Pemilu dan Fungsi pemilu by ” Buku Perihal Pemilu”

 

Pemilu adalah arena kompetisi untuk mengisi jabatan-jabatan politik di pemerintahan yang didasarkan pada pilihan formal dari warga negara yang memenuhi syarat. Peserta Pemilu dapat berupa perseorangan dan partai politik tetapi yang paling utama adalah partai politik. Partai politik mengajukan kandidat dalam pemilu untuk kemudian dipilih oleh rakyat. Pada zaman modern ini pemilu menempati posisi penting karena terkait dengan beberapa hal. Pertama, pemilu menjadi mekanisme terpenting bagi keberlangsungan demokrasi perwakilan. Ia adalah mekanisme tercanggih yang ditemukan agar rakyat tetap berkuasa atas dirinya. Perkembangan masyarakat yang pesat, jumlah yang banyak, persebaran meluas dan aktivitas yang dilakukan semakin beragam menjadikan kompleksitas persoalan yang dihadapi rakyat semakin variatif. Kondisi tersebut tidak memungkinkan rakyat untuk berkumpul dalam satu tempat dan mendiskusikan masalah-masalah yang mereka hadapisecara serius dan tuntas. Akhirnya muncul demokrasi perwakilan sebagai keniscayaan dengan pemilu sebagai mekanisme untuk memilih wakilnya. Kedua, pemilu menjadi indikator negara demokrasi. Bahkan, tidak ada satupun negara yang mengklaim dirinya demokratis tanpa melaksanakan pemilu sekalipun negara itu pada hakekatnya adalah otoriter. Ketika perspektif Schumpetarian tentang demokrasi, yaitu demokrasi sebagai ‘metode politik’ mendominasi teorisasi demokrasi maka pemilu menjadi elemen paling penting dari ukuran negara demokrasi. Bahkan, Prezeworski dan rekan-rekannya mendefinisikan demokrasi sebagai “sekedar rezim yang menyelenggarakan pemilihan-pemilihan umum untuk mengisi jabatan-jabatan pemerintahan” (dengan ketentuan bahwa persaingan yang sebenarnya mensyaratkan adanya oposisi yang memiliki kesempatan memenangkan jabatan publik, serta bahwa posisi kepala eksekutif dan kursi legislatif diisi melalui pemilu).1 Sementara itu, Dahl menyebutkan dua dari enam ciri lembaga-lembaga politik yang dibutuhkan oleh demokrasi skala besar adalah berkaitan dengan pemilu, yaitu para pejabat yang dipilih dan pemilu yang bebas, adil, dan berkala.2 Ketiga, pemilu penting dibicarakan juga terkait dengan implikasiimplikasi yang luas dari pemilu. Dalam gelombang ketiga demokratisasi pemilu menjadi suatu cara untuk memperlemah dan mengakhiri rezimrezim otoriter.3 Pada fase ini Huntington menyebut pemilu sebagai alat serta tujuan demokratisasi. Pertanyaan tersebut berangkat dari kenyataan tumbangnya penguasa-penguasa otoriter akibat dari pemilu yang mereka sponsori sendiri karena mencoba memperbarui legitimasi melalui pemilu.

  • FUNGSI PEMILU

Pemilu bukan karakter yang tunggal, bukan mekanisme sederhana akuntabilitas publik atau penjaminan kontrol politik. Menurut Heywood pemilu adalah ‘jalan dua arah’ yang disediakan untuk pemerintah dan rakyat, elit dan massa dengan kesempatan untuk saling mempengaruhi. Pemilu adalah ‘jalan dua arah’ seperti yang ada pada semua saluran komunikasi politik

Sebagai ‘jalan dua arah’ fungsi pemilu secara garis besar terumuskan dalam 2 (dua) perspektif bottom-up dan top-down. 7 Dalam perspektif bottom-up pemilu dilihat sebagai sarana politisi dapat dipanggil untuk bertanggungjawab dan ditekan untuk mengantarkan bagaimana kebijakan merefleksikan opini publik. Termasuk dalam fungsi bottom-up diantaranya adalah fungsi pemilu sebagai: pertama, rekruitmen politisi. Di negara demokratis, pemilu adalah sumber utama untuk rekrutmen politisi dengan partai politik sebagai sarana utama dalam penominasian kandidat. Individu-individu biasa kemudian menjadi politisi sejak dirinya bergabung dalam partai politik dan sejak dinominasikan atau mencalonkan diri dalam pemilu. Kedua, membentuk pemerintahan. Membentuk pemerintahan secara langsung di negara-negara yang menganut sistem presidensial seperti di Negara Amerika Serikat dan Perancis dimana eksekutif dipilih secara langsung. Sedangkan pada pemerintahan dengan sistem parlementarian pemilu lebih mempengaruhi formasi pemerintah dimana derajat mempengaruhinya tergantung pada sistem pemilu yang digunakan. Ketiga, sarana membatasi perilaku dan kebijakan pemerintah. Penguasa-penguasa yang agendanya tidak lagi disetujui rakyat maka dapat dikontrol perilakunya secara periodik dalam pemilu berikutnya. Incumbent dapat dihukum oleh rakyat melalui pengalihan dukungan suara kepada kandidat atau partai lain yang dianggap lebih aspiratif. Dalam perspektif top-down, pemilu dilihat sebagai sarana elit melakukan kontrol terhadap rakyat agar tetap tanpa gerak/diam (quiescent), dapat ditundukkan (malleable), dan pada akhirnya dapat diperintah (governable). Fungsi ini biasanya terjadi terkait dengan penguasapenguasa otoriter. Dalam pemerintahan yang otoriter pemilu dilaksanakanuntuk membangun legitimasi atas sistem yang mereka bangun. Selain itu, pemilu juga menjadi sarana dimana elit dapat memanipulasi dan mengontrol masa. Masuk dalam perspektif top-down fungsi pemilu adalah: pertama, memberi legitimasi kekuasaan. Fungsi ini merupakan fungsi paling mendasar dalam pemilu. Penguasa yang terpilih tidak hanya akan memiliki legalitas tetapi yang paling penting adalah memiliki keabsahan moral untuk memerintah. Dengan keabsahan moral yang dimiliki, segala aktivitas yang dilakukan pemerintahan memiliki legitimasi. Kebijakan, penerapan ganjaran dan sanksi yang dibuat pemerintah absah di hadapan rakyat. Paling kurang, ada tiga alasan mengapa pemilu bisa menjadi sarana legitimasi politik bagi pemerintah yang berkuasa.8 Pertama, melalui pemilu pemerintah sebenarnya bisa menyakinkan atau setidaknya memperbarui kesepakatan-kesepakatan politik dengan rakyat. Kedua, melalui pemilu pemerintah dapat pula mempengaruhi perilaku rakyat atau warga negara.. Ketiga, dalam dunia modern para penguasa dituntut untuk mengandalkan kesepakatan dari rakyat ketimbang pemaksaan untuk mempertahankan legitimasinya. Kedua, sirkulasi dan penguatan elit. Pemilu merupakan sarana dan jalur langsung untuk mencapai posisi elit penguasa. Pintu masuk bagi terjadinya sirkulasi elit dalam pemilu adalah melalui tahap seleksi kandidat. Dengan seleksi kandidat itu dapat dilihat apakah sirkulasi elit itu mengacu pada proses dimana individu-individu berputar di antara elit dan non-elit, atau mengacu pada proses dimana elit satu digantikan dengan elit yang lain.9 Proses akhir dari bentuk sirkulasi elit itu adalahpada wakil-wakil yang terpilih dalam pemilu atau mereka yang duduk di legislatif maupun eksekutif. Ketiga, menyediakan perwakilan. Pemilu merupakan saluran yang menghubungkan publik ke pemerintahan. Fungsi ini terutama menjadi kebutuhan rakyat, baik dalam rangka mengevaluasi maupun mengontrol perilaku pemerintah dan program serta kebijakan yang dihasilkannya.10 Dengan pemilu rakyat dapat memilih wakil-wakil mereka yang akan menduduki jabatan-jabatan pemerintahan yang dipilih. Wakil-wakil itu yang kemudian menjadi penyambung kepentingan rakyat atas berbagai persoalan yang dihadapi rakyat. Keempat, sarana pendidikan politik. Pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik rakyat yang bersifat langsung, terbuka, dan massal, yang diharapkan bisa mencerdaskan pemahaman politik dan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi.11 Peran itu terutama dilakukan oleh partai politik maupun individu-individu peserta pemilu. Instrumen yang dipakai adalah materi dari peserta pemilu. Ideologi, program dan kebijakan yang ditawarkan peserta pemilu dapat menjadi bahan evaluasi rakyat untuk menentukan pilihannya secara tepat. Di luar fungsi pemilu sebagai ‘jalan dua arah’ yang lebih bersifat vertikal tersebut, satu fungsi pemilu yang tidak kalah penting adalah dimensi horisontal pemilu. Dalam dimensi horizontal, pemilu berfungsi sebagai: pertama, arena pengelolaan konflik kepentingan. Dipahami bahwa masyarakat memiliki berbagai kepentingan yang tidak dapat selamanya dapat berjalan dengan harmonis. Ada kalanya kepentinganmereka saling cross-cutting sehingga melahirkan friksi sampai pada timbulnya konflik. Agar tidak terjadi anarkisme konflik maka konflik kepentingan itu ditransfer melalui berbagai lembaga perwakilan yang ada dalam negara demokrasi yang pembentukannya melalui pemilu. Karena menjadi sarana mentransfer konflik maka pemilu sendiri adalah menjadi bagian dari zona damai yang diharapkan dari adanya lembaga-lembaga perwakilan. Dengan kata lain pemilu menjadi sarana perubahan politik secara damai. Kedua, sarana menciptakan kohesi dan solidaritas sosial. Fungsi ini adalah kelanjutan dari fungsi pemilu sebagai arena pengelolaan konflik. Dengan adanya transfer konflik ke lembaga – lembaga perwakilan maka di dalam masyarakat diharapkan perbedaan yang ada tidak menjadi sarana fragmentasi sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan 2 (dua) fungsi pemilu yaitu secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal adalah ‘jalan dua arah’ rakyat dengan pemerintah dan sebaliknya. Sementara itu fungsi vertikal adalah berdimensi relasi antar kelompok dan individu yang ada dalam masyarakat sendiri.

sumber::

buku perihal pemilu sigit pamungkas