bersyukur sekali bisa ketemu dengan orang-orang hebat seperti Coach Syahidin dan Coach Gojali serta team mbak Annisa dan mbak Wiwi yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam mewujudkan cita-cita dan harapanku yaitu menjadi seorang trainer, motivator dan coach.
Aku bertekad dalam beberapa bulan kedepan cita-cita dan harapanku segera terwujud menjadi seorang trainer, motivator dan coach yang sukses dan terkenal. Saat ini aku sudah mulai buat kelas pelatihan pemberdayaan diri yang difasilitasi oleh team Edu Learning Academy. Semoga ini menjadi awal yang baik buatku. Terimakasih buat Edu Learning Academy menjadi Best Partner for Best Future. Alhamdulillah anak dan istriku sangat mendukungku menjadi seorang trainer, motivator dan coach. Walau tidak segampang yang aku pikirkan, tetapi doa dan dukungan keluarga menjadi motivasi buatku. Perjalanan masih panjang butuh kerja keras, kedisiplinan dan keuletan, serta harus terus belajar dan mempraktekan apa yang sudah aku dapatkan dari pelatihan pemberdayaan diri. Semoga apa yang kutulisankan ini dapat mejadi inspirasi buat para pembaca yang juga punya keinginan untuk menjadi sorang trainer, motivator dan coach. Sukses buat kita semua, dan sukses juga buat Edu Learning Academy, semoga menjadi salah satu lembaga pelatihan pemberdayaan diri yang yang terbaik di Indonesia. Amin…
Pecinta Alquran Oleh: Aqila Zahra Sahruli “Aku anak yang baik hati. Aku selalu mencintai Al-quran dan sayang Al-quran”, gumamku dalam hati. Di dalam kamar aku termenung sendiri. Meskipun aku sedang belajar Al-quran tapi aku bingung mengapa terjadi seperti ini. Alquran yang setiap hari aku baca telah rusak, halamannya pun ada beberapa yang hilang. “Sayang sekali!” pikirku. Aku menyesali keadaan ini. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Dengan perasaan cemas aku pun keluar kamar dan bilang kepada Ibu. “Ibu Al-quranku sudah rusak, aku tidak tahu kok bisa begini, jadi aku tidak bisa menghafal.” Ibuku masih diam belum menjawab. Aku takut sekali ibuku marah. Perasaanku campur aduk tidak karuan. Ibu akhirnya menatapku dan berkata, “Pakai Al-quran seadanya saja dulu, di kamar sholat kan ada Al-quran lama. Ambil saja!” Ternyata Ibu tidak marah. Aku senang sekali karena tidak seperti yang kubayangkan selama ini.
Azan berkumandang nyaring sekali, pertanda waktu sholat maghrib tiba. Aku dan teman-temanku segera bergegas pergi ke Mushola. Tak sengaja aku melihat tumpukan Alquran yang sudah tua dan usang tak terawat di rak pojok ruangan mushola. Ingin sekali aku membersihkan dan menata rapi tumpukan Alquran itu. Tapi sholat akan dimulai tak mungkin aku lakukan sekarang. Selesai sholat, kuraih satu mushaf Alquran. Kubaca ayat demi ayat surat Yasin dan kuresapi maknanya. “Astaghfirullah!” betapa kagetnya aku. Tanganku gemetar, hampir saja terlepas mushaf Alquran yang kupegang. Sepasang mata yang sayu penuh dengan air mata. Dia menangis meratap minta tolong,“Tolong aku ya! Lihat aku! Apakah kamu tidak kasihan padaku, setiap saat aku rela berkorban untukmu, tapi apa balasanmu padaku? Lihat aku, karena ulahmu aku sudah tak pantas lagi berada di sini.” Aku tertegun, aku merasa bersalah juga. Mushaf Alquran yang malang sudah rusak dan sobek-sobek halamannya. “Kasihan banget kau, akan kuperbaiki nanti waktu sholat Isya saja,” pikirku. Aku bergegas pulang ke rumah. Kutaruh mukenaku di kamar. Tak sengaja mataku tertuju pada suatu benda di atas meja. “Waaah! Apaan nih! Alhamdulillaah!, Alquran baru,” teriakku. Aku langsung menghambur keluar kamar mencari ibu. “Ibu membelikan Alquran baru untukku ya? Terima kasih ya Bu! Aku janji akan menjaga Alquran ini baik-baik,” kataku. “Iya, bagus itu,” jawab Ibu sambil tersenyum. “Bu, aku tadi lihat Alquran di Mushola sudah banyak yang rusak dan usang, kasihan sekali Alqurannya. Aku ingin membantu Pak Ustaz Farid untuk menggantinya dengan yang baru, tapi tidak punya uang. Bu tolong ya, please bangeeet!” pintaku sambil merengek. “Iya boleh” jawab Ibu. Aku pun bersorak, “Hooree! Asyiik! Terima kasih Bu”. Tanpa menunggu jawaban Ibu, aku langsung menuju meja makan untuk makan malam. Kusantap semua makanan yang sudah disiapkan Ibu untukku. Alhamdulillaah! Kenyang perutku.
“Aqila! Sudah waktunya sholat Isya, tidak ke Musholla ta?” tanya Ibu. “Iya Bu. Nih baru ambil mukena,” jawabku. Aku segera bergegas ke Mushola karena ternyata sudah iqomah. Mushola sudah penuh dengan orang yang ingin ikut sholat berjama’ah Isya. Terpaksa aku berada di serambi Musholla bersama beberapa jamaah putri lainnya.
Ketika Musholla sudah agak sepi aku segera menghampiri rak tumpukan Alquran. Aku bersihkan dan kutata rapi sesuai janjiku di waktu Maghrib tadi. Tidak memerlukan waktu lama untuk melakukannya. “Kok belum pulang Aqila? sapa Pak Ustaz Farid. “Iya Pak, ini masih merapikan rak Alquran. Katanya kita harus menjaga dan mencintai Alquran ini dengan baik,” jawabku. “Memang benar Aqila, tapi mencintai Alquran tidak hanya merawatnya saja agar tidak rusak. Yang lebih penting, kita harus mengamalkan isi kandungan Alquran dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai pedoman hidup. Agar hidup manusia tidak salah arah” Pak Ustaz Farid menjelaskan. “Sudah malam, yuk kita pulang!” ajak Pak Ustaz Farid. Kami pun segera pulang. Sambil membaringkan tubuh di kasur, aku berpikir, “Alhamdulillaah! Hari ini aku mendapat pencerahan yang sangat berharga tentang bagaimana mencintai Alquran. Tapi aku punya impian yang lebih tinggi lagi. Aku harus dapat mewujudkannya karena itu juga cita-citaku. Aku harus berusaha”. Jam beker berdering menandakan pukul sembilan malam. Aku sudah tak tahan menahan kantuk. Kupeluk guling teman tidurku.
“Mengapa malam cepat sekali ya? Perasaan, baru sebentar aku tidur. Ternyata sudah shubuh,” pikirku dalam hati. Dengan langkah berat karena masih mengantuk, aku pun pergi ke kamar mandi. Seperti hari biasanya, sensasi air dingin laksana badai salju menyerang tubuhku dan mengejutkan saraf-sarafku. Seperti kilat juga aku lakukan ritual mandi tiap pagi. Setelah ganti baju sudah tak sabar rasanya untuk menggelar sajadah menunaikan ibadah sholat shubuh. Selesai sholat tak lupa kupanjatkan doa, semoga aku diberi rizki yang banyak oleh Allah SWT agar aku bisa membeli Alquran untuk disumbangkan ke Musholla. Makanan sudah siap di meja. Ibu memintaku untuk segera sarapan. “Ibu masak apa hari ini?” tanyaku. “Lihat saja sendiri di meja, Ibu masak apa hari ini, yang penting masakan Ibu hari ini lezaaaat sekali … !” jawab Ibu sambil berlalu. “Bikin penasaran saja ibu ini,” pikirku. “Waaah! Nasi goreng … !” teriakku. Aku suka sekali makan nasi goreng karena memang ini makanan favoritku. Entah kenapa aku tak pernah bosan dengan makanan yang satu ini. Tak butuh waktu lama untuk menghabiskannya. Sebentar saja sudah ludes tanpa satu butir nasi pun tertinggal dipiringku. Puas sekali rasanya. Sudah waktunya pembelajaran daring dimulai. Kubuka WhatsApp grup kelas 4 U1, pasti Bu Nafis guru kelasku sudah mengirim tugas. Benar saja, tugas membuat puisi dengan tema bebas. Aku bingung mau membuat puisi tentang apa. Kutulis saja apa yang ada dipikiranku.
Alquran
Engkau seperti cahaya
Bersinar di langit luas
Menerangi setiap kalbu di bumi
Pengusir kegelapan
Penuntun diri menuju surga Illahi
Takkan kulepas sedetik pun
Hinga akhir nafas
Alquran
Kau milikku
Selalu kubaca setiap kurindu
Agar kau bangga
Karena aku pecintamu
Kutunjukkan puisiku kepada Ibu. “ Wah! Puisi yang sangat indah Aqila,” puji Ibuku. Aku senang dengan pujian Ibuku. Segera kukirim tugasku ke Bu Nafis.
Tak terasa azan Dhuhur telah tiba. Aku berlari menuju Mushola. Karena aku mengantuk selesai sholat aku langsung bergegas pulang tanpa menunggu teman-teman untuk pulang bersama. Sampai di halaman rumah aku melihat seperti ada benda yang bersinar sangat terang menyilaukan mata di dekat pohon. Aku mendekatinya dan muncullah sebuah Alquran Emas yang berhiaskan berlian permata. Alquran itu berkata kepadaku “Wahai Aqila Sang Pecinta Alquran, kau berhak mendapatkanku.” “Aku tidak mengerti, maksudmu apa Alquran Emas?” tanyaku. Aku begitu ketakutan. “Aku akan memberimu sinar cahayaku. Dengan cahayaku kau akan bisa menghafalkan Alquran dalam 5 menit saja,” kata Alquran Emas dengan senang. “Apa? Meng … meng … meng … hafalkan?” tanyaku dengan gugup. “Iya,” kata Alquran Emas menegaskan. Aku langsung terbangun dari tidurku. Rupanya aku barusan bermimpi. “ Yah! Kenapa hanya mimpi? Kirain beneran terjadi,” sesalku. Karena selama ini aku merasa kesulitan setiap menghafal Alquran. Menghafal 5 ayat saja butuh waktu berjam-jam setiap harinya agar aku bisa setor hafalan ke ustdzah pembimbingku di tempat mengaji tahfiz Masjid Jami. Sekarang saja aku baru mau tes hafalan juz 3. “Berapa lama lagi ya aku selesai sampai juz 30?” tanyaku dalam hati. Inilah harapan dan impianku selama ini. Aku ingin menjadi seorang Hafizoh Sang Pecinta Alquran.
Harapanku
Oleh: Afiifah Zalfa Ananda
Seorang anak sedang berlari-lari kesana kemari mengejar seekor kupu-kupu. Anak tersebut berambut panjang dan mengenakan t-shirt berwarna pink ke unguan. Rambutnya terurai panjang diterpa angin. Anak tersebut terhenti saat melihat seorang ibu menghampirinya.“Bu,bolehkah aku menjadi penyanyi cilik?” Anak tersebut bertanya pada ibunya.
“Kenapa tidak Wendy? kamu memiliki suara yg bagus. Kau juga berbakat.” Ucap ibunya sambil tersenyum.
Ya. Anak tersebut bernama Wendy. Wendy melompat kegirangan atas ucapan ibunya itu.
Ibu Wendy tertawa melihat kelakuan anak tunggal nya itu.
***
Setelah makan malam,Wendy masuk ke kamarnya untuk melatih suaranya.
“Aku akan menjadi penyanyi!aku ingin melatih suara ku.” Setelah dipikir-pikir, Wendy menyanyikan lagu The Itsy Bitsy Spider.
“The itsy bitsy spider climbed up the waterspout.
Down came the rain
and washed the spider out.
Out came the sun
and dried up all the rain
and the itsy bitsy spider climbed up the spout again.”
***
Wendy bangun pukul 06.00 pagi. Ia ke dapur untuk mandi. Selesai mandi, ia pergi ke kamarnya untuk mengenakan pakaian seragamnya.
“Aku ingin mencoba club bernyanyi nanti disekolah!”. Didapur sudah ada ayah dan ibunya Wendy.
“Ayah ibu, Wendy ingin masuk les bernyanyi. Apakah boleh?” tanya Wendy.
“Tentu saja nak,kau berbakat. Tentu saja kami setuju.” Ucap ayah nya Wendy.
“Terima kasih ayah!”
***
Satu tahun berlalu, kini Wendy sudah menduduki kelas 1 SMP. Wendy banyak mendapat tawaran untuk bernyanyi di stasiun televisi, dan dia menerimanya. Wendy sudah terkenal sebagai penyanyi cilik. Kedua orang tuanya sangat bangga kepada anak tunggalnya ini. Wendy sungguh bangga teerhadap dirinya sendiri. Harapannya menjadi penyanyi cilik berhasil. Sungguh Membanggakan.
Pesan Moral yang dapat kita ambil dari cerita tersebut adalah, Jika mau berhasil harus ada kerja keras yang akan menantikan hasil kerja kerasmu itu.
Selamat Membaca.
Happy Reading.
Pengalamanku
Oleh: Iftina Izma Rafifa
Pusingnya menggonta-ganti sim-card untuk Handphone: Pada saat pandemi pasti kita sangatlah membutuhkan teknlogi-teknologi yang ada sekarang, salah-satunya adalah Handphone, di dalam pasti ada yang namanya sim-card, dan itu berfungsi untuk membuat Handphone menyala dan memiliki kuota atau internet, tapi pasti kita harus mencari sim-card yang sesuai dengan Handphone kita kan, untuk mencarinya itu pasti sangat sulit, hal itu juga terjadi kepada saya, saya sangat sulit mendapatkan sim-card yang pas untuk Handphone saya, Ini adalah pengalaman saya saat saya sedang bingung untuk memilih sim-card yang pas untuk Handphone saya.Ketika saya memulai pembelajaran jarak jauh saya meminjam Handphone nenek saya yang lama untuk dipakai saat pembelajaran tapi karena sim-card di Handphone nenek saya sudah dilepas dari Handphone jadi Abi saya membelikan sim-card yang baru, ketika memilih sim-card Abi saya juga kebingungan, tapi pada akhirnya Abi memilih yang sim-card simpati, saya mulai menggunakannya, tapi ketika saya memulai pembelajaran jarak jauh, saya sering mengalami gangguan koneksi internet, saya kira gangguan itu hanya berlangsung dalam waktu yang sebentar, lalu pada akhirnya saya memberitahukan masalah ini kepada Abi dan Ummi saya, lalu Abi mencoba mengganti sim-card saya dengan sim-card dari modem yang dulu sempat dipakai keluarga saya, Abi saya mencoba untuk memasukkan sim-card itu ke Handphone saya, ternyata sim-card itu pas, sim-card itu adalah sim-card merek Smartfen yang sepertinya cocok dengan Handphone saya, lalu saya mencoba untuk memakai internet yang ada di sim-card itu, ternyata selama awal-awal saya mencoba sim-card itu, internet yang dikeluarkannya juga sangat lancar, tapi pada akhirnya sim-card itu juga sudah rusak dan tidak berfungsi dengan lancar, maka dari itu saya melaporkan masalah ini kepada Abi dan Ummi saya kembali, menurut Abi saya sim-card itu tidak berfungsi lagi atau rusak karena masa berfungsinya yang sepertinya sudah kadaluarsa atau tidak bisa dipakai lagi. Lalu pada akhirnya Abi saya pun memutuskan untuk membeli sim-card yang baru, tapi Abi saya bingung harus memilih sim-card yang mana, Abi saya mengingat-ingat kembali tentang laporan saya ketika sedang memakai sim-card yang sebelumnya saya pakai yaitu sim-card merek Smartfen, jadi Abi saya membeli sim-card dengan merk itu disebabkan ketika saya memakai sim-card itu internet saya sangatlah lancar pada akhirnya saya mencoba lagi untuk memakai sim-card tersebut jaringan internet di sim-card tersebut sangatlah lancar, pada akhirnya saya memakai terus sim-card itu sampai sekarang
Pengalaman ketika Mendapatkan Pinjaman HP dari Nenek
Pertengahan Maret 2020, Ketika itu sekolah saya sempat diliburkan karena adanya wabah Covid-19, lalu beberapa minggu kemudian sekolah diadakan kembali namun dengan kondisi yang berbeda yaitu belajar secara online. Saat awal-awal sekolah online ketika itu sistem pembelajaran hanya berupa tugas dan melakukan pembelajaran tatap muka secara online diaplikasi zoom atau google meet, saat itu Ummi dan Abi saya masih bekerja di rumah jadi ketika saya sedang melakukan pembelajaran online saya menggunakan internet dari HP Ummi dan Abi saya, lalu beberapa bulan kemudian Ummi dan Abi saya sudah kembali bekerja di kantornya.
Walaupun tidak setiap hari bekerja di kantornya kadang Ummi dan Abi bekerja dari rumah juga, jadi saat Ummi dan Abi ke kantor. Internet yang saya pakai sementara adalah internet yang dipakai dimodem bekas, modem bekas itu tadinya sudah rusak tapi ternyata itu bisa dipakai lagi setelah diperbaiki oleh Abi, pada awalnya modem itu masih lancar ketika saya sedang menggunakannya, tapi beberapa minggu kemudian ketika itu Ummi dan Abi saya sedang bekerja di kantor, jadi saya belajar online melalui google meet secara mandiri. Tiba-tiba internet dari modemnya itu mati dan pada akhirnya saya mencoba untuk memperbaiki modem tersebut, tapi masih belum berhasil, karena di rumah ada bibi (mbak) jadi saya langsung meminjam Handphone bibi saya untuk menelepon Ummi dan Abi. Saat saya menelepon Ummi dan Abi saya disuruh untuk bersiap-siap kerumah Nenek, karena jarak dari rumah saya dan rumah nenek saya dekat jadi saya tidak kehilangan banyak waktu untuk belajar, lalu ketika saya sudah sampai di rumah nenek saya, saya langsung membuka laptop saya dan langsung membuka google meet dan saya juga memakai internet yang ada di nenek, internet yang ada di rumah nenek sangat lancar jadi pembelajaran online saya saat itu sudah tidak kendala lagi. Tapi karena modem yang ada di rumah sudah tidak bisa diperbaiki lagi dan sudah rusak, jadinya saya meminjam Handphone punya nenek yang lama dan sudah tidak dipakai oleh nenek.
Pengalaman Olahraga di dalam rumah:
Karena Indonesia sedang mengalami yang namanya Covid-19 maka dari itu semua orang diwajibkan untuk melakukan kegiatan sehari-hari dirumah salah satu contohnya adalah sekolah dari rumah yang artinya semua kegiatan pembelajaran yang ada di sekolah harus dilakukan dari rumah salah satunya pelajaran Olahraga, mungkin aneh ketika kita harus olahraga di dalam rumah karena memang tidak semua olahraga kita bisa lakukan di rumah, maka dari itu guru-guru olahraga kita pasti membantu kita untuk tetap melakukan olahraga walau di dalam rumah secara online, inilah yang di lakukan guru-guru olahraga di sekolah saya. Beginilah pengalaman saya ketika melakukan olahraga didalam rumah. Awal-awal saya melakukan kegiatan pembelajaran jarak jauh di mata pelajaran olahraga, kami para murid hanya diminta untuk melakukan olahraga senam dan merekamnya lalu dikirim ke guru olahraga, tapi lama kelamaan kami para murid juga diminta untuk memfoto olahraga yang dilakukan kami tapi ini adalah olahraga yang lebih berat yaitu melakukan olahraga badminton atau yang disebut juga olahraga bulu tangkis dan juga melakukan olahraga bola kasti. Tidak hanya itu kami para murid juga harus berlatih olahraga lompat tali atau yang sering disebut Skipping lalu memperlihatkannya ketika pelajaran olahraga dengan menggunakan google meet, dan sebelumnya kami juga harus memulai pemanasan terlebih dahulu agar tidak megalami kram otot ketika sedang melakukan olahraga, lalu dilnajutkan dengan melakukan olahraga Skippping, setelah itu guru olahraga kami menerangkan olahraga apa yang harus kami pelajari dan praktekkan, lalu kami pun mencoba untuk mempaktekkan olahraga tersebut. Tidak hanya itu kami juga di tes satu per satu pada setiap bulannya. Sebenarnya dulu waktu awal-awal Pembelajaran jarak jauh saya melakukan olahraga di dalam kamar saya, tapi karena di kamar saya itu banyak barang-barang yang ada, khawatirnya nanti barang-barangnya malah jatuh atau rusak, dan itu yang membuat saya sulit untuk berolahraga di dalam kamar saya dikarenakan kamar saya yang terlalu sempit untuk dibuat tempat saya berolahraga, dan jika saya berolahraga dikamar saya sendiri, alasan lain kenapa kamar saya tidak cocok untuk dijadikan tempat saya berolahraga karena tubuh saya tidak mengeluarkan keringat, lalu saya pindah ke halaman rumah saya, tapi dikarenakan orangtua saya tidak selalu bisa menemani saya berolahraga di halaman jadi saya harus pindah lagi agar ketika saya sedang berolahraga kondisi yang ada disekitar saya hauslah aman, jadi saya pindah lagi ke ruang keluarga saya untuk dijadikan tempat saya berolahraga, jadi dari waktu itu sampai sekarang saya masih berolahraga di ruang keluarga, karena tempatnya luas dan aman untuk saya jadikan tempat saya berolahraga.
Pengalaman ketika saya sedang mengikuti acara sekolah secara online:
Ketika pandemi virus Covid-19, tidak hanya pembelajaran sekolah saja yang dilakukan secara online, sekolah kita pasti juga masih mengadakan acara sekolah tapi bedanya ini dilakukan dengan secara online, tapi pasti saja masih ada gangguan-gangguan jaringan yang terjadi, biasanya kita juga sampai marah-marah sendiri atau bahkan sampai menangis jika kita tidak bisa mengikuti acara yang diadakan disekolah dengan baik tanpa ada kendala, pasti semua orang pernah mengalami hal tersebut, iya kan?, sama saya juga sering mengalami hal tersebut, rasanya itu pasti kita sangat khawatir, takutnya hanya karena itu nilai kita dikurangi oleh sekolah, tapi tenang saja jika kita sudah memberitahu gurunya kita tidak perlu khawatir karena nanti bila ada informasi yang disampaikan, kita juga akan diberitahu oleh guru kita jika kita sudah memberitahukan guru kita sebelumnya. Dan beginilah pengalaman saya ketika sedang mengikuti acara sekolah secara online. Ketika saya sedang mengikuti acara sekolah, saya sangat sering mengalami gangguan-gangguan jaringan internet, seperti audio saya bermasalah, kamera saya tidak bisa dibuka, zoom atau google meet nya tiba-tiba berhenti, sering keluar sendiri dari zoom atau google meet nya, internetnya kadang secara tiba-tiba putus atau mati, saya tidak bisa membuka mike saya, tidak bisa melihat presentasi yang di tunjukkan oleh panitia acara sekolah, dan masalah-masalah teknis atau masalah-masalah lainnya, dan setelah adanya gangguan-gangguan teknis atau jaringan tersebut pasti saya lansung panik dan mencoba untuk memperbaiki gangguan-gangguan teknis atau jaringan tersebut kalau tetap tidak bisa saya langsung teriak-teriak memanggil orang-orang yang ada dirumah saya untuk membantu saya memperbaiki gangguan-gangguan teknis atau jaringan itu, jika tetap tidak bisa saya lansung melaporkan masalah itu kepada wali kelas saya dan meminta izin karena tidak bisa mengikuti acara sekolah dengan baik, tapi jika hanya ada saya, adik saya, dan bibi saya dirumah biasanya saya sudah marah-marah sendiri terus saya menangis jika masalah jaringan tersebut sangat besar dan tidak bisa saya perbaiki, tapi pada akhirnya jika acara itu penting saya diiznkan untuk kerumah nenek saya dan member tahu masalah teknis atau jaringan ini kepada om atau tante saya, dan biasanya setelah mereka memperbaiki gangguan-gangguan teknis atau jaringan tersebut, gangguan-gangguan teknis atau jaringan itu pun akhirnya hilang, tapi kalau tetap tidak bisa sya pun langsung pasrah saja karena tidak bisa mengikuti acara sekolah tersebut dengan baik, dan saya juga berharap agar keika saya sedang mengikuti acara sekolah semoga tidak ada lagi yang namanya gangguan-gangguan teknis serta jaringan tersebut.
Pengalaman-pegalaman lain yang sering saya alami saat sedang melakukan pembelajaran secara jarak jauh:
>
- Ketiduran ketika sedang belajar, ini biasanya terjadi karena saya mengerjakan tugas atau belajar sampai larut malam, dan yang biasanya membangunkan saya jika saya ketiduran ketika sedang belajar adalah Abi saya.
- Terlambat sarapan, ini biasanya terjadi karena saya telat bangun, atau mandi nya yang lama, jadi ketika saya mengalami hal ini saya sarapan sambil belajar.
- Alergi saya sering kambuh ketka sedang belajar, ini biasanya terjadi jika saya tidak sengaja menghirup debu atau karena udara di pagi hari yang sangat dingin, jadi ketika saya sedang bersin-bersin saya menutup kamera saya agar tidak terlihat guru dan teman-teman saya lalu saya meminum obat alergi milik saya sendiri.
- Kelupaan menyalakan kipas angin dan membuka jendela, ini biasanya terjadi jika saya terlalu fokus dengan pembelajaran, disaat itu saya sangat merasa kegerahan, biasanya saya baru sadar mengenai hal ini ketika sedang jam istirahat atau bahkan ketika sekolah sudah selesai.
- Keluapaan menyimpan tugas yang sudah saya kerjakan, ini biasanya terjadi jika saya sudah sangat mengantuk dan ingin tidur jadi saya lansung mematikan laptop saya dan lupa menyimpan tugasnya, dan ketika saya sudah sadar kalau saya lupa menyimpan tugasnya dan ketika saya cek sudah hilang saya pun terpaksa harus mengerjakan ulang tugasnya.
- Saya pernah salah memakai seragam, ini biasanya terjadi jika saya lupa hari itu adalah hari apa, maka dari itu ketika saya sudah sadar bahwa seragam yang saya pakai salah hari saya pun cepat-cepat untuk mengganti seragamnya.
- Saya sering terkejut ketika tiba-tiba guru saya mengumumkan jika akan ada hari libur di minggu atau bulan itu, karena jika menyangkut masalah libur saya sering ketinggalan infonya.
- Terkadang saya pernah lupa merapikan kembali tempat tidur atau meja belajar setelah saya gunakan, ketika saya sudah ingat saya pun merapikannnya.
Impianku
Oleh: Cut Qowy Azzuhrah
Namaku Cut Qowy Azzuhrah biasa dipanggil Qowy. Aku hobi sekali berenang. Aku berharap bisa menjadi atlet renang di kemudian hari. Aku belajar dan berlatih agar bisa mewujudkan harapanku. Aku berlatih berenang 3 hari dalam seminggu, yaitu di hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Durasi waktu yang aku gunakan untuk berlatih renang kurang lebih 4 jam dalam 1 hari. Aku berlatih di kolam renang Bah Sorma yang memiliki panjang 10 meter dan kedalaman 2,5 meter. Biasanya aku pergi ke kolam renang sepulang dari sekolah.Awal berlatih aku tidak bisa berenang dengan baik dan lancar. Namun aku tetap berusaha keras untuk bisa berenang. Kemudian aku banyak bertanya tentang tekhnik pernapasan dan gaya renang kepada orang yang lebih berpengalaman. Mereka pun membantuku dalam berlatih renang. Setelah sering latihan renang aku merasa sudah mulai berani untuk berenang sendiri sampai aku merasa lancar untuk berenang sendiri. Awalnya, saat berlatih berenang aku merasa kesulitan untuk bertahan lama di dalam air, karena nafasku tidak panjang untuk bertahan lama didalam air. Sesekali aku merasa akan tenggelam, namun aku tetap berusaha sekuat tenaga untuk bisa tetap bertahan mengambang diatas air. Jika sudah seperti itu aku akan beristirahat sebentar sambil mengambang diatas air dan mengambil nafas panjang lalu kemudian melanjutkan berenang kembali.
Begitulah caraku berlatih berenang sehingga menjadi mahir. Namun belum semua gaya renang aku kuasai. Baru ada 3 gaya renang yang aku kuasai, yaitu gaya dada, gaya punggung, dan gaya bebas. Aku terus meningkatkan kemampuan berenangku dengan mempelajari semua tekhnik dan gaya dalam berenang sehingga aku akan bisa mewujudkan impianku. Selain itu aku juga memiliki harapan menjadi pilot, karena aku mempunyai mimpi bisa terbang mengelilingi dunia menggunakan pesawat. Aku memiliki pengalaman menaiki pesawat bersama keluarga. Dari pesawat aku melihat indahnya dunia. Kulihat awan dekat sekali seperti segumpal kapas yang menggelantung di udara, membuatku ingin menyentuhnya. Aku juga melihat rumah-rumah penduduk sangat kecil dibawah disertai pemandangan gunung dan sawah yang luas sehingga menambah indahnya mata memandang. Itu semua membuatku takjub dan bersyukur kepada Tuhan atas nikmat yang aku rasakan. Aku juga bisa merasakan jarak sangat dekat jika ditempuh dengan pesawat. Itu sangat menyenangkan.
Semoga Tuhan mengabulkan keinginanku untuk bisa membawa terbang keluargaku bersamaku. Terutama orangtuaku, karena aku ingin membahagiakan kedua orangtuaku. Aku akan membuat mereka tersenyum dan bahagia selalu, aku tidak akan membuat kedua orangtuaku marah dan kecewa. Untuk mewujudkan semua impianku, aku harus belajar dengan giat dan bersungguh sungguh, serta menabung. Selain itu, aku juga beribadah dan berdoa agar seluruh harapanku dikabulkan. Aku akan berusaha menjadi anak yang lebih baik, seperti membantu orang tua, belajar tekun, dan mendengar nasehat dari orang yang lebih tua. Itulah sebagian impianku, dan sebenarnya masih banyak lagi keinginan yang ingin dan harus aku wujud kan. Semoga Tuhan meridhoi sehingga semua berjalan lancar dan semua harapanku bisa terwujud. Amin ya Robbal ‘Alamiin.
Harapan Wanita Tua
Oleh: Sri Rejeki
Aku sudah mulai terbiasa dengan aroma khas dari sebuah panti wreda. Bau pesing, balsam, minyak angin, dan bau yang lain campur aduk menjadi aroma yang khas yang secara reflek tanganku menutup hidungku. “Bau pesing ya mba…?”. “Biasa mbak, mbah-mbahnya suka beser, udah dol ga bisa lagi nahan kencing”, tiba-tiba pengasuh di panti menyapaku dengan senyuman. “Njeh bu, ndak apa-apa maklum lansia,” jawabku sambal senyum. Aku sudah hampir sebulan melakukan pengabdian di panti ini. Aku merasa prihatin dengan cerita bu Tuti yang mengeluhkan penghuni panti. Bu Tuti adalah salah satu pengasuh yang tinggal di panti, dialah yang mengurusi kebutuhan warga panti. “mbahnya di panti sering marah-marah, bertengkar bahkan saling caci maki seperti anak-anak” kata beliau.“Assalamu’alaikum mbah Kani…” aku mencoba menyapanya dengan senyuman. “wa’alaikumsalam…eh mbak Sari, saya senang sekali ada terapi dzikir loh, terimakasih ya mbak….”, sambutnya sambil berbisik “saya mau cerita”. Sambil mencari kursi dan merapat ke mbah Kani, aku jawab “njeh mbah monggo, dengan senang hati”.
Aku sendiri sebenarnya memang mau mewawancarai mbah Kani, wanita tua yang menarik perhatianku dari awal. alhamdulillah ternyata beliau sendiri juga ingin bercerita. Ini kesempatan untuk menggali data buat laporanku. Mbah Kani adalah seorang wanita tua penghuni panti yang penampilannya terlihat berbeda dengan wanita tua lain yang ada di panti ini. Mbah Kani awalnya berjalan menggunakan walker stanless berkaki empat dan sekarang sudah pakai walker berkaki satu seperti tongkat. Meskipun rambutnya telah memutih namun kulit wajahnya terlihat bersih. Bahkan penampilannya nampak elegan dengan gamis hitam dan syal di lehernya. Mbah Kani mulai menatap wajahku seperti meyakinkan dirinya bahwa aku orang yang tepat untuk mendengarkan ceritanya. Kupegang tangganya yang keriput dengan lembut sambil sesekali ku usap lengannya. Mbah Kani mulai cerita awal mulanya masuk panti. Sambil menangis mbah Kani bercerita kalau beliau sangat kecewa dengan anak-anaknya. Sejak suaminya meninggal, beliau tinggal bersama anak-anaknya secara giliran. Beliau memiliki tiga anak yang sangat sibuk. Semua anaknya telah sukses sehingga tidak punya waktu lagi untuk memperhatikan ibunya. Anak sulungnya yang laki-laki telah menjadi PNS dan pejabat dikantornya. Anak keduanya seorang perempuan karir sehingga sering dinas luar kota. Sedangkan anak bungsunya adalah seorang laki-laki yang sibuk mengurus perusahannya sendiri. Sejak ia keluar dari rumah sakit karena stroke, ia memutuskan untuk tinggal di panti wreda. Mbah Kani sengaja minta di antar dan tinggal di panti wreda dengan harapan anak-anaknya akan melarangnya dan akan memberikan perhatian pada ibunya. Diluar dugaan ternyata ketiga anaknya setuju ibunya tinggal di panti wreda bahkan sampai sekarang mereka juga jarang menengok di panti. Meskipun demikian anak-anaknya masih rutin mengirimkan semua kebutuhan mbah Kani di Panti seperti uang, baju, susu, obat-obatan, makanan, dan lain-lain.
“Saya merasa sendirian mbak…anak-anak sudah tidak membutuhkan saya lagi. Saya sangat sedih setelah tua sudah tidak ada gunanya lagi. Saya tidak punya harapan apa-apa lagi terhadap anak saya, makanya saya minta di antar ke Panti. Di Panti banyak teman yang seusia saya dan mereka lucu-lucu”, ungkap beliau sambil tertawa kecil.
“Lucu-lucu gimana Mbah?, tanyaku penasaran.
“Iyaa, wong mbah-mbah nya tingkah lakunya pada kayak anak kecil, suka berebut dan saling mengejek tidak mau mengalah. Tapi setelah ada terapi dzikir dari pak Yai, sekarang udah mendingan pada anteng loh Mbak”
“Alhamdulillah…sebelumnya apa belum pernah ada dzikir Mbah?, sepertinya di panti ada siraman rohani gitu” tanyaku lagi.
“iya mbak adanya siraman rohani dikasih ceramah, malah mbah-mbahnya pada ngantuk semua. Kalau terapi dzikir yang program dari mbaknya beda. Mbah-mbahnya diajak sholat berjamaah terus disuruh aktif menirukan dzikir yang diucapkan pak Yai. Ceramah pak Yai juga tidak lama yang intinya kita dilatih untuk selalu mengingat Allah setiap saat, menerima keadaan, melupakan hal-hal duniawi dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Lah mbah-mbahnya kan pada takut mati Mbak, makanya pada nurut dan mempraktekan yang diajarkan pak Yai. Saya juga mempraktekan loh Mbak, sekarang malah jadi merasa tambah sehat. Saya tidak lagi memikirkan anak-anak. Saya malah bersyukur tidak membebani mereka. Saya lebih punya harapan untuk ibadah mempersiapkan diri menghadapi kematian. Kaki saya sudah sembuh tidak harus pake walker lagi, tapi buat jaga-jaga saja jadi pake yang tongkat ini” kata mbah Kani dengan penuh semangat.
Aku merasa bersyukur sekali mendengar perubahan yang terjadi pada para wanita tua penghuni panti wreda. Tidak hanya cerita dari mbah Kani saja tetapi juga para pengasuh panti. Terutama bu Tuti yang ikut senang ketika saya tanya “bagaimana kabar mbah-mbahnya sekarang Bu?. Bu Kani dengan senyum bahagia menjawab “alhamdulillah mbak, sekarang sudah lebih baik, lebih tenang, mau ngalah dan rajin ibadah. Kalau pagi tidak lagi rame saling tengkar dan rebutan, tapi malah guyon saling membantu.”
Masa lansia memang tidak mudah dilalui karena secara fisik sudah mengalami penurunan. Hanya lansia yang pandai bersyukur dan ikhlas menerima keadaan yang mampu menjalani masa tuanya dengan penuh kebahagiaan. Hanya dengan mengingat Allah (berdzikir) maka hati menjadi tenang. Berharaplah hanya kepada Allah sehingga kehidupan menjadi penuh makna, karena berharap pada manusia seringkali mengecewakan.
Yang Tak Terungkap
Oleh: Nan R Wdj
“Baik, itu tadi materi kita hari ini, besok kita akan mencoba membuat kerangka sebuah perencanaan secara berkelompok. Terima kasih, sampai jumpa besok dan jangan lupa untuk beristirahat… ,” Suara itu begitu tegas dan berwibawa, penampilannya sangat elegan. Kalimat penutupnya diiringi dengan tepuk tangan yang meriah. Tepuk tangan itu masih saja bergemuruh mengiringi sosok anak perempuan berambut lurus panjang berponi tampil ke depan ketika namanya dipanggil. Tyas Cakrawala, tahun ini kembali meraih juara umum di SD Inpres pinggiran kota tempat kami bersekolah. Kami berteman baik namun aku tak sepintar dia, walaupun dia sering mengajariku saat tidak bisa mengerjakan Pekerjaan Rumah dari sekolah. Aku ingat ketika dia dicurangi teman sekelas agar diberi hukuman oleh guru, tapi dia tidak membencinya. Bahkan dia sering memberikan pengetahuannya pada teman-teman yang memerlukan. Karena kebaikannya itu, teman-teman memilih Tyas menjadi KM perempuan pertama! Iya… KM perempuan pertama!! Di kelas ku biasanya posisi KM dijabat oleh anak laki-laki. Dijabat oleh anak laki-laki yang bertubuh tinggi besar dan berumur lebih tua dari kami, namanya Lesmana tapi lebih mirip Rahwana. Dua tahun dia tidak naik kelas, bukannya malu tapi justru malah ngejago. Saat ini dia kesal bukan main karena posisi KM diambil alih oleh perempuan!! Yah… p e r e m p u a n !
Tyas Cakrawala adalah KM yang bertanggung jawab, dia tidak akan pulang duluan sebelum peralatan kelas tersimpan rapih. Siang itu seperti biasa kami pulang bertiga, aku, Tyas dan Yanti. Ku lihat Tyas kurang sehat, nampaknya dia terkena flu berat. Ku bawakan tasnya, tapi dia menolak secara halus. Tidak biasanya aku pulang dengan melewati rumah Tyas terlebih dulu, khawatir takut dia terjatuh. Baru saja aku mau menuju kamar mandi, tiba-tiba ibu memanggil ku. Ku putar balik tubuh ku menuju halaman depan dimana ibu berada. Ternyata ada Tyas di sana dengan wajah yang kelihatan khawatir. Katanya tadi dia lupa membawa kunci lemari setelah peralatan kelas disimpan rapih di dalamnya dan sekarang mengajak kembali ke sekolah mengambil kunci. Siapa tahu masih ada. Terengah-engah kami sampai di sekolah. Suara anak-anak sedang bermain bola terdengar ramai. Aku bertemu dengan teman-teman yang sedang bermain sepak bola di sekolah, mereka menggiring bola plastik dengan lincahnya. Tiba-tiba Tyas langsung berlari menghampiri mereka dan bertanya mungkin ada salah satu dari mereka yang melihat kunci lemari kelas, tapi mereka menjawab tidak tahu. Bergegas Tyas mengajak ku ke rumah guru kami untuk melaporkan kehilangan kunci lemari kelas. Namun ku lihat wajah Tyas yang sedang sakit memucat, ku ajak dia pulang….
Pagi-pagi sekali aku ke sekolah, ku lihat Tyas dibantu Yanti mencari kunci yang hilang namun semua sia-sia. “Aku yakin kuncinya masih tergantung di lemari…,” lirih Tyas dengan wajah yang kecewa. “Makanya .. jangan sok mau jadi KM, megang kunci gitu aja bisa ilang!” salah seorang temanku meledek (teman yang tubuhnya paling besar). Tangan Tyas mengepal dengan mata tajam menatap Lesmana yang meledek. Tiba-tiba para murid berlarian duduk, Bu Guru masuk dan Tyas langsung melaporkan kehilangan kunci. Tanpa banyak bicara, Bu Guru menyuruh Tyas mengikutinya. Dari balik jendela ku lihat mereka memasuki ruang Kepala Sekolah. “Rasain!! Cewek sok mau jadi KM. Syukurin.. dimarahin Kepala Sekolah..loe !! Hahahaha,” kaget aku mendengar Lesmana tertawa kemenangan. Tapi lebih kaget lagi saat dia mengeluarkan sebuah kunci dari saku celana seragam dan menuju lemari kelas !! Jadi…??? Gila.. selama ini kunci lemarinya ada di dia!! Lesmana berteriak, “Awas kalau ada yang berani bilang kuncinya di Gue!! Kecuali pengen bogem mentah ..!” Aku terduduk ga berkutik!! Dia tahu kalau aku sahabatnya Tyas… dan ancaman itu lebih ditujukan pada ku, sambil melotot dan menunjukkan kepalan tangannya yang besar. Lalu sekutunya Lesmana dengan cepat mengambil perlengkapan kelas, menatanya dengan rapih di atas meja guru dan kemudian mereka duduk kembali seolah tidak terjadi apa-apa.
Dari balik jendela ku lihat Tyas berjalan tertunduk di belakang Bu Guru kembali menuju kelas. Ku lihat Bu Guru tidak bereaksi ketika di atas mejanya sudah tertata rapih perlengkapan belajar. “Lho kok.. peralatan kelas …!!” Tyas terkejut. Matanya terbelalak dan dengan cepat dia berkata “Bu, bukankah itu di meja Ibu peralatan kelas kita? Berarti kuncinya tidak hilang. Saya yakin kuncinya ada pada salah satu diantara mereka.” Suara Tyas cepat sedikit keras entah senang entah kaget atau kesal. “Jahat sekali kalian, padahal aku sudah bertanya… apa diantara kalian ada yang menemukan kuncinya?? Tapi kalian bilang tidak tahu,” Tyas berteriak di depan kelas menghadap kami semua. “Ga mungkin kami yang menyimpan bu, mana buktinya?” Herman salah satu sekutu Lesmana menjawab dengan santai seperti meledek. “Kalau memang kunci ini hilang dan rekan-rekan tahukan kalau kunci tersebut tidak ada serepnya, artinya barang-barang yang berada dalam lemari tidak mungkin dapat dikeluarkan. Tetapi coba lihat, ini taplak kelas kita, bunga, kapur, penggaris bahkan absensi kelas yang kemarin saya simpan rapih didalam lemari. Sekarang barang itu bisa keluar dari lemari tanpa merusak kuncinya? Apakah memang ada tukang sulap atau tukang sihir di sini yang bisa mengeluarkan peralatan dari dalam lemari? Coba jawab pertanyaan saya !!” ujar Tyas. Aku manggut-manggut perlahan takut terlihat oleh Lesmana, sementara semua diam kecuali Lesmana, “Peralatan itu ada di luar dan kami mengambilnya di atas lemari.” “Bohong!!!! Karena saya dan Yanti yang menyimpannya, dan kenapa kamu tidak mau mengakui bahwa kunci ada pada kamu? Akui saja!! Kalau mau membuat saya jatuh, bukan begitu caranya, tetapi seharusnya peralatan tersebut tidak dikeluarkan sampai seolah-olah kamu menemukan kunci ditempat yang sembarangan.” “Diam..!!!” suara keras Bu Guru dan kemudian dia keluar menuju ke ruang guru. Lalu Tyas kembali dipanggil ke sana. Aku bergegas mengikuti Tyas. Aku dengar suara guru tergalak, “Ah.. Bu murid seperti itu ga pantas jadi KM, pecat saja dia dari KM!” “Maaf Bu, saya ini tidak pernah ingin menjadi KM dan kalau memang mau dipecat… silahkan saja!” suara Tyas lantang . “Eh.. dibilangin malah menantang!” Aku khawatir dengan kondisi Tyas, tapi dia gadis yang kuat dan tak nampak ketakutan di wajahnya. Ku ikuti Tyas kembali ke kelas dan…. kunci sudah tergantung kembali di lemari. Tyas tersenyum menang, dia mengundurkan diri dari KM. Rekan-rekan menolak pengunduran dirinya, tapi sayangnya dia sudah tidak peduli. Kau tahu kawan.. dari hari ke hari Tyas membuktikan kalau dia memang yang terbaik diantara kami, dan itu benar. Seandainya aku dapat seperti dia walau hanya sejenak. Aaahh sudahlah… menjadi sahabatnya pun aku sdudah bersyukur, semoga sampai akhir hayat. Mungkinkah?? Sebuah tepukan di bahu menyadarkan ku, “ayo Kang Adhy, kita istirahat dulu !” Ruangan sudah hampir kosong. bergegas aku merapikan materi yang besok akan dilanjutkan lagi. Baru saja beranjak dari kursi “Aksa…” Bagai disambar petir langkahku terhenti! ‘Aksa’ nama yang tak pernah disebut lagi, hanya satu orang yang selalu memanggilku dengan nama itu.. Tyas..! Ku putar tubuh ini, ya Allah.. senyum yang hilang dan tak pernah ku temukan lagi kini melekat pada wajah yang tak pernah ku jumpa 30 tahun lamanya.. Tyas ku. Anak perempuan berponi yang kini telah dewasa berbalut hijab yang anggun, berdiri tepat di hadapan ku. Mata itu.. yach.. mata dan senyum itu hanya milik Tyas. Entah mengapa seolah ada beban yang sangat berat, berontak ingin lepas, meletup-letup mendorong rasa bahagia dan ingin ku memeluk tubuh itu erat-erat, namun ku hanya mampu sambut uluran tangannya.. saat dia berkata, “Apa kabar Aksa? Kau masih ingat aku? Sudah lama sekali kita ga bertemu. Aksa, terima kasih sudah menjadi sahabatku.” Ya… perempuan yang bersuara lantang dan berkarisma tadi adalah Tyas Chakrawala. Sahabat dan cinta pertama ku yang tak pernah aku…. Adyaksa Aksara Utomo ungkapkan!!!
Harapan Adalah Perjalanan
Oleh: Risuka Haru
@risuka_haru Setiap manusia pasti memiliki harapan. Sesuatu yang tak dapat dilihat oleh mata, hanya dapat dirasa oleh hati dan fikiran. Tapi dapat berdampak besar bagi kehidupan setiap manusia. Karena Sebagian besar manusia didunia ini hidup dengan berpegang teguh pada sebuah tali tak terlihat bernama Harapan. Dalam hidup ini, harapan selalu menjadi motivasi untuk melangkah. Ketika sekolah giat belajar, pasti karena satu harapan, tidak ingin tinggal kelas. Saat selesai pendidikan dasar dan menengah, melanjutkan pada perguruan tinggi, dengan harapan bisa mudah mendapat pekerjaan, menggapai cita-cita. Lalu setelah bekerja mendapat jabatan yang bagus, menikah dengan pasangan idaman, dan kemudian mempunyai anak-anak membanggakan dan akhirnya saat tua mati dengan damai.Sungguh idealis.
Hampir semua orang didunia ini memiliki harapan seindah itu. Siapa yang tak ingin? Mungkin orang bodoh sekalipun tak ada yang menginginkan kehidupan tidak enak, tidak indah, susah, apalagi melarat.
All about life. Semua tentang hidup.
Mungkin diantara sekian juta manusia, hanya sedikit yang sadar untuk memikirkan bagaimana mati dengan sukses. Bagaimana mereka menjalani hidup setelah mati, bagaimana kaki mereka melangkah setelah mati, berat atau ringankah menuju Surga, tempat yang paling indah. Banyak orang membeli rumah yang nyaman untuk ditempati, tempat tidur yang indah dan nyaman agar tidur dan istirahat mereka nyenyak. Beristirahat dengan nyaman untuk menghadapi kehidupan esok harinya, tapi jarang sekali ada yang memikirkan bagaimana mereka mempersiapkan tempat peristirahatan terakhir mereka menjadi tempat ternyaman untuk tidur panjang mereka. Padahal sejatinya, kita dititipkan “Dunia”sebagai ladang untuk menanam jutaan kebaikan, agar kelak akhirat menjadi tempat pembalasan yang indah. Bukan tempat yang pedih lagi menyakitkan.
Sayang sekali.
Sebagian manusia justru lupa, bahwa muara kehidupan adalah kematian. Kita bagai kapal-kapal kecil sedang berlayar di atas sungai yang airnya benar-benar jernih dan menggiurkan untuk diselami dan diminum airnya. Sementara diatas kapal tidak ada air untuk diminum. Padahal pemilik kapal sudah mengatakan bahwa perjalanan kita singkat, di ujung sungai akan ada air yang sesungguhnya, tidak semu. Yang jika diminum kamu tak akan pernah lagi merasa haus selamanya. Sabar sebentar, jangan diminum air yang kau lihat diperjalanan, itu hanya racun dengan tampilan yang indah. Tapi keindahan semu itu sangat menggoda, akhirnya banyak yang tergelincir jatuh kedalam sungai. Bukannya merasakan segarnya air, bukannya melepas dahaga, mereka malah tenggelam dalam kehausan yang tak pernah ada ujungnya. Semua karena hal sepele tidak bisa bersabar. Padahal mereka meyakini betul bahwa apa yang disampaikan pemilik kapal itu benar adanya. Tak ada kebohongan sama sekali didalamnya.
Ya begitulah. Ironisnya dalam kehidupan ini, banyak orang bisa tergelincir karena tak bisa mengendalikan harapannya. Harapannya hanya untuk dirinya sendiri, untuk kepentingannya sendiri. Hingga membuatnya menjadi begitu tamak dengan dunia ini. Lalu bagaimana menjadikan harapan itu bisa menyelamatkan kita sampai pada muara dari kehidupan?
Tentu saja dengan tetap berpegang teguh pada pesan-pesan Allah, Tuhan semesta alam. Allah membiarkan kita hidup didunia ini sudah dilengkapi dengan petunjuk bagi manusia. Tidak serta-merta dilepaskan lalu tiba-tiba dihisab diakhirat. Semua ada aturannya, semua ada caranya.
Selebihnya kita yang memilih ingin menjadikan harapan kita hidup didunia ini dengan cara yang mana? Cara para nabi atau cara iblis?
Kedua jalan itu sudah banyak diberikan contoh oleh orang-orang terdahulu untuk bisa dijadikan pelajaran bagi kita yang hidup dizaman ini.
Sebut saja Fir’aun. Siapa tak kenal dia? Raja yang mulia dimata manusia, tapi mati dihinakan Allah kedalam lautan karena ingkar dari Tuhannya. Tapi disisi lain ada Bilal bin Rabbah, seorang budak yang rendahan dimata manusia tapi mulia dimata Allah dan seluruh penghuni langit. Karena keta’atannya selama didunia.
Mengapa bisa ada perbedaan dengan akhir hidup mereka?
Tentu saja karena tujuan dan harapan mereka semasa hidup. Karena harapan seseorang bisa menentukan jalan kehidupannya. Punya harapan sukses didunia tentu saja perlu, tapi jangan lupa untuk mencapainya dengan cara yang tak menyengsarakanmu diakhirat. Dan tulisan ini menjadi pesan bagi kita semua, termasuk bagiku. Aku yang saat ini tengah merajut sebuah asa, memintal benang-benang asa untuk kehidupan yang singkat ini, agar menjadikan perjalanan akhirat kelak menjadi perjalanan yang indah.
Seteguk Harapan untuk Berbagi
Oleh: Warno, M.Pd
Guru MTs Negeri 3 Pati Sejak merebaknya virus corona, sudah jutaan manusia meregang napas. Masyarakat menjadi panik dan ketakutan. Oleh karena itu, berbagai upaya penanggulangan dilakukan pemerintah untuk meredam dampak dari pandemi Covid-19 diberbagai sektor. Hampir seluruh sektor terdampak, tak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi virus corona tersebut. Dampak corona memang sangat dirasakan semua lapisan masyarakat. Termasuk keluargaku yang mata pencariannya adalah hanya berdagang di tempat wisata. Sebelum pandemi covid-19, ayahku dibantu ibuku berjualan di objek wisata Colo, Gunung Muria. Karena pandemi covid-19 di seluruh pelosok negeri, tempat wisata tersebut ditutup. Akibatnya, ayahku harus memutar otak bagaimana caranya agar tetap bertahan hidup dan mencukupi kebutuhan keluarga.“Bu, sudah beberapa bulan ini kios kita tutup, tidak lagi bisa berjualan. Jadi, kita tidak mendapatkan penghasilan apa-apa kalau menggantungkan jualan di kios Colo itu,” keluh ayahku.
”Iya, Pak, uang kita tinggal beberapa lembar rupiah, beras juga sudah habis, belum lagi membayar angsuran motor setiap bulannya,” kata ibuku yang sering dipanggil Bu Ijah yang kini sudah berusia 50 tahunan. Namun demikian, ia masih bersemangat membantu ayahku berjualan pakaian di kiosnya sebelum masa pandemi Covid-19.
“Bagaimana kalau kita cari usaha lain agar tetap bisa berjualan, Pak?” kata Bu Ijah berusaha memberikan solusi masalah keuangan yang kini dialaminya.
“Usaha apa, Bu? Kita tidak punya keterampilan apa-apa. Mau bertani kita tak punya lahan, mau nukang kita juga tidak bisa,” kata ayahku.
“Bagaimana kalau kita jualan online saja, Pak?” sahutku sambil memegangi HP sejak tadi.
Meskipun usiaku sudah mendekati 18 tahun, aku masih menyukai bermain game lewat HP. Apalagi, pembelajaran di sekolah dlaksanakan secara daring, sehingga aku lebih banyak di rumah dan bermain game.
“Jualan online? Bagaimana caranya Zal, ayahmu ini tidak paham itu,” kata ayah penasaran atas usulanku itu.
“Begini Yah, aku akan foto semua baju-baju yang ada di kios, lalu aku posting di facebook. Nah, aku yakin banyak orang yang melihat postinganku dan tertarik, kemudian mereka mau membelinya. Kan lumayan, aku bisa dapat tambahan uang jajan dan beli paketan,” kataku meyakinkan ayahnya.
“Kamu tuh, yang kau pikirkan cuma jajan dan paketan melulu,” kata ibu sambil menepuk pundakku hingga HP-ku terjatuh.
“Ah Ibu, bikin Handphone-ku jatuh,” kataku sambil mengambil HP yang jatuh.
“Ayah, ibu yang sangat kusayang, Handphone inilah nantinya yang akan kita gunakan untuk berjualan lewat facebook,” kataku sambil menunjukkan Handphone yang baru saja kuambil dari lantai.
“Oleh karena itu, harus ada pulsa dan paketan internetnya. Biar nanti banyak orang tertarik untuk membeli pakaian yang kita posting itu.” kataku meyakinkan kedua orang tuaku.
“Terserah kaulah Rizal, yang penting barang dagangan kita yang sudah ngendon berbulan-bulan di kios laku terjual dan dapat untung. Masalah promosi difacebook atau di manalah, ayah serahkan sepenuhnya pada kamu!” suruh ayah kepadaku.
“Terus kalau ada yang mau pesan pakaian dari kita, cara pengirimannya bagaimana? Apa kita harus antar sampai rumahnya. Kemudian pembayarannya bagaimana?” tanya ayah yang masih kebingungan rencanaku itu.
“Jangan khawatir, Yah. Kita bisa antar sendiri atau COD-nan kalau pemesannya ada di dalam kota, tetapi kalau berasal dari luar kota, ya kita kirim lewat biro pengiriman paket, dengan ongkos kirim tentunya. Nah, kalau berkaitan dengan pembayaran barang–barang yang telah dipesan bisa lewat transfer atau pembayaran secara langsung, ” jelasku.
“O, begitu, ayah semakin yakin kamu akan berhasil, Rizal. Jadi, kamu yang memasarkannya sedangkan aku dan ibumu yang akan membantu mengemasinya kalau ada yang memesan,” kata ayah yang semakin yakin atas ide yang aku sampaikan.
Keesokan harinya aku memulai rencanaku sebagaimana yang dibicarakan bersama kedua orang tuaku. Aku pergi ke kios yang ada di Colo. Kubuka gembok pintu depan kios yang sudah agak berkarat. Pelan-pelan pintu kios dibuka dan betapa terkejutnya aku melihat seseorang yang tidak kukenal merebahkan badannya bersandar pada almari pakaian di dalam kios itu.
“Masya Allah, siapa kamu? Mengapa kamu berada di sini? Lewat mana kamu tadi masuk?” tanyaku bersuara tinggi, agak emosi pada sesorang yang badannya agak berbau dan pakaiannya compang-camping. ”Ini orang gila atau orang yang mau berbuat jahat?” pikirku.
Tiba-tiba sosok orang itu bangun dari rebahannya, lalu duduk melihatku dengan pandangan mata yang tajam dengan bulu mata yang tebal. Namun, sosok misterius itu pun hanya diam saja, belum sepatah kata pun terlontar dari mulutnya. Hanya tersenyum sedikit di bibirnya tertutupi kumis yang berantakan. Pandangannya tajam. wajahnya kusam, rambutnya kusut membuatku semakin penasaran. Aku kembali memberanikan diri bertanya lagi pada sosok misterius tadi dengan berusaha menahan emosiku. Karena merurutku, bagaimanapun dia adalah manusia yang harus tetap dihormati dan dihargai. Bukan karena penampilannya, seseorang dinilai negatif atau berpikiran buruk sangka kepadanya.
“Maaf, Pak, kalau tadi saya agak kasar bicara pada Bapak. Sebetulnya, Bapak ini siapa? Mengapa berada di dalam kios ini?” tanyaku dengan nada rendah dan sambil duduk di depan sosok misterius itu.
Orang itu pun diam terus. Hingga beberapa menit kemudian orang itu mau membuka mulutnya dan berkata agak lirih. “A..a.aku ini Jumadi berasal dari Tulungagung.”
Aku menyodorkan sebotol air mineral di depannya, agar diminumnya, karena kelihatannya dia kehausan.
“Lha, bagaimana Bapak bisa sampai ada di sini?” tanyaku agak heran.
“Aku sebetulnya berada di sini sejak setahun yang lalu, sebelum corona merajalela. Pada saat itu aku ikut rombongan ziarah Wali Songo. Aku merasa ditinggal bus rombonganku saat berziarah di Sunan Kudus. Sesuai rencana yang aku tahu setelah berziarah ke Sunan Kudus rombonganku akan melanjutkan perjalanannya berziarah ke sini, Sunan Muria. Setelah mondar-mandir di Kudus, aku tidak menemukan rombonganku maka kuputuskan menyusul ke sini dengan naik angkot jurusan Colo. Tetapi, ternyata saya cari mulai dari terminal hingga ke mana-mana, rombonganku tidak aku temukan. Waktu itu aku mau kembali ke Tulungagung, tetapi uangku tidak cukup, karena kutinggal di tas yang berada di bus, sedangkan Handphone pun aku tidak punya. Akhirnya, aku hidup di sini sampai sekarang,” Aku yakin Allah pasti tidak akan membiarkanku, karena aku telah diberi hidup pasti diberi rezeki,” tuturnya.
“Mengapa Bapak tidak mau mengambil baju atau celana di sini untuk dipakai?,” kataku penasaran melihat penampilan baju Pak Jumadi yang sudah usang dan compang- camping, tidak layak pakai. Padahal, Pak Jumadi sangat butuh sekali pakaian-pakaian itu untuk dipakai agar tidak dianggap orang gila atau pengemis.
“Kalau aku mengambil baju-bajumu di sini, itu artinya aku mencuri. Aku tidak mau memakai pakaian yang bukan hak milikku. Apalagi makan-makanan hasil mencuri, aku tidak mau melakukan itu. Lebih baik aku seperti ini, buruk di mata orang-orang tetapi indah di mata Allah,” tuturnya.
Aku kagum atas kejujuran dan keteguhan Pak Jumadi untuk tetap menjaga imannya. Memang benar setelah aku cek pakaian-pakaian yang ada di kios ini tak satu pun yang hilang. Bahkan, aku dibantu Pak Jumadi untuk mengambil gambar dan foto-foto baju yang akan kuposting di media sosial. Akhirnya, aku mengajak Pak Jumadi pulang ke rumah orang tuaku. Mereka menerima kehadiran pak Jumadi dengan senang hati, bahkan dianggap seperti keluarga sendiri. Sungguh bahagia bisa berbagi, meskipun dengan orang yang belum jelas kita kenal latar belakangnya.
Hari demi hari semakin banyak pemesanan pakaian secara online. Hal ini tentunya menambah omset penjualan. Sebagian keuntungan aku berikan kepada kedua orang tuaku dan membayar sekolah, serta sebagian lagi aku tabung. Dengan uang tabunganku itulah, suatu saat aku berharap bisa mengantarkan Pak Jumadi bertemu keluarganya di Tulungagung.
Sebening Kalbu
Oleh : Enni Eka Susanti, S.Pd
Mentari pagi malu-malu bersembunyi di balik awan. Angin dengan lembut menyapaku ramah. Adzan subuh berkumandang mengingatkanku untuk segera mengambil air wudhu. Air wudhu yang sejuk membuatku terasa segar. Kutemani ibu untuk berwudhu. Kami bersiap-siap jamaah sholat subuh berjamaah di rumah. Adanya pandemi covid-19 membuat sekeluarga lebih berhati-hati serta mengikuti anjuran pemerintah. Jamaah subuh diimami oleh Mas Sus. Kami lanjutkan dengan Dzikir. Mas Sus memimpin doa dengan khusu memohon pertolongan Allah.Kesibukan pagi hari, kami lalui dengan penuh rasa syukur. Seperti biasa kusiapkan Laptop, Buku untuk mengajar. Mas Sus memasak air untuk membuat teh manis kesukaan Ibu. Mas Sus sangat berbakti dengan ibu. Tidak lupa Mas Sus, membelikan bubur untuk kami sarapan. Terkadang akulah yang lupa sarapan, supaya tidak terlambat ke sekolah. Seperti biasa kuberangkat pagi ke sekolah walaupun pelajaran daring. Jarak sekolah dari rumah cukup jauh apalagi lewat jalan raya yang sangat ramai, jika waktu menunjuk pukul 07.00. Sebelum Mas Sus berangkat kerja, terlebih dahulu mengantarku ke sekolah. Supra merah merona mengantarku berangkat kerja, seperti biasa Mas Sus membantu membawa Laptopku. Perjalanan ke sekolah yang jauh tak kurasakan, Mas Sus sangat terampil mengendarai sepeda motor. Alhamdulillah sampai sekolah tidak terlambat.
“Jemput jam berapa, nanti!” ujarnya.
“Jam setengah tiga, ya”. Dia menjawab “ya”
Sampai pintu gerbang sekolah, ada beberapa siswa yang sudah menunggu. “Assalamu’alaikum, Bu Guru!” Aku melihat mereka membawa buku catatan dan lembaran-lembaran kertas tugas sekolah.
“Bagaimana anak-anak sehat!” Aku segera menghampiri mereka. Bahagia rasanya melihat mereka sehat. Kulihat wajah-wajah riang ketika mereka mengumpulkan tugas bisa bertemu dengan Bapak Ibu guru dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Kulihat orang tua wali siswa tetap patuh dengan memakai masker.
“Ibu! Ini tugas kami”, sebut siswaku yang bernama Nurma kelas 7F. Nurma dan beberapa temannya satu per satu masuk ke ruang guru secara bergantian. Mereka mengumpukan tugas, sambil bertanya tentang materi pelajaran daring. Kujelaskan dengan senang hati. Mereka menyampaikan keinginan agar bisa sekolah secara normal bertemu dengan teman. “Sabar anak-anakku, suatu saat nanti jika pandemi ini telah berakhir, anak-anakku bisa sekolah tetapi tetap memperhatikan protokol kesehatan, semoga nak”.
Setiap aku di sekolah, selalu ada siswa yang berkonsultasi, curhat dan mengumpulkan tugas. Kubangkitkan semangat mereka untuk terus belajar. Tidak lupa kusisipkan pesan pada para siswa untuk selalu menjaga kesehatan, membantu orang tua dan sholat tepat waktu. Mereka mengatakan “Siap, Bu!”. Aku berharap mereka menjadi anak-anak yang sholeh, rajin belajar dan beribadah. Kulanjutkan kembali tugasku membuka laptop mengecek tugas-tugas yang masuk. Ada beberapa siswa yang belum mengerjakan tugas, karena terkendala sinyal dan HP yang eror. Kuingatkan dengan lembut untuk mengerjakan tugas dengan HP keluarga atau langsung datang ke sekolah mengerjakan di Laboratorium Komputer. Kendala pembelajaran daring umum dijumpai antara lain sinyal atau HP yang eror. Kemudian masalah ini sering disampaikan siswa lewat chat di WA dan WA grup kelas. Mereka berharap agar pandemi segera berakhir. Aku juga sependapat, pandemi ini segera berakhir. Tanpa terasa sudah pukul 14.30 saatnya pulang. Kukemasi Laptop dan bukuku. Mas Sus telepon kalau sudah sampai. Temanku mengabari “Sudah dijemput, Bu!” “Terima kasih, Pak.” Bergegas kubawa tas, laptopku, bersama beberapa rekan kerjaku untuk pulang. Mas Sus sudah menunggu di luar pintu gerbang. Mas menjemput tepat waktu. Mas Sus membawakan Laptopku di depan. Aku sendiri membawa tas berisi buku dan HP. Kami berboncengan dengan supra yang melaju dengan kecepatan sedang. Mas Sus tiba-tiba menghentikan sepeda motor di sebuah toko. Mas mengatakan ada beberapa tetangga yang sakit. Mas Sus mengajakku untuk berbelanja. “Kita harus segera menjenguk, tetangga dan saudara yang sakit.” Kata Mas Sus. “Ya, siap.” Kataku. Kuberbelanja ditemani Mas Sus. Selesai berbelanja kami melanjutkan perjalanan. Mas Sus mempunyai hati yang lembut, senang sekali untuk bersedekah dan membantu orangtua. Masih kuingat buku-buku kuliah mas Sus, yang harganya lumayan diberikan teman-teman kuliahnya. Benda-benda kesayangannya tak jarang diberikan orang membutuhkan. Hati Mas Sus sungguh bening. Mas Sus mengatakan kita harus selalu menolong orang lain yang kesusahan. Aku mengangguk setuju. Mas Sus mengingatkan, untuk membeli pisang untuk minum obat, dan ikan lele lauk kesukaan ibu. Kami berhenti lagi di warung untuk keperluan ibu. Sayangnya Mas Sus kepada ibu, sangat membanggakanku. Tidak lupa jeruk manis kesukaan ibu dibelikan juga. Warung demi warung ditelusuri untuk keperluan ibu. Sampai di rumah, kami istirahat sebentar. Mas Sus mengingatkan untuk segera menengok tetangga dan saudara yang sakit dengan segera. Kami berboncengan menengok beberapa tetangga yang sakit dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Mas Sus mendoakan dengan khusus supaya “Mbok Wit” salah satu tetangga agar cepat sehat. Aku mengamini. Selanjutnya kami menjenguk salah satu kerabat yang sakit. Tiada henti-hentinya Mas Sus berdoa untuk kesembuhan kerabat. Rasa haru menyelinap di relung hatiku yang paling dalam. Ucapan terima kasih mereka sampaikan kepada kami. “Sama-sama,” jawab kami hamper bersamaan. Rasa kasihan melihat tetangga yang sakit, diungkapkan oleh Mas Sus. Mas Sus mengajak kami berdoa agar yang sakit diberikan kesembuhan. Harapan kami semua yang sakit sembuh, dan pandemi ini segera berakhir. Ketulusan hati Mas Sus untuk memberikan pertolongan kepada semua orang, membuatku terharu. Bahkan tanaman hias serta binatang peliharaan ayam, ikan, dirawat dengan kasih sayang. Hati Mas sungguh bersih dan bening. Melihat orang lain, kesusahan Mas Sus siap mengulurkan tangan untuk membantu. Mas Sus tidak segan memberikan rezeki untuk anak yatim. Mas Sus mengajarkan serta memberi nasihat jangan pernah lupa untuk bersedekah dan berhati-hatilah dalam menjalani hidup ini. Doa dan harapan Mas Sus semua sehat dan pandemi ini segera berakhir. Aku bangga dengan Mas Sus sungguh kau memiliki hati yang bening dan bersih tidak terpikat oleh harta duniawi.
Jejak Kecil Di Tempat Terpencil
Oleh: Chotimah, S.Ag. S.Pd, M.Pd
Semua orang hidup di dunia tentu memiliki harapan yang ingin dicapai dalam waktu tertentu dalam kehidupannya. Demikian pula dengan diriku sejak duduk di bangku sekolah di Madrasah Tsanawiyah tempat Bapakku mengajar, aku memiliki harapan semoga suatu hari kelak aku akan bekerja menjadi seorang guru. Harapan seseorang menjadi sumber motivasi untuk meraih apa yang diinginkan. Harapan, keinginan atau pun cita-cita menjadi sumber penggerak orang mau melakukan tindakan nyata. Kata Rasulullah dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Dailami dan lainnya, “Sesungguhnya cita-cita (harapan itu merupakan rahmat Allah bagi umatku, seandainya tidak ada cita-cita (harapan) niscaya tiada seseorang ibu pun yang mau menyusui anaknya dan tiada seorang petani pun yang mau menanam pojok”. Sesuai dengan harapanku kelak bisa menjadi seorang guru, maka ketika kelas III Madrasah Tsanawiyah aku menerima tawaran bapakku untuk mengajar di sekolah madrasah diniyah yang Bapakku kelola. Dari pengalaman satu tahun mengajar menguatkan tekadku untuk menempuh pendidikan keguruan, akhirnya setamat MTs aku melanjutkan ke sekolah PGA, Pendidikan Guru Agama di kota Mendoan Purwokerto. Dengan satu modal bismillah, ketika itu usaiaku 15 tahun aku belajar hidup jauh dari keluarga, tahun pertama aku lewati cukup berat karena harus beradapatasi dengan lingkungan dan kondisi alam yang cukup berbeda dengan tempat aku tinggal di Jatibogor Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal yang dekat pesisir pantai berhawa cenderung panas sementara tempat kostku di Kota yang cenderung berhawa dingin karena masih daerah pegunungan. Sekolah di PGA aku mencoba belajar keras, yang pasti aku tidak ingin mengecewakan kedua orangtuaku. Setidaknya sekolah jauh-jauh mesti berhasil, lulus dengan nilai yang baik. Alhamdulillah selama tiga tahun aku selalu meraih rangking pertama kadang kedua dan ketika lulus aku termasuk empat besar dari seluruh siswa yang terdiri delapan kelas. Sebelum ujian akhir ternyata musibah datang menimpa keluargaku, ibuku yang sangat aku cintai menghadap sang Illahi. Kepergian seorang Ibu menjadi pukulan yang sangat berat untuk keluargaku apalagi lima adikku masih kecil-kecil bahkan yang terakhir masih menyusu kala itu. Karena kondisi inilah akhirnya aku memutuskan untuk menunda kuliah dan fokus mengurus adik-adiku yang masih kecil. Di sela-sela waktu aku di rumah aku mengajar di sekolah MTs tempat aku belajar dulu.Satu tahun kemudian akhirnya aku bisa mendaftar kuliah mengambil jurusan Pendidikan di IAIN Purwokerto. Pengalaman hidup dikosan memiliki banyak waktu luang akhirnya aku putuskan sambil kuliah aku mondok di pesantren al Ikhsan Beji. Sambil belajar Al Qur’an dan agama aku juga dipercaya oleh keluarga ndalem Kyai untuk mengajar santri. Empat tahun kuliah dengan meraih nilai terbaik terasa begitu singkat aku jalani. Selepas wisuda keluarga ndalem kyai memberi amanat padaku untuk merintis dan mengelola sekolah Madrasah Aliyah. Mulai saat itulah aku berjibaku dengan dunia sekolah formal, hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan aku coba pahami, mulai merekrut guru, membuat jadwal sampai dengan mengelola pemasukan dari SPP untuk biaya operasioanal dan gaji guru. Di tahun kedua Alhamdulillah Allah mendatangkan jodoh untukku dan aku menikah. Mulai saat itu aku pindah ke Jogja ikut suami. Sepuluh tahun hidup di Purwokerto kemudian dua belas tahun hidup di Jogja fokus sebagai ibu rumah tangga. Di sela-sela waktu mengurus keluarga aku mencoba kuliah lagi ambil S2 di Universitas Negeri Yogyakarta mengambil konsentrasi pendidikan nilai. Alhamdulillah dapat aku selesaikan dengan nilai terbaik dan menjadi wisudawan berprestasi.
Tahun 2004 bulan Mei gempa dahsyat mengguncang Jogjakarta. Alhamdulillah kami sekeluarga selamat meski dengan trauma. Seribu satu cerita tentang kejadian itu dan kengerian itu kami alami dengan nyata. Ya Allah ternyata gempa sangat mengerikan, betapa kematian begitu dekat ketika gempa itu terjadi, suara gemuruh disertai goncangan dan bangunan rumah kami yang miring hampir roboh membuat kami sangat trauma. Dari kejadian itu akhirnya kami memutuskan untuk membangun rumah di kampung halaman suami.
Tahun 2010 aku beserta kedua anakku akhirnya kembali ke Tegal menempati rumah yang aku bangun tahun 2005 meski belum selesai finishing. Beberapa bulan akhirnya selesai finishing, aku tempati bersama dua anakku sementara suamiku masih tinggal di Jogjakarta. Ketika tinggal di desa harapanku untuk bisa menjadi guru tumbuh kembali, berbekal alat main anakku dan APE (Alat Permainan Edukatif) yang aku bawa dari Jogja aku mencoba merinstis lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan mengontrak rumah warga. Kebetulan di desaku belum ada PAUD dan madrasah diniyah (sekolah agama). Kebetulan antusias anak-anak belajar agama sangat tinggi sehingga pada awal aku buka pendaftaran santri yang mendaftar mbludak di luar perkiraan yakni sampai 170 anak lebih. Karena satu rumah yang aku kontrak tidak bisa menampung santri di tahun pertama pembukaan itu aku mengontrak dua rumah. Sampai empat tahun sekolahku berpindah dari kontrakan satu ke kontrakan yang lain. Pernah juga aku mengontrak tiga rumah. Dengan pendapatan seadanya aku kelola lembaga pendidikan itu dengan dibantu dua belas orang guru dan ustad.
Allah memang selalu mengabulkan setiap doa harapan hambanya entah secara instan atau butuh waktu lama atau bahkan menjadi simpanan pahala di akhirat nanti. Itu yang aku yakini. Alhamdulillah di tahun ketiga sekolah PAUD yang aku kelola dapat menempati gedung baru di sebidang tanah desa dengan pembangunan dana bantuan gedung dari pemerintah. Demikian juga dengan madrasah diniyah di tahun kelima dapat menempati gedung baru di sebidang tanah desa bersebelahan dengan gedung PAUD dengan pembangunan dana bantuan masyarakat dan pemerintah. Kedua gedung itu berdiri dengan kokoh dan megah setidaknya dalam pandanganku. Di sela-sela waktu mengajar di PAUD dan Diniyah aku coba berbagi ilmu agamaku dengan ibu-ibu pengajian di desaku kebetulan ada mengisi lima kelompok pengajian berpindah dari satu rumah ke rumah yang lain. Sesekali aku juga mengajari ibu-ibu di lingkungan sekolah ketrampilan memasak. Alhamdulillah beberapa dari mereka ada yang sudah berhasil menjadi pedagang. Beberapa dari suami mereka mengatakan sangat bersyukur dan berterima kasih istrinya memiliki penghasilan dari hasil berdagang berkat ketrampilan memasak yang dipelajari. Beberapa dari mereka bahkan menuturkannya dengan berlinang air mata, semula jadi pengangguran untuk memenuhi kebutuhan kesulitan sekarang sudah memiliki pendapatan untuk keluarga.
Begitulah sebagian harapanku untuk berbagi ilmu dapat terwujud dan aku sangat bahagia. Ketika suatu hari aku bertandang ke rumah sahabatku Heni ia berkata “Chot, kenapa ya kita tidak menjadi pegawai negeri seperti teman-teman kita yang lain?”
Aku jawab “masa iya harus jadi pegawai negeri semua….”. sahabatku mendengar dengan seksama. “Allah telah mentakdirkan hidup kita sesuai dengan jalan yang terbaik, kita tinggal usaha secara maksimal Mba, coba mba renungkan dengan teman kita yang pegawai.. sama kan hidupnya mereka punya rumah bagus, kita punya, mereka punya mobil bagus kita punya, mereka naik haji kita naik haji… terus apa lagi…apakah pantas jika kita tidak syukuri.,” kataku panjang lebar.
“iya.. ya… rezeki orang sendiri-sendiri.” Kata sahabatku mengakhiri pembicaraan kami.
Semoga apa yang telah aku lakukan untuk keluarga dan sedikit untuk masyarakat sekitar menjadi jejak-jejak kecil di kehidupan nanti untuk menjadi prasasti bagi anak cucu kelak. Perih dan pedih dalam sebuah perjuangan tentu selalu silih berganti namun dengan memiliki harapan kita akan terus melangkah tanpa menyerah, berajalan tanpa lelah karena lillah.
Dua Hati Satu Asa
Oleh Needa Nurrohmah
Di suatu hari, beberapa puluh tahun yang lalu, ketika aku masih remaja, aku bercakap-cakap dengan Buya (red : ayah). Beliau menyampaikan kepadaku sebuah hadits yang berbunyi, “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain (HR Bukhari).“Banyak cara agar kita dapat bermanfaat bagi orang lain, yaitu dengan cara membantu orang tua dirumah, Menolong orang yang butuh pertolongan, atau mengajarkan ilmu bermanfaat yang kita miliki”.
“Rasulullah SAW selalu menolong orang lain. Orang Islam maupun non Islam. Beliau senantiasa menjahit bajunya sendiri demi membantu istrinya tercinta Ibunda Siti Khadijah RA. Selalu mengasihi anak yatim, fakir dan miskin. Bahkan ada cerita yang sangat populer, yaitu akhlak mulia Baginda Rasul SAW terhadap seorang kakek Yahudi yang buta mata nya. Walaupun sang kakek selalu menghina Rasul SAW karena benci dengan da’wah Islam, Nabiyullah SAW tetap berbuat baik kepadanya dengan cara senantiasa memberi makanan setiap hari. Sebelum disuapi makanan tersebut dilembutkannya terlebih dahulu. Sambil memberi makan Rasul mendengarkan hinaan dari mulut sang kakek. Hal itu berlangsung hingga menjelang wafatnya Rasul SAW. Bahkan Kekasih Allah SWT ini berpesan kepada Khalifah Abu Bakar untuk menggantikan nya ketika beliau ditanya perbuatan rasul apakah yang ia belum kerjakan?”
“Berbuat baiklah kepada semua orang, karena memang kita diperintahkan untuk berbuat baik semampu kita, dan jangan lupa menyampaikan satu ayat dari Rasulullah SAW, Ballighuu ‘anni walau aayah. Dan kalian sampaikan lah dariku walau satu ayat”.
“Barang siapa menyampaikan satu ilmu saja dan ada yang mengamalkannya, maka walaupun yang menyampaikan sudah tiada (meninggal), ia akan tetap memperoleh pahala.” (HR Bukhari).
“Rohmah sudah besar, apa cita-citamu nak? Tanyanya lembut. Aku ingin menjadi Psycolog Buya”. Jawabku.
“Oh itu bagus, apa alasannya? Jawabnya ingin tahu,
“Aku ingin mengetahui karakter orang lain, dan ingin dapat memecahkan masalah orang tersebut dengan menggunakan ayat-ayat Alquran dan hadits”. Jawabku menjelaskan.
“Wah bagus itu. Buya sangat berharap Rohmah dapat menjadi Psycolog sekaligus guru agama ya. Karena Rohmah seorang wanita maka harus memahami agama dengan baik, kelak menjadi ibu yang dapat mendidik anak-anak dan menjadi pemimpin bagi kaummu”. Beliau mengungkapkan harapannya.
“Rohmah harus bisa mencontoh Baginda Rasulul SAW dan keluarga nya dalam setiap perilaku, karena mereka adalah petunjuk pelaksana atau tauladan dalam kehidupan kita”. Lanjutnya
Rasulullah SAW bersabda; “ Siapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridho dengan apa yang mereka lakukan. Orang yang mengajarkan kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada dilangit maupun di bumi sampai ikan di air.
“Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Artinya setiap orang yang sudah meninggal pasti akan dikenang sesuai dengan perbuatannya didunia”
Kalimat terakhir yang disampaikan oleh Buya adalah, “Kita ini ibarat buku terbuka, yang semua orang bisa membacanya, maka tuliskanlah dalam setiap lembarnya cerita-cerita indah dan bermanfaat, agar enak dibaca dan disukai semua orang”. Waktu terus berjalan, takdir membawaku untuk melanjutkan pendiddikan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab.
Ya Allah aku sangat berharap apa yang diharapkankan dan diamanatkan oleh Buya dapat kulaksanakan dengan baik. Walau cita-citaku menjadi Psycolog belum tercapai, namun aku berusaha untuk menjadi seorang Guru yang baik bagi anak-anak dan kaum ku sesuai asa Buya, karena asa nya adalah asaku jua.
Inilah Harapanku
Oleh : Gojali
Tulisan ini lanjutan dari buku Antologi yang berjudul “mozaik 2 titik 0”.Dimana dibuku tersebut aku menuliskan cerita perjalanan cintaku dan menemukan seseorang yang akan menjadi pendamping hidup, proses demi proses aku lakukan untuk mendapatkan cintanya. Tidak ku sangka sebelumnya, yang aku rasakan adalah tulus mencintainya sejak pertemuan pertama perkumpulan para pebisnis di suatu kota di Jawa Tengah. Dalam hati ingin memiliki seutuhnya dengan tulus mengharap RidhaNya.
“Bisa jadi inilah jodohku, karena aku sangat yakin dan percaya aku menemukan separuh jiwaku ada pada dirinya.” ucapku dalam hati.
Tidak semua harapan bisa terwujudkan namun, dengan kegigihan, selalu berdoa, memberanikan diri, siap berjuang, menerima kekurangan dan kelebihan. Alhamdulillah atas izinNya sampai pada proses lamaran. Lika liku perjalanan memang tidak mengenakkan pernah ditolak oleh dia yang mana karena wanita sholehah tetapi, aku tidak pernah mundur selangkah pun. Melainkan, terus melaju, berusaha meyakinkan diri, meyakinkan dia dan kedua orang tuanya. Namun hal yang pasti adalah seorang wanita membutuhkan kepastian, kejelasan, pembuktian, kepedulian, ketegasan, bertanggungjawab, kepemimpinan, kemandirian pria terhadap wanitanya. Dengan seperti itu, wanita akan luluh kepadamu mau menerima dan yakin akan dirimu.
Terimakasih wanitaku, telah menerima lamaranku. Sejak saat itu, aku lebih semangat menjalani hari-hariku karena aku telah menemukan separuh jiwaku ada pada dirimu. (doc. Foto lamaran Nova dan Gojali, Purwokerto, 06 Desember 2020).
Inilah harapanku kelak hidup bersamamu :
- Akad nikah 22 Juli 2021
Melangsungkan pernikahan adalah hal yang didambakan, diidamkan, diinginkan, diimpikan oleh semua orang yang ada di dunia ini yang belum menemukan jodohnya. Karena dalam pernikahan ada banyak sekali mendapat kejutan mulai dari keindahan, ketenangan jiwa, raga, spiritual. Menikah sendiri adalah ibadah yang terlama selama hidup. Karena menikah berarti menyempurnakan separuh agama. Niat beribadah kepada-Nya. Mengharap ridha, keberkahan di dalamnya. Bismillah atas izinNya Kamis, 22 Juli 2021 nanti berlangsung khidmat mengucap ijab kobul di hadapan para wali dan saksi. Aamiin Yaa Rabbal Alaamiin.
- Umroh denganmu
Hampir semua orang ingin mengunjungi ke baitullah rumah Allah tetapi, terkadang salah niat sehingga belum terwujud pergi ke baitullah untuk berumroh. Bisa jadi karena kurang kuatnya niat yang lurus, niat beribadah maka Allah belum acc keinginannya. Untuk itu, Bismillah aku dan kamu niat karena Allah ya niat untuk ibadah kebaitullah berkunjung di rumah Allah Ka’bah, untuk berumroh dalam mengawali pernikahan kita. Karena kita adalah apa yang kita pikirkan, jika kita memikirkan berumroh dengan pasangan dan dengan perasaan yang yakin maka atas izinNya terkabul.
- Haji bersamamu
Dalam islam harapan ketiga adalah bagi yang mampu. Tetapi, aku yakin aku dan kamu mampu mewujudkan harapan berhaji ini. Karena tidak ada yang tidak mungkin jika kita sudah berniat karena Allah. Aamiin Ya Allah..
- Membangun keluarga yang sakinah mawaddah warahmah
Sering ketika ada saudara, sahabat, kenalan, teman yang menikah atau pengantin baru lalu kita mengucapkan, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah ya. Lalu, sebenarnya apa itu Sakinah Mawaddah Warahmah? Sakinah Mawaddah Warahmah dari bahasa arab. Sakinah berasal dari kata sakana yang bermakna tenang atau tentram, atau sebuah rumah yang memberikan rasa ketenangan dan kenyamanan. Mawaddah berasal dari kata wadda yang salah satu artinya adalah cinta. Sedangkah rahmah artinya kasih sayang.
Ketiga kata tersebut diambil dari al quran surat Ar Rum ayat 21 yang artinya :
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan saying. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Q.S Al-Rum [30]: 21).
- Membangun yayasan yatim piatu
Sebelum prosesi lamaran aku dan dia berkunjung ke yayasan yatim piatu yang ada di Purwokerto seraya rasa syukurku akan melamar seorang wanita yang aku cinta. Dia sepakat dan selalu mensupport aku dalam hal kebaikan dan dijalankan bersama karena itu adalah bentuk mendekatkan diri pada Allah.
Sejak saat itu, aku dapat double hidayah. 1. Hidayah yang tak berwujud karena rasanya aku ingin membahagiakan orang lain. Orang yang tidak mampu, yatim piatu, khaum dhuafa, sedekah dan lain lain yang sifatnya berbagi bahkan, ingin mendirikan sebuah lembaga sosial. 2. Hidayah yang berwujud yaitu mendapat seorang wanita sholehah yang bernama Urip Novanurul Hidayahnti. Alhamdulillah, makasih ya Allah.
Alasan inilah aku dan dia ingin memuliakan anak yatim,
فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لأعْنَتَكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٢٢٠)
Yang artinya : Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang Mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Surat Al Baqarah Ayat 220).
Sumber : https://adinawas.com/kumpulan-ayat-quran-tentang-anak-yatim.html
- Membangun Masjid
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. At-Taubah : 18).
Atas dasar itu, aku dan dia ingin membangun masjid karena itu baik bekal menuju surganya.
- Keliling Dunia
Ya, jauh sebelum lamaran dengan dia aku ingin setelah menikah nanti berkeliling dunia. Menikmati indahnya dunia baik dalam negeri maupun luar negeri. Karena itu, menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman yang pastinya berkesan bekal untuk kebaikan.
Tidak ada harapan yang terwujudkan selain dengan usaha keras, niat yang tulus, terus melakukan hal yang mendekatkan pada impian, harapan dan tujuan.
Itulah harapanku di 2021 terwujud bersamamu Urip Novanurul Hidayahnti.
Aamiin Ya Rabbal Alaamiin..