Batu bara adalah salah satu dari beberapa sumber energi primer Indonesia yang potensinya masih menjadi primadona dan diandalkan sebagai sala satu sumber energi primer selain minyak dan gas. Produksi batubara yang selalu meningkat dari tahun ke tahun menjadikan batubara sebagai komoditi utama dalam subsektor pertambangan umum serta menempati posisi sangat vital dan merupakan salah satu sumber energi primer bagi dunia industri Indonesia (Dirjen Mineral dan Batubara, 2013). Pada tahun 2018, realisasi produksi batu bara mencapai angka 528 juta ton, naik 14 % dari tahun 2017 yang mencapai angka 461 juta ton. Peningkatan jumlah produksi yang sangat besar ini berpengaruh signifikan terhadap penurunana harga batu bara, untuk itu maka pemerintah menyebut target produksi batu bara di 2019 sekitar 480 juta ton. Pemanfaatan sumber energi oleh perusahaan industri batu bara seharusnya dilakukan secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia yang didasarkan pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Kegiatan Penambangan batu bara seharusnya juga memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi sehingga mempunyai dampak positif bagi masyarakat lingkar tambang. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 atau lebih di kenal dengan undang-undang minera di nyatakan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan (UU No. 4 Tahun 2009) Kegiatan pertambangan selain memberikan dampak berupa peningkatan devisanegara juga akan berdampak terhadap lingkungan seperti penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi serta terganggunya flora fauna serta kenyamanan penduduk. Selain itu kegiatan pertambangan yang dilakukan di wilayah berpenduduk atau lokasi tempat mencari nafkah penduduk akan menimbulkan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi di wilayah tersebut, seperti perubahan pendapatan keluarga, pola pemilikan lahan, pemanfaatan dan penguasaan sumberdaya alam, serta pengembanan fasilitas sosial dan aksesibilitas wilayah (Djajadiningrat, 2001 dalam Qomariah, 2003) Dipandang dari sudut ekonomi, keberadaan suatu industri pertambangan dalam suatu wilayah selaiknya memberikan dampak terhadap perkembangan wilayah yang akan memberi peluang dan upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat serta kesempatan berusaha. Disamping itu keberadaan industri tersebut juga selayaknya dapat meningkatkan kemampuan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Bila ditinjau dari aspek sosial, keberadaan suatu industri dalam suatu wilayah akan menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran di dalam masyarakat wilayah yang bersangkutan seperti perubahan pola pikir dan tata cara kehidupan lainnya. Pada satu sisi, proses kegiatan industri pertambangan apapun jenisnya telah memberikan dampak positif kepada kas negara dari pajak dan royalti. Namun pada sisi lain, keberadaan industri pertambangan selama ini telah menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan serta pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan itu. Akibatnya pemerintah tidak dapat memberikan kemakmuran bagi masyarakatnya, karena keuntungan pemerintah dari kegiatan tersebut hanya sedikit dibandingkan dengan biaya sosial lainnya (Basuki, 2007). Dampak positif dari kegiatan pertambangan batubara selain merupakan sumber pendapatan asli daerah dan sumber devisa negara juga memberikan peran dalam membangun daerah di Indonesia, yaitu dengan terbukanya jalan didaerah yang terisolasi akibat adanya kegiatan pertambangan. Selain itu adanya kegiatan pertambangan akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat didaerah pertambangan tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan diantaranya adalah kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan muncul diakibatkan karena perusahaan pertambangan tidak memperhatikan lingkungan dalam melakukan kegiatan. Selain itu limbah hasil pertambangan juga tidak diolah dengan baik sehingga mencemari lingkungan. (Djadjadiningrat (2003) dalam Siska (2013)) Dampak sosial merupakan dampak yang dirasakan oleh masyarakat yang beradadi area suatu kegiatan dilaksanakan. Dampak sosial-ekonomi dapat dibedakan menjadi dampak real impact dan special impact (Hadi, 2009). Sosial ekonomi menurut Abdulsyani (1994) dalam Kurniawan (2015) merupakan kedudukan manusia atau posisi seseorang yang ditentukan oleh aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis rumah tinggal dan jabatan dalam organisasi. Sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang sangat terpengaruh apabila suatu kegiatan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan. Keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan wujud dan partisipasi dalam peningkatan dan pengembangan pembangunan masyarakat. Perusahaan dan masyarakat yang bermukim di sekitarnya merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi. Dimana perusahaan memerlukan masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri begitupun sebaliknya, masyarakat memerlukan perusahaan tersebut dalam peningkatan perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan perusahaan tersebut. (Jurnal Redoks, Volume 1, Nomor 1, Januari 2016 ± Juni 2016)