Terima kasih Untuk Guru

Penulis:
Kantiono, Fadlan Nasution, Dimas Nurrahman Pratama, Eka Soe, Nida Ilmi Nafia, Nuryani A. H, Rosnila Hura, Rina Khomariah, Fawzia Gasha Adinasyifa, Agus Ghulam Firza, Yuliana, Hj. Nurhidayah, S. Ag. , M. Pd. , Tegen Maharaja, S. Kom, S. H. , C. STMI. , Nur Aini, Nur Fathoni, S. Pd. , M. Si. , Setiawan Shaputra, M. Mujtahid Sulthony, Nadiah Masviva, Enni Eka Susanti, S. Pd. , Eunike Rahel Mintalangi, Nanda Diva Choirunnisa, Nani Suryani, Sri Lestari, Ainur Rahmah, Rahmat Hidayat, Nurul Hidayah, Rudi Yulianto, M. Pd. I. , Gojali, S. TP, Drs. Minhuda, MM. , Immanuel Yosua Tjiptosoewarno

 Menggapai Harapan

Oleh: Kantiono

Tepatnya pada awal semester II bulan Januari 2017, Ira diberi tugas oleh atasannya (Kepala Sekolah) menjadi staf perpustakaan. Karena staf perpustakaan yang lama beralih tugas menjadi Kepala Tata Usaha (TU), tanpa pengalaman dan pengetahuan tentang perpustakaan sedikit pun, Ira mencoba dan berusaha untuk mengelola. Walaupun dalam hati, ada keraguan dan kebimbangan dalam menentukan langkah. Semua orang bekerja atas dasar kebiasaan yang di ulang-ulang. Banyak diantaranya bekerja bukan dari faktanya, tapi karena diberi kesempatan, toh. Akhirnya berhasil. Dasarnya sederhana, diajari tugas rutin berulang-ulang selama bertahun-tahun. Akhirnya ngelotok. Di sini terjadi proses learning by doing (belajar sambil bekerja). Dari prinsip itulah akhirnya, Ira terus berusaha untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, walaupun dalam hati ada keraguan, tapi Ira optimis tetap berusaha. Pikiran Ira pada saat itu adalah ingin melakukan perubahan dan menghidupkan perpustakaan sebagaimana mestinya. Sejatinya perpustakaan adalah sarana untuk belajar dan mencari informasi yang dibutuhkan pemakai atau siswa untuk berkreasi dalam bidang pengetahuan. Sedangkan, perpustakaan waktu itu adalah sebuah ruangan kosong yang didalamnya berisi buku-buku paket yang bertumpuk-tumpuk di rak, walaupun Ira tidak mengerti perpustakaan sama sekali, dalam hati Ira berpikir, apakah ini pantas disebut perpustakaan dan apakah anak-anak bisa belajar, kalau kondisi perpustakaan seperti ini. Dengan niat untuk perubahan perpustakaan yang lebih baik, maka Ira mengajukan permohonan kepada atasan untuk melakukan perubahan desain perpustakaan, dimulai dari dinding (wallpaper), rak dan lain-lain. sampai akhirnya langkah awal ini di setujui oleh Kepala Sekolah. Sebuah tantangan baru bagi Ira, walaupun tanpa pengetahuan dalam bidang perpustakaan dan dengan perubahan sarana pra-sarana yang Ira ajukan menghabiskan begitu banyak dana, sehingga membuat Ira semakin bersemangat untuk mengelola perpustakaan ditempatnya kerja. Bahkan Kepala Sekolah memberi saran kepada Ira agar menghubungi seseorang, dan seseorang itu di daerah Ira sudah cukup dikenal, karena beliau adalah seorang pelukis dan juga literasi dalam bidang perpustakaan. Alhamdulillah…. Akhirnya, Ira bertemu dengan beliau dan mengutarakan maksud serta tujuannya, yang ingin merubah perpustakaan yang lebih baik lagi. Kebetulan, beliau adalah kepala perpustakaan di salah satu instansi di daerah tempat Ira tinggal. Jadi, tidak ada kesulitan kalau ingin bertemu beliau. Bahkan, perpustakaan tempat beliau juga pernah meraih juara satu (1) lomba perpustakaan tingkat nasional pada tahun 2014-2015, dan juga terakreditasi A. Setelah pertemuan itu maka, proses perubahan desain perpustakaan berjalan sesuai rencana dan sampai akhirnya selesai dengan batas waktu yang telah di tentukan. Mulai dari desain ruangan, rak, multimedia, dan penambahan buku-buku bacaan. Dan pada tanggal 21 April 2017, perpustakaan di resmikan sebagai perpustakaan yang baru berdiri. Dengan berbagai acara disajikan salah satunya adalah pameran karya siswa, serta hadir pula Bapak Ketua Pengurus yayasan tersebut dan Kepala Kemenag daerah tempat Ira. Dengan perubahan perpustakaan ini, semua siswa senang dan semangat untuk selalu berkunjung dan membaca di dalam perpustakaan. Hari demi hari Ira terus belajar untuk pengembangan perpustakaannya. Walaupun, rintangan dan celotehan yang menyakitkan seringkali diterima. Tapi semua itu tidak membuat Ira putus asa ataupun berkecil hati. Kebetulan pada saat itu, perpustakaan sekolah bekerjasama dengan salah satu Yayasan di bidang pengembangan perpustakaan Sekolah. Yang selalu memberi dukungan dan pelajaran sehingga sedikit demi sedikit Ira bisa memahami apa yang harus dikerjakan di dalam perpustakaan. Kegiatan perpustakaan semakin berkembang dan fungsional didalam pembelajaran. Yayasan Pengembangan Perpustakaan Sekolah selalu memberikan arahan dan motivasi kepada Ira dalam pengembangan perpustakaan ini. Kegiatan belajar mengajar di dalam perpustakaan sudah aktif, fungsional perpustakaan pun sudah lebih baik, ditambah lagi dengan pembelajaran literasi yang sudah mulai dikembangkan dalam sekolah. Salah satunya adalah memasukkan pelajaran tematik didalam perpustakaan untuk memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat atau sarana pembelajaran literasi di dalam program K-13. Dengan berubahnya perpustakaan yang lebih baik, membuat Ira sadar bahwa masih banyak yang harus dipelajari dalam pengembangan perpustakaan ini, sedikit demi sedikit Ira terus berusaha untuk berbenah dan mempelajari pengetahuan tentang pengelolahan perpustakaan, melalui seminar, bimtek dan workshop perpustakaan lainnya. Bagi Ira hidup ini adalah perjuangan, perjuangan untuk menggapai harapan yang lebih baik, bersyukur dan bersabar merupakan salah satu diantara sekian banyak kunci keberhasilan dalam hidup manusia. Proses kerja keras dan perjuangan merupakan sesuatu yang berharga untuk mencapai tujuan. Terus melangkah, walaupun hanya setapak demi setapak dan selalu yakin bahwa Tuhan akan memberikan jalan. Karena Tuhan tidak akan merubah nasib kita jika kita sendiri tidak berusaha untuk merubahnya. Belum selesai berbenah, Ira dihadapkan pada berita lomba perpustakaan. Pada saat itu, kepala sekolah berkunjung ke perpustakaan dan membicarakan tentang keikutsertaan dalam lomba perpustakaan tingkat SD dan MI tingkat Kabupaten. Pikiran Ira kacau apa yang harus ia lakukan. Berita lomba perpustakaan itu membuat Ira bingung, tidak luput dari semua itu terkadang mendapat hinaan dan cemohan disekitarnya. Ira hanya diam dan tersenyum berharap semoga semua ini akan membawa hikmah tersendiri bagi kehidupannya. Persiapan lomba perpustakaan sudah berjalan dengan bantuan para guru dan didampingi yayasan penggerak literasi di daerah Ira, sampai pada hari puncak visitasi tim juri berkunjung ke perpustakaan. Proses visitasi pun selesai, walau pun semua itu dilalui dengan begitu tegang, dan semua yang terjadi pada saat visitasi. kritikan dan saran, semua itu dijadikan pelajaran yang sangat berharga untuk ke depannya. Sampai akhirnya, lomba perpustakaan di umumkan dan masuk sepuluh besar (10), serta dari hasil presentasi akhirnya mendapat juara satu (1) lomba perpustakaan tingkat SD dan MI tingkat Kabupaten. Alhamdulillah…. Semoga semua ini menjadi awal kesuksesan perpustakaan untuk ke depannya, Ira pun bersyukur dengan masa-masa sulit dan cobaan yang ia alami selama dalam persiapan lomba, akhirnya membuahkan hasil. Pada hari berikutnya, Kepala sekolah memanggil dan menyuruh Ira untuk melanjutkan jenjang pendidikan dengan mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan dan semuanya itu biaya ditanggung sekolah (gratis). Rasa senang, juga bersyukur atas karunia dan kenikmatan yang Ira terima, semoga apa yang Ira dapatkan ini mendapat ridha dari Allah SWT. Aamiin…

Terima Kasih Guruku

Oleh Fadlan Nasution

  Terima kasih guruku Engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa Engkau membimbingku Engkau mendidikku Engkau adalah pelita Yang menerangi kegelapan Jasamu begitu besar Kan ku kenang selalu sepanjang hidupku… Guru adalah orang yang telah berjasa besar mendidik kita, tiada aksara yang mampu untuk mengungkapkannya. Guru adalah tenaga pendidik profesional dibidangnya yang memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, memberi arahan, memberi pelatihan, memberi penilaian, dan mengadakan evaluasi kepada peserta didik yang menempuh pendidikannya sejak usia dini melalui jalur formal pemerintahan berupa Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah (Undang Undang No 14 Tahun 2005). Begitu besar peran guru sebagai poros utama pendidikan, guru menjadi penentu kemajuan suatu negara di masa depan. Tidak hanya ilmu yang guru ajarkan, guru juga mempunyai tanggung jawab dalam mendidik siswa agar mempunyai sikap dan tingkah laku baik, baik ketika berada di lingkungan sekolah atau pun masyarakat. Guru begitu besar jasamu, takkan sanggup kami membalas jasa-jasamu. Engkau mengajari kami ketika kami tidak bisa membaca dan menulis hingga kami bisa dan lancar membaca dan menulis. Engkau begitu sabar mengajar, membimbing dan mendidik kami, engkau begitu tabah menghadapi segala tingkah laku kami yang masih anak-anak. Engkau rela meninggalkan rumahmu demi untuk mendidik kami murid-muridmu, engkau adalah pengganti kedua orang tua kami di sekolah. Tidaklah sanggup, kami membalas segala jasamu wahai guruku. Bapak dan ibu guru yang begitu menginspirasiku dan sangat ku cintai serta sudah ku anggap sebagai kedua orang tua ku sendiri di sekolah. “Assalamu’alaikum anak-anakku”, begitu guru ku memanggil kami para muridnya di kelas, dengan sebuah panggilan akrab dan menyejukkan hatiku. ibarat panggilan kepada anak kandungnya sendiri. Beliau mengajari kami banyak hal, tidak hanya pelajaran sekolah tetapi juga ilmu kehidupan dan ilmu agama. Guru… jasa kalian akan selalu ku kenang, tetaplah menjadi cahaya untuk anak negeri. Semoga setiap peluh dan lelahmu melahirkan generasi tangguh dan berjiwa negarawan dimasa akan datang. Tak henti kami mendoakanmu, wahai guru. Jangan pernah lelah menjadi pelita bagi bangsa ini. Jadilah selalu patriot pahlawan bangsa. Terima kasih kepada seluruh guru di Indonesia atas jasamu yang amat mulia. Ada guru yang banyak menginspirasiku, beliau mengajarkan kami menulis dan membuat karya sastra, dari beliau untuk pertama kalinya aku belajar membuat puisi dan cerpen. Tidak hanya itu, kami diajarkan ilmu public speaking dan kepercayaan diri untuk bisa berbicara di depan kelas, satu-persatu kami dilatih berpidato dan menjadi komentator layaknya seorang pejabat yang berpidato di hadapan masyarakat dan layaknya seorang komentator pertandingan sepak bola di televisi. Beliau tidak monoton mengajar kami, ada saja metode dan ide beliau mengajar untuk membuat kami belajar secara menyenangkan. Ini yang membuatku selalu menantikan kehadiran jam pelajaran beliau di kelas. Ada juga guru yang menunjukkan kepadaku jalan kebaikan. Hingga, aku tetap berada di jalan tersebut sampai kini. Para guru begitu bangga melihat anak didiknya berhasil. Aku masih selalu ingat pesan beliau kepadaku. “Bapak bangga, Jika melihat kamu berhasil. ” begitu pesan beliau padaku. Terharu sekali melihat jasa-jasa beliau. Kini, beliau telah tiada hanya do’a-do’a terbaik yang bisa kupanjatkan padamu guruku. Kupersembahkan buku ini, buat guru-guruku di TK Aisyiyah Medan Kota, SD Negeri 91 Medan, SMPN 6 Medan, SMU Al-Ulum Medan, guru ngaji, guru MDA Al-Washliyah Simpang Limun Medan, guru MDA Muhammadiyah Medan Kota, dosen ITB Bandung, dosen USU Medan dan para guru kehidupan yang telah banyak memberikan ilmu dan inspirasi kepadaku yang tidak bisa aku sebutkan satu-persatu. Para sahabatku sekalian, marilah kita mengingat jasa guru kita sekalian, baik guru kita yang masih hidup atau guru kita yang telah tiada. Mungkin mereka tidak lagi mengingat kita karena usia yang telah tua, tetapi kitalah yang harus selalu mengingat mereka karena kita lebih muda. Adapun kiat dan cara menghormati dan menghargai jasa para guru yaitu dengan; berterima kasih kepada guru kita, menjaga nama baik beliau, mendoakannya, mengingat jasa-jasanya, memberi tanda ucapan terima kasih, mengajarkan ilmunya kembali kepada orang lain, meraih prestasi yang membuat guru bangga pada kita dan lainnya. Apa yang sudah sahabat lakukan buat guru kita? Ada baiknya sesekali kunjungi rumah guru kita, atau jika ada nomor handphonenya sesekali bisa di telepon untuk menanyakan kabar beliau, bisa juga melakukan kunjungan lihat ke sekolah, bagi rezeki kita kepada para guru yang telah berjasa pada kita, bantu anaknya, dan lain sebagainya. Tidaklah salah, memberi hadiah kepada guru kita yang telah berjasa mendidik kita. Lagu ‘Hymne Guru’ ciptaan Sartono berikut yang selalu membuat saya menangis teringat para guru… Terpujilah Wahai engkau Ibu bapak guru Namamu akan selalu hidup Dalam sanubariku Semua baktimu akan kuukir Di dalam hatiku Sebagai prasasti terima kasihku Tuk pengabdianmu Engkau sebagai pelita Dalam kegelapan Engkau laksana embun penyejuk Dalam kehausan Engkau patriot pahlawan bangsa Tanpa tanda jasa

Penghormatan Terakhir

 Oleh Dimas Nurrahman Pratama

Radit menaruh sepeda motornya, di gapura bertuliskan TPU atau disebut Tempat Pemakaman Umum. Kaki kiri mendorong jagrang motor, menaruh helm di atas kaca spion sepeda motor. Suasana duka masih menyelimuti pemakaman. Suara kambing mengembik di sampingnya. Tiga ekor kucing berkeliaran, berjalan dan memanjat tiap penyangga bata di atas tanah. Radit berjalan mendaki karena bukitnya curam. “Dit! Sini!” Suara laki-laki disertai lambaian tangan kanan, mengarah ke sana. Radit mendongak para peziarah yang berjumlah ratusan orang, turut mendoakan. Beberapa awak media sedang menyiarkan berita kematian guru yang mereka cintai. Para siswa berbisik mengenai kehadiran dirinya. Serasa tidak nyaman, sebisanya untuk menyingkir dari mereka. Radit pun akhirnya sampai ke laki-laki yang melambaikan tangan. “Lama sekali!” “Maaf, Putra. Untuk ngurus izin pulang lebih cepat butuh waktu lama. ” “Mau bagaimana lagi? Namanya juga kematian. Kita tidak tahu kapan orang meninggal. ” Menurut informasi Putra, guru yang akan dimakamkan sebentar lagi adalah Pak Burhan. Guru Agama SMP. Katanya, beliau mengalami kelelahan setelah membuat soal untuk kelas dua SMP. Dan meminta kepada istrinya untuk istirahat. Namun tidak disangka, Pak Burhan dipanggil oleh Rahmatullah terlebih dahulu. Di antara guru SMP-nya, beliau paling ditakuti di sekolah karena sering menjewer telinga atau lengan para siswa. Walau demikian, ajaran yang beliau berikan kepada mereka adalah paling nyaman diantara guru agama lainnya. Bahkan, Pak Burhan selalu membantu orang-orang yang kesusahan. Oleh sebab itulah, teman sekelas yang sudah alumni pada berkumpul semua. Radit merogoh saku celana miliknya. Memegang sebuah jam tangan pemberian beliau sebelum wafat. “Jam tangan itu kan—” “Kau mengingatnya?” “Pastinya! Jam tangan itu diberikan saat ujian praktek agama berlangsung. Aku tidak menyangka kau salah satu orang yang beruntung mendapatkannya, ” ujar Putra terkesima hadiah Radit. Radit memejamkan matanya. Mencoba untuk mengingat pesan beliau sebelum pergi selamanya. Waktu itu, Radit sedang melaksanakan ujian praktek agama berupa menunaikan salat wajib. Gerakan demi gerakan telah dilakukan oleh Radit. Lantunan doa dan bacaan terus dikumandangkan. Selama sepuluh menit, dia telah menyelesaikan. Namun sebelum pergi, Pak Burhan menghampirinya. Jantung berdegup kencang. Takut kalau nilainya jelek oleh beliau. “Radit, manusia itu akan memiliki masalah yang berbeda-beda. Tetapi, selama kita terus berusaha, Insya Allah, Allah SWT akan memberikan jalan untukmu. Jangan pernah menyerah dengan keadaan sekitar. Tapi berjuanglah untuk merubah nasibmu sendiri. Bapak disini untuk mendoakanmu yang terbaik kelak, ” Mendengar perkataan barusan, Radit memiringkan kepalanya. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Namun nasehat beliau dia tanamkan hingga menjadi seperti sekarang. Jam tangan dikenakan pada pergelangan tangan kanan. Mengatur waktu dan tanggal. Kini, ada dua buah jam tangan. Yang sebelah kiri berupa jam tangan jarum dari logam emas. Sedangkan sebelah kanan berupa analog dari plastik. Setelah doa selesai dibacakan, para penggali kubur mulai menimbunnya. Dari kejauhan, jenazah Pak Burhan sudah dikebumikan. Bersiap untuk mengakhiri acara pemakaman. “Putra, apa kau masih berkeinginan untuk menjadi seorang guru?” “Kau masih meragukan cita-citaku sejak SMP?” “Bukan. Aku ingin mengetahui tekadmu. Apakah salah menanyakan hal demikian?” “Tidak. Kau tidak salah. Yang salah adalah kita berhenti menggapai mimpi. Dan berakhir menjadi seorang pecundang. Kau tahu, orang-orang yang suka menyalahkan keadaan itulah yang disebut pecundang, ” kata Putra tegas. Radit merapalkan doa untuk Pak Burhan. Semoga arwah beliau bisa tenang di sana dan di tempatkan ke surga. Disusul Putra mengikuti Radit. Angin berhembus, daun-daun beterbangan. Nyaris mengenai rambut Radit. Kupu-kupu berhinggap di pohon kecil. Mengambil kepala sari di dalam bunga.

Cara Sederhana Berterima Kasih Kepada Guru

oleh: Eka Soe

  Perkenalkan namaku Eka, ada kebanggaan tersendiri dalam hidupku, ketika aku mengenyam pendidikan di salah satu lembaga yaitu Sekolah. Meskipun hanya berlangsung selama 9 tahun masa pendidikan, tapi di situlah aku mengenal seorang guru, siapa dan bagaimana guru itu? Dilansir dari wikipedia guru seorang pengajar suatu ilmu, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dengan mengenal guru, aku sedikit banyaknya paham atas jasa-jasa beliau, tanpa beliau mungkin aku menjadi manusia buta huruf, buta angka, buta al-qur’an, buta baca, buta nulis, buta hitung, tanpa jasa beliau mungkin aku tak bisa menulis di buku ini, meskipun tulisanku masih sangat sederhana. Dimasa pandemi sekarang ini ada beberapa orang yang belum paham tentang peranan orang tua dan guru, ada beberapa diantaranya malah menyepelekan seorang guru, karena program pembelajaran Daring (dalam jaringan) dari pemerintah. Padahal, kalau kita menyadari saat program daring orang tua dituntut sebagai pendamping anaknya belajar di rumah, sebenarnya bukanlah sebuah tuntutan tapi sebuah kewajiban, kewajiban kita sebagai orang tua sebagai pengajar di rumah dan kewajiban seorang guru sebagai pengajar di sekolah, ingat kewajiban orang tua tak hanya menyerahkan pendidikan anak ke lembaga formal saja (sekolah). akan tetapi, kewajiban orang tua juga mendidik anaknya saat berada di Rumah. Tapi, ada beberapa orang tua merasa keberatan, kerepotan, dan beralasan bukan basicnya sebagai pengajar untuk anaknya sendiri. Padahal, kalau ada keluhan atau kendala saat belajar Daring bisa di konsultasikan ke pihak guru dan Sekolah. “Guru di rumah adalah orang tua, Sedangkan orang tua di sekolah adalah guru” Guru merupakan pahlawan tanpa tanda dan jasa. Seberapa pun kita mengucapkan kata terima kasih, itu tak kan bisa membalas jasa seorang guru, walau kita memberikan hadiah termewah atau termahal sebagai tanda terima kasih itu juga tak kan sebanding dengan jasa beliau. Lalu, bagaimana cara berterima kasih kepada guru? Menurutku cara berterima kasih kepada guru secara sederhana adalah mengamalkan ilmu yang diperoleh dari guru. Jika gurumu mengajarkanmu membaca Al-Qur’an maka, amalkanlah dengan senantiasa membaca Al-Qur’an. Jika gurumu mengajarkanmu berhitung maka, amalkanlah dengan senantiasa berhitung. Jika gurumu mengajarkanmu membaca maka, amalkanlah dengan senantiasa membaca. Jika gurumu mengajarkanmu menulis maka, amalkanlah dengan senantiasa menulis. mungkin aku pribadi menulis tulisan yang sangat sederhana ini aku mencoba mengamalkan ilmu yang aku peroleh dari guru, dan dengan cara yang sederhana ini aku mencoba berterima kasih kepada guru. Dan kemungkinan anda juga sebagai pembaca secara tidak sadar sedang mengamalkan ilmu yang diperoleh guru dan secara tidak langsung anda sudah berterima kasih kepada guru dengan cara sederhana. Mungkin caraku teramat sederhana hanya mengamalkan ilmu saja, tapi coba kita pikir mengamalkan ilmu yang bermanfaat merupakan kebajikan dan menurutku itu merupakan amal shaleh dan amal jariyah untuk guru kita. Seperti contoh: si A pandai sekali membaca Al-Qur’an karena diajarkan oleh gurunya, dalam kehidupan sehari-hari si A mengamalkan ilmunya dengan senantiasa membaca Al-Qur’an. Menurutku, bukan hanya si A saja yang memperoleh kebajikan, keberkahan, dan pahala, tapi kebajikan, keberkahan dan pahala itu akan mengalir juga ke gurunya sebagai pengajarnya. “Cara sederhana mengamalkan ilmu yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari ialah dengan cara membaca, menulis, dan berhitung. ” “Cara sederhana berterima kasih kepada guru ialah mengamalkan ilmu yang diperoleh dari seorang guru. ” “Tetaplah belajar, belajar dan belajar karena belajar itu dimulai dari kita dilahirkan sampai kita mati. ” Akhir kata, mohon maaf sekiranya tulisanku tidak sempurna, semoga kita bisa memetik hikmah dan ilmu dari tulisan ini. Terima kasih, aku ucapkan kepada para guru di sekolah SLTP N 4 Cilimus, Pak Sidik, Pak Udin, Bu Wulan yang waktu dulu memberiku baju olahraga, juga Bu Pupu guru bahasa Indonesia, maaf dulu aku tak mengerjakan tugas makalah, semoga tulisan ini menjadi sebuah permohonan maaf juga ungkapan terima kasih, tak lupa pula teman- teman alumni SLTP N 4 angkatan 2003, aku ucapkan terima kasih juga untuk para guru dan alumni di SDN Kaliaren, salam dariku Eka soe. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.    

 Kesalahan pada Masa Lalu

oleh: Nida Ilmi Nafia

ya ibu, semestinya juga jangan seperti itu dong bu. saya bisa menghormati bu kalau ibu juga menghormati saya!” ketus Sheva Anandita pada gurunya yang bernama Fatimah Ningsih Azzahra. “Ibu perlu bicara sama kamu, nanti setelah pulang sekolah temui saya di ruang keagamaan!” titah Fatimah. Setelah pelajaran matematika berlangsung yaitu di jam terakhir, sesuai dengan permintaan dari sang guru, guru yang amat sangat ia benci. “Duduk!” ucap Fatimah tegas setelah Sheva masuk. “Intinya bu, saya males bertele-tele. ” Tegas Sheva. “Kamu punya masalah apa sih nak sama ibu, atau ibu ada salah sama kamu? sampai-sampai kamu harus membenci dan selalu bernada ketus tiap kali berbicara pada ibu. ” Tanya Fatimah. “Gini ya bu, saya tidak menyukai sikap ibu yang terlalu membedakan murid, karena nilai saya tidak seberapa justru ibu memandang saya sebelah mata!” jelas Sheva. “Ibu tidak pernah membandingkan siap-”. ucapan Fatimah pun terpotong. “Itu kan menurut ibu, tapi saya yang merasakan kalau ibu membandingkan saya dengan seluruh murid di kelas maupun di luar kelas sekali pun, ibu tidak tahu kan bagaimana rasa sakitnya, saya paling tidak suka cara ibu, ” “Oiya bu, satu lagi, jika ibu ingin dihormati maka hormati orang lain juga ya bu. ” Lanjut Sheva. “Tapi ibu tidak pernah merasa membandingkan kamu Sheva, dan kamu terlihat sangat membenci ibu. ” ucap Fatimah sendu. “Sekali lagi maaf ya bu, ini semua saya yang merasakan, dan saya tidak suka cara ibu!” ucap Sheva pada Fatimah, ia sudah tidak kuat jika harus menerima sikap orang yang selalu membeda-bedakan dirinya, dan Sheva menginginkan untuk dihargai. “Semua bisa dibicarakan baik-baik kan Sheva? Tidak harus selalu kamu emosi dengan ibu kit-“ ucap Fatimah terpotong. “Oke gini aja deh bu, saya harus pulang, saya belum bisa jika harus bersikap baik pada ibu, maaf bu, saya permisi. ” Pamit Sheva. Fatimah bingung, harus dengan cara bagaimana lagi ia harus membuat Sheva agar tidak membenci dirinya, mungkin ia memang salah, tetapi Sheva sebagai murid juga seharusnya tidak bersikap seperti itu. Setelah sekian lama, semuanya berjalan seperti hari-hari biasanya. Bahkan, Sheva belum meminta maaf dan Fatimah pun tidak pernah menegur Sheve layaknya seorang guru pada muridnya, bukannya ia tidak menganggap Sheva sebagai murid tetapi baginya itu percuma. Tok tok tok… “Ya silahkan masuk!” teriak guru tersebut yang berada dalam ruangannya. “Assalamu’alaikum bu, saya mau cari bu Fatimahnya ada?” tanya Sheva pada guru tersebut. “Wa’alaikumsalam, oh ada, dia lagi ke toilet, tunggu aja sebentar di sana. ” Jawab Mirna sembari menunjukkan kursi kosong di sudut ruang itu. Setelah Fatimah keluar dari toilet, ia langsung bergegas menuju dua orang siswi yang tengah duduk membelakanginya di sudut ruang tersebut. “Ada apa kalian menemui saya?” tanyanya. “Bu maaf sebelumnya Sheva harus to the point sama ibu, Sheva merasa bersalah bu selama ini, Sheva merasa tidak sopan terhadap ibu, bahkan sikap Sheva bukan layaknya murid dengan gurunya. Saya minta maaf bu atas semua ini, Sheva juga tidak pernah memperhatikan pelajaran ibu, ” ucap Sheva dengan helaan nafas kasar. “Tetapi, ibu selalu membimbing Sheva sampai saat ini. Minggu depan akan melaksanakan ujian Nasional, dan Sheva gak paham bu tentang materinya, Sheva bingung harus bagaimana maka dari itu Sheva mengalahkan gengsi untuk meminta maaf pada ibu!” Sheva menanangis sejadi-jadinya setelah perkataan semua itu diucapkannya, Sheva sudah merasa bersalah sekali terhadap gurunya. “Ya ampun Sheva, ibu tidak menyangka kalau kamu bisa sesedih ini, dan ibu awalnya juga tidak percaya kalau kamu tidak pernah memperhatikan materi yang ibu berikan. Ibu sempat kesal terhadap kamu nak, tetapi ibu juga harus mengalahkan ego untuk membimbing kamu, ” ucap Fatimah sendu. “Nak Sheva, sedari awal kamu membenci ibu, ibu sudah memaklumi dan memaafkan sikapmu, ibu bersedia membimbing kau selama seminggu penuh, ibu sayang terhadap semua murid di sekolah ini!” lanjutnya seraya memeluk Sheva dengan erat. “Bu, terimakasih atas kebaikan ibu karena ingin memaafkan Sheva, dan terimaksih karena ibu ingin membimbing Sheva kembali. ” Sheva pun membalas pelukan Fatimah. Ya, semua sudah kembali normal, semenjak permintaan maaf yang telah Sheva lontarkan, Fatimah telah membimbing Sheva selama seminggu penuh sesuai dengan ucapannya, dikarenakan Sheva yang kurang akan materi pembelajaran tersebut. Dan hari ini, tepat setelah seminggu lalu Sheva meminta maaf, dihari Senin adalah pengumuman kelulusan dari ujian Nasional tempo hari, Sheva yang menjadi siswa peringkat pertama dalam mata pelajaran agama, setelah Sheva mendapatkan apresiasi dari semua guru ia langsung berinisiatif untuk menghampiri Fatimah dan mengucap terimakasih sebanyak mungkin.

 Kau Inspirasiku

oleh: Nuryani A. H

Di sebuah desa terpencil, ada seorang warga yang menjadi pusat perhatianku waktu itu. Beliau adalah bapak Syaibun Mukhdar. Beliau seorang perantau dari Sumbawa Nusa Tenggara Barat yang berdomisili di desa kami. Beliau merupakan tokoh masyarakat yang sangat bersahaja, baik, sopan santun, ramah tamah, serta mau bergaul dengan siapapun tanpa memandang bulu. Beliau ikut andil dalam mencerdaskan anak bangsa, yaitu dengan cara memberikan bantuan baik berupa bimbingan belajar umum maupun agama serta berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman positif yang ia miliki selama diperantauan. Bapak Syaibun Mukhdar merupakan salah seorang dari orang-orang yang berjasa dalam hidupku dan orang-orang di desaku. Beliau sangat disenangi dan dikenal oleh banyak orang. Karena selain beliau baik dan ramah, beliau juga sangat taat beragama. Namun yang membuatku terkagum-kagum karena keperibadian beliau yang mau bergaul dengan siapapun tanpa memilah ras, suku dan bangsa. Beliau mau melakukan aktivitas sosial untuk membantu masyarakat tanpa pamrih. Beliau kaya akan ilmu pengetahuan dan mau berbagi dengan siapapun yang membutuhkan bantuannya. Di kala aku duduk seorang diri di teras rumah, yang hanya ditemani hembusan angin sepoi-sepoi. Tanpa terasa ada butiran salju yang menetes tanda rindu. Oh ternyata, aku rindu akan kenangan lamaku. Kenangan itu terimbas kembali di benak ku. Walau sudah empat puluh tahun berlalu, namun kenangan terindah itu tidak akan terlupakan. Kisahnya ketika aku masih mengecap pendidikan di bangku sekolah. Banyak sekali kenangan yang melekat diingatanku. Seakan-akan ingin ku ukir kembali kenangan bersama beliau-beliau yang berjasa terutama bapak Syaibun Mukhdar. Beliau adalah orang yang berjasa Selama perjalanan pendidikan ku dari Sekolah Dasar, hingga ke jenjang Perguruan Tinggi. Banyak sekali bantuan yang telah beliau berikan, baik secara moriil maupun materil. Beliau banyak memberikan tunjuk ajar yang baik dalam pelajaran maupun bersosial di masyarakat. Aku tidak pernah bertemu orang sebaik beliau yang mau memberikan bimbingan, tunjuk ajar, nasehat serta do’a terbaik agar aku selalu diberikan kesehatan dan kemudahan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Kebersamaan itu menjadikan kenangan terindah selama hidupku yang tak pernah pupus walau dihantam badai turnado. Tanpa terasa waktu terus bergulir. Berbagai onak duri, halangan dan rintangan sepanjang perjalanan hidup ku. Namun, aku tetap bisa berdiri tegak seperti huruf Alif dalam Al-Qur’an. Semua itu tidak lepas dari peran seseorang yang sangat berjasa, yaitu bapak Syaibun Mukhdar. Beliau adalah inspirasiku untuk melanjutkan hidup sampai ajal menutup mata. Berkat bimbingan, do’a dan motivasi dari beliau, aku bisa menyelesaikan perkuliahan ku di salah satu perguruan tinggi dan mendapatkan gelar sarjana pendidikan . Dulu aku tidak pernah mengira bisa masuk ke perguruan tinggi. Karena perekonomian ku di bawah standar. Namun beliau terus memberikan support, bimbingan, do’a dan materil yang tidak terhitung jumlahnya, sehingga aku berhasil. Jasa mu tak terbalaskan dengan apapun juga. Kadang kala, hadir di benak ku rasa ingin menjadi seperti beliau yang baik dengan siapapun, dan saling berbagi walau dalam kondisi susah sekalipun. Beliau selalu berlapang dada dan tetap selalu bersyukur dengan apapun keadaan, situasi dan kondisi yang ia alami. Tidak pernah ada kata mengeluh. Ujian di jadikannya pedoman dan semangat untuk hidup di masa akan datang. Beliau bisa berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan sang Maha pencipta, berdamai dengan masyarakat serta berdamai dengan cobaan dan musibah yang di alami. Kagum, aku benar-benar kagum dengan beliau. Orang yang hatinya sebaik beliau sudah langka di dunia ini. Beliau umpama mutiara dan berlian yang terbenam di dasar lautan, namun tetap bersinar. Beliau banyak memberikan ku pengetahuan tentang bermasyarakat dan kecakapan hidup. Ternyata hal itu sudah dapat aku rasakan hikmahnya sekarang. Karena beliaulah aku bisa bertahan hidup dalam kesusahan. Karena beliau juga aku bisa berdikari dan mandiri, serta karena beliau juga aku berhasil dalam hidup. Ku ayunkan pena, dan ku rangkai kata-kata diatas kertas putih ini. Terlalu banyak ucapan dan ungkapan perasaan yang ingin aku luahkan buatmu, luahan ucapan terima kasih yang tidak terhingga untuk orang-orang yang telah berjasa kepadaku. Ucapan terima kasih ini, telah ku gores dan ku abadikan di atas kertas putih, seperti seputih hati mu dan sebersih jiwamu, serta surga tempat terakhirmu. Amiin, Yaa Rabbal A’lamin. Banyak palsafah dan nasehat beliau yang akan ku ingat sampai di akhir hayat, yaitu:
  1. Biar hidupmu susah, namun kamu jangan menyusahkan orang lain.
  2. Biarlah miskin harta, jangan miskin budi bahasa.
  3. Bantulah orang lain yang membutuhkan mu, walau dirimu tidak terbantukan.
  4. Kuraslah hartamu untuk bersedekah, pasti hartamu tidak akan terkuras.
  5. Berbagilah apa yang engkau tahu demi kemaslahatan dunia dan akhirat, kelak kau akan mendapat safa’at.
  6. Harus selalu berhati emas, agar engkau tak cepat cemas.
  7. Jangan engkau berburuk sangka, kelak engkau akan celaka.
  8. Hidup harus banyak berbakti, kelak hidup keturunanmu akan terberkati.
  9. Hidup harus di beri berkat, agar selamat dunia dan akhirat.

Guruku Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

oleh: Rosnila Hura

 

saya seorang wanita yang berprofesi sebagai seorang pendidik dan sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Walaupun hanya sebagai seorang pendidik, namun bagiku ini sebuah pencapaian yang cukup. Karena menjadi seorang pendidik sangatlah tidak mudah. Ada banyak tantangan dan rintangan, serta perjuangan dan pengorbanan. Namun saya menyadari bahwa dalam proses yang saya lewati dari kecil hingga menjadi dewasa, dari yang tidak mengerti apa-apa hingga saya dapat menjadi seorang pendidik itu semua karena orang-orang yang selama ini dipakai Tuhan untuk mendidik saya dengan baik, yaitu mereka adalah para guru. Guru yang merupakan pahlawan dalam hidupku. Ada banyak hal yang mereka ajarkan kepada saya, mulai dari pengetahuan, etika dan moral, keterampilan, keteladanan hidup dalam kedisiplinan, tanggung jawab dan lain-lain sebagainya. Setiap jenjang pendidikan yang saya lewati, saya selalu dipertemukan dengan guru-guru yang berbeda, memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Bahkan memiliki cara yang berbeda dalam melakukan pendekatan kepada murid. Tetapi dibalik ciri khas yang berbeda itu, saya melihat kesamaan tujuan yang mereka miliki. Kesamaan itu adalah semangat juang mereka untuk menjadikan murid menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa, bermartabat, bermoral, berkarakter, berpengetahuan, mandiri, serta memiliki mental yang kuat. Rupanya tujuan yang sama ini dilandasi dari tujuan pendidikan nasional yang semua guru mengerti tujuan tersebut. Teringat ketika baru pertama sekali saya masuk sekolah SD, saya tidak mengenal huruf satu pun, dan juga tidak mengenal angka “0” dan seterusnya. Tetapi melalui guruku, saya bisa membaca, menulis dan menghitung. Menurut teman-teman saya bahwa guru tersebut galak, tetapi menurut saya biasa saja. Hanya suaranya sedikit melengking tiap kali mengajarkan kami membaca abjad, namun sesungguhnya dia adalah guru yang sangat baik. Saya bisa melihat dari kesabaran, ketekunannya dalam mengulang-ulang cara membaca abjad hingga kami bisa membacanya. Sekalipun sering salah dalam menyebutkan abjad namun guruku tidak bosan untuk mengulangnya kembali. Demikianpun ketika harus belajar mengenal angka, dengan susah payahnya guru mengajar namun saya sangat telat dalam menghafal setiap angka-angka tersebut. Setiap kali salah menyebutkan, guruku memang marah, dan sesekali memukul papan tulis, namun satu hal yang saya perhatikan bahwa guru tidak pernah berhenti mengajarkan saya sampai saya mengerti. Demikian juga ketika guru mengajarkan saya untuk menulis. Ia memegang tanganku sambil menggerakkan tanganku menulis huruf demi huruf. Banyak teman-temanku yang cepat bisa menulis, tetapi saya sangat lambat. Tetapi lagi-lagi saya melihat guru sangat sabar dan menuntun tangan saya dengan setia agar saya dapat menulis dengan baik. Memang sesekali guru memukul jari saya ketika salah menulis, namun semuanya itu dilakukan agar saya lebih fokus untuk berlatih menulis. Ketika memasuki jenjang pendidikan menengah (SMP), saya pun mendapatkan guru-guru yang peduli dengan masa depan anak-anak didik mereka. Guru saya di SMP rata-rata ke sekolah dengan naik sepeda pancal dengan jarak rumah dan sekolah 15-17 Km. Bahkan ada guru yang terpaksa jalan kaki dari gurung turun ke sekolah. Mereka tidak peduli panas terik matahari, bahkan hujan pun mereka lewati hanya ingin cepat sampai disekolah dan mengajar murid-murid mereka dengan bahagia. Semangat juang mereka mengajariku untuk menjadi orang yang kuat, dan maju sekalipun banyak tantangan dan rintangan dalam menggapai impian. Dari merekalah saya belajar berani, mandiri, serta mental yang kuat. Bahkan saya juga belajar kedisiplinan dari mereka yang selalu hadir tepat waktu di sekolah. Ketika saya lulus dari SMP dan melanjutkan studi di SMEA saya pun dipertemukan dengan guru-guru yang baik dan sangat proaktif dalam memajukan dan meningkatkan skill para murid. Saya sangat senand dengan guru-guru yang memiliki sikap bersahabat dengan murid-muridnya, sehingga ketika muridnya melakukan kesalahan guru saya hadir bukan sebagai polisi yang memberi hukuman tetapi sebagai sahabat yang memberi nasehat dan menuntun untuk berubah. Disamping ilmu secara teori mereka berikan, mereka juga memberikan keteladakan sebagai aplikakasi dari ajaran mereka. Sebagai anak-anak SMA tentunya memiliki kenakalan yang berbeda waktu masih masa anak-anak. Tetapi saya melihat guru, bahwa senakal apapun muridnya selalu dihadapi dengan senyum manisnya, seolah memberi tanda dan berkata “nak…. saya sudah tahu kesalahanmu, tetapi saya yakin kalau kamu pasti dapat berubah dan menjadi manusia yang baik”. Senyumnya itu selalu memberikan harapan dan semangat untuk berjuang memperbaiki diri. Saya tahu guruku sangat menyayangi kami semua murid-muridnya, sekalipun terkadang ada teman yang ingin memanfaatkan kebaikan guru. Namun guru selalu bersikap bijaksana dan adil bagi kami semua. Guruku sangat istimewa dalam hidupku. Tak dapat kulukiskan betapa hebatnya guruku, tak dapat kurangkai kata-kata yang indah tuk memberi pujian atas kebaikan dan kesabaran guruku dalam mendidik saya. Namun satu hal yanga saya tahu bahwa saya bisa begini sekarang ini karena ada keterlibatan guruku dalam mendidik saya. Walau saya saat ini telah jauh dari mereka, bahkan satu persatu telah pergi menghadap sang maha kuasa, namun wajah guru saya selalu terlintas dan terbayang dalam ingatanku. Cara guru menegur, menasehati, bahkan sesekali mencubit dan memukul, semua terbayang jelas dalam ingatanku. Bayangan dan ingatan ni tidak membuat saya sakit hati atau dendam, tetapi justru membuka dan sekaligus menyadarkan saya bahwa jika mereka tidak begitu keras dalam mendidik saya, maka saya yakin bahwa saya tak bisa menggapai impian seperti sekarang ini. Mengutip pujian yang biasa dinyanyikan “Pahlawan tanpa tanda jasa” dengan lirik sebagai berikut: Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru, Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku, Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku, Sebagai prasasti trima kasihku tuk pengabdianmu, Engkau sebagai pelita dalam kegelapan, Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan, Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa. Pujian ini sangat indah ketika dinyanyikan, bagiku pujian ini layak untuk dinyanyikan dan dipersembahkan kepada guru-guru, sekalipun saya menyadari bahwa pujian ini tidak cukup membalas semua pengorbanan, perjuangan, kelelahan yang telah mereka berikan kepada saya. Saya akan selalu mengenang mereka sepanjang masa, dan selalu ingat pada nasehat mereka setiap waktu. Andaikan saya dapat berjumpa dengan mereka kembali, saya ingin berlutut dan mencium tangan mereka sambil berucap “trima kasih guruku atas semua kasih sayang dan pengorbananmu”.    

Pak Ibrahim, Guru Teladanku

oleh: Rina Khomariah

Hari ini, saya libur ngajar dan sedang ingin mencari kesibukan, dan saya teringat buku yang sudah saya pinjam diperpustakaan belum dikembalikan. Jadi, hari ini saya berencana menghabiskan waktu siang hari diperpustakaan daerah Kolaka utara bersama caca, anak saya. Setelah selesai beres-beres rumah, saya dan caca berangkat mengendarai kendaraan roda dua menuju perpustakaan, pukul 10. 22 WITA saya sudah sampai di Perpustakaan Daerah Kolaka Utara, bangunan yang memiliki gedung berlantai dua dengan design ala Eropa yang berada ditepi pantai dan terdapat gunung dibelakang perpustakaan menambah indah pemandangan. Setelah registrasi di bagian pelayanan, saya menuju ke meja bundar warna putih yang dikelilingi empat kursi, meja itu berada disudut kanan perpustakaan yang tepat berhadapan dengan jendela. Saya duduk bersama caca dan dua orang pengunjung yang juga teman komunitas saya. Suasana perpustakaan kali ini sangat ramai pengunjung tapi tetap hening karena para pengunjung sedang asik berselancar di lautan buku yang mereka baca. Walau diluar matahari sangat terik, tapi saya sangat merasakan kesejukan berada diperpustakaan ini karena ruangan ini full AC dan membuat saya merasa nyaman membaca buku. Saat saya sedang membaca sebuah buku yang berjudul “The True Wisdom” buku tentang empat tokoh Indonesia yang memiliki pribadi unik, mereka adalah Bapak Anies Baswedan, Dahlan Iskan, Sandiaga Uno dan Mahfud MD. Didalam buku tersebut menceritakan semua kisah empat tokoh tersebut, dari sebelum dan setelah memiliki jabatan di Negara kita tercinta ini. Tiba-tiba saya jadi teringat perjalanan hidup saya sekitar tujuh belas tahun yang lalu, saat saya masih duduk dibangku kelas dua Sekolah Menengah Pertama. Saya dulu sekolah di SMPN 2 Tinanggea sekarang berganti nama menjadi SMPN 16 Konawe Selatan tepatnya di Desa Atari Indah Kecamatan Lalembuu Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Jarak sekolah dengan rumah saya, tidak terlalu jauh dan saya selalu berjalan kaki menuju sekolah. Pelajaran yang saya suka waktu itu adalah pelajaran Bahasa Indonesia. Pak Ibrahim, S. Pd adalah guru mata pelajaran tersebut. Sebenarnya awalnya bukan karena pelajarannya, tapi karena beliau lah saya jadi suka belajar bahasa Indonesia. Selain memiliki postur tubuh yang bagus dan berparas tampan beliau juga adalah pribadi yang unik menurut saya, karena beliau selalu menampakan wajah bahagianya kepada setiap siswa yang dijumpai, para siswa pun selalu merasa nyaman saat ngobrol diluar jam belajarnya. Bukan hanya itu, beliau pandai dalam mengajar dan memanajemen kelas, cara menyampaikan pelajaran mudah dipahami oleh siswa, pokoknya saat pelajaran Bahasa Indonesia bawaannya tidak ngantuk kalau beliau yang masuk ngajar. Masih ingat waktu belajar Bahasa Indonesia dijam kritis, maksudnya pada saat jam terakhir. Pak Ibrahim, masuk kelas mengajarkan kepada kami melalui diskusi kelompok, setiap kelompok diberi kesempatan tampil di depan untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. Setiap kelompok terdiri lima orang siswa, satu siswa menjadi moderator dan seorang lagi yang membacakan hasil presentasi sedangkan, yang lain nanti akan membantu menjawab pertanyaan dari kelompok lainnya. Diskusi berjalan dengan lancar karena sebelumnya kami sudah diberi pengetahuan tentang bagaimana cara berdiskusi kelompok. Bahkan, belajar diskusi seperti ini yang selalu kami mau setiap beliau masuk mengajar. Bukan hanya itu, saat belajar yang tidak memerlukan diskusi pun selalu berjalan dengan semangat. Beliau selalu bisa membuat siswanya merasa dihargai, merasa nyaman apabila berbicara dengan beliau. Beliau juga selalu memberi contoh langsung kepada siswanya tentang pelajaran yang sedang berlangsung, sehingga suasana belajar selalu hidup. Saya merasa lebih bangga lagi saat akhir semester, sebelum terima rapor saya dipanggil ke ruangannya beliau. Beliau bilang karena sedang sibuk urus persiapan perpisahan kakak kelas, karena saya percaya kamu mampu makanya saya menyuruh kamu untuk menulis rapor. Tanpa pikir panjang saya langsung mengiyakan perintahnya karena merasa sangat sudah dipercaya dan lebih senang lagi, ternyata saat itu saya mendapat peringkat kedua. Pengalaman menulis pertama kali saat itu membuat saya semakin cinta menulis, terlebih sudah dipercaya oleh sang teladan, yaitu bapak Ibrahim. Bukan hanya semangat belajar menulis tapi, saya pun mulai berani berbicara didepan umum, ilmu berani berbicara didepan umum pertama kali saya dapat di bangku Sekolah Menengah Pertama oleh Pak Ibrahim, S. Pd. dan ternyata, bukan hanya saya yang terinspirasi oleh beliau, banyak teman-teman alumni yang juga merasakan hal yang sama terhadap beliau. Sehingga, mengantarkan saya untuk pendidik juga, saya selalu berupaya memberikan yang terbaik kepada siswa-siswa saya, mencontoh dari beliau agar saya pun menjadi teladan untuk siswa-siswaku. Sebenarnya setiap bait rangkaian kata menjadi kalimat yang tertuliskan ini pada akhirnya tertuju pada satu makna, itulah terima kasih Guru “terima kasih telah menjadi pendidik, pengajar dan teladan bagi kami”.  

My Extraordinary Teacher

oleh: Fawzia Gasha Adinasyifa

Namaku Haikal Putra Ramadhan, aku bersekolah di SMPN 3 Nusa Bangsa. Sekarang aku duduk di kelas 9, yak benar masa dimana sebentar lagi akan menempuh ujian-ujian yang susahnya minta ampun. Di sekolah ini aku berada di kelas IX F, yakni kelas yang dicap paling nakal. Pokoknya guru-guru paling nggak betah kalau ngajar di kelas ini, katanya sih kalau ngajar di kelasku serasa berada di neraka yang panasnya nggak nguatin. “Woii Kal ayo buruan balik ke kelas, kata si Echan bakal ada guru baru yang jadi wali kelas kita. ”ujar Andra. Hah guru baru?? Perasaan baru aja minggu lalu ganti guru, kok sekarang udah ganti guru lagi?? Batin ku. “Kal sampai kapan kamu mau bengong, buruan dah ntar kena marah lagi tu sama si botak. “Kata Echan tanpa rasa bersalah karena telah memanggil pak Uco dengan julukan yang aneh itu. Akhirnya kami pun memutuskan untuk segera balik ke kelas. Sesampainmya di kelas “Wassap epribadehh… Haikal yang gantengnya tujuh turunan comeback, Aa Echan yang tidak sombong, rajin menabung, dan penyabar juga kambekk. . ” Teriakku dan Echan sambil memasuki kelas. ”Berisik woii, ” sahut Andra. Memang Andra yang paling waras diantara kita. Tap Tap Tap, bunyi langkahan kaki, samar-samar namun tetap terdengar. Benar saja dugaan kami, itu adalah langkah kaki Pak Uco bersama guru baru yang akan menjadi walikelas kami. “Mohon perhatiannya anak-anak, saya di sini membawa walikelas baru kalian,” kata Pak Uco sambil memasuki ruang kelas. “Selamat pagi anak-anak, nama saya Lamiana, kalian bisa panggil saya Bu Lami. Saya harap kerjasamanya ya, ” ujar bu Lami. “Anak-anak tolong jaga perilaku kalian!! Awas saja jika kalian membuat Bu Lami tidak nyaman, tidak akan saya carikan guru lagi kalian!!!”Tegas Pak Uco yang dibalas senyuman oleh semua murid. “Lihat aja bentar lagi juga udah nggak sanggup tuh, ” “Kayaknya nggak bakal lama deh, ” “Sanggup nggak ya dia jadi walas kita” ya kira-kira seperti itu komentar murid-murid lain. Pelajaran pertama pun dimulai. Sialnya jam pelajaran pertama adalah pelajaran matematika yang diajar oleh Bu Joy. Beberapa menit pun berlalu, rasanya mataku sudah tidak tahan lagi untuk terbuka. “HAIKALLL, bisa-bisanya ya kamu tidur di jam pelajaran saya. Keluar kamu saya nggak mau lihat murid yang malas-malasan seperti kamu!!!” Tanpa pikir panjang pun aku segera keluar dan berjalan menuju kantin. Sesampainya di kantin aku pun segera memesan siomay dan es teh. Greb, aku yang merasa pundakku ditepuk pun menoleh. Siapa lagi kalau bukan Andra dan Echan. “Ngapain kalian di sini?” “Lah kamu ngapain di sini?” Tanya Andra “Lah kan tadi aku disuruh keluar, ya udah sekalian aja bolos. Kan lumayan dapet 1 jam-an. Waittt, kok kalian malah nanya balik sih???” “Aduhhh, gimana sihh. Punya temen kok loadingnya lama, ” keluh Andra “Gini banget temen Echan. gini ya Kalll, dengerinn kalau kamu bolos ya kita juga ikut bolos lah, kan kita besprenn. Iya gak Dra?” “Hhah, Haikal mah iya kalau kamu mah nggak. ” Jawab Andra bercanda, yang dibalas Echan dengan tatapan tajamnya. Kami pun bolos bersama-sama, tiba-tiba. Sekerumunan siswa pun datang ke kantin dari arah yang tidak asing. “Lahhh, itu bukannya anak kelas kita Kal??” “Lah iya, kok mereka pada bolos sih?? Terus Bu Joy gimana???” “Wahai rakyat-rakyat ku, kenapa kalian bolos? boloskan sebuah perilaku yang tidak baik. Btw gimana nasibnya Bu Joy kalau satu kelas bolos semua kayak gini?” tanya Echan dengan nada sok dramatis. “Hihh ogah jadi rakyat anda, anda juga bolos pak Echan yang terhormat. Gemes deh chan pengen nabokJJJ. ” Kata Guanlin selaku ketua kelas. ”Jadi gini, Bu Joy dari tadi ngomel mulu, pokoknya same panas kuping kita dengerinnya. Daripada dengerin dia ngoceh kan lebih baik ikut bolos aja bareng kalian. Ya gak gaess. . ”Tanya Kai pada rakyat-rakyatnyaJ, nggak maksudnya teman-temannya. Dan dijawab oleh anggukan para teman-temannya. Karena kejadian bolos berjamaah itu kelas kami pun disuruh membersihkan kamar mandi dan gudang, dan karena kejadian itu pula Bu Lami dimarahi habis habisan oleh pak kepala sekolah. Selesai membersihkannya kami pun segera kembali ke kelas dan pulang tapi, “Waitt…Jangan pada pulang dulu napaa, Punya ide nihh aku. Bentar lagikan ujian nahh kalian pasti males belajarnya kann??? Gimana kalau kita kerjasama buat ngambil kunci jawabannya??” teriak Echan yang membuat sekelas menoleh ke arahnya “Jangan lah, ntar malah kena hukum lagi kita. ” “Nggak bakal, kita bakal dihukum kalau kita ketahuan kalau nggak ketahuan ya kan nggak di hukum. ” “Serah kalian deh, aku nggak ikut-ikut ya” seru Guanlin “Yaudah nggak maksa kok, daripada capek-capek belajar mendingan juga kita ngambil kunci jawabannya aja. Kan enak ntar di rumah tinggal rebahan sambil menikmati indahnya hari” “Dasar itu mah maunya Echan, tapi bagus juga sih idenya. Aku ikut deh” “Aku juga” teriak murid-murid sekelas termasuk aku. Akhirnya kami pun pulang agak terlambat karena mendiskusikan rencana pengambilan atau lebih tepatnya pencurian kunci jawaban soal ujian. THE DAY, hari ini adalah hari dimana mereka akan menjalankan rencana mereka. Awalnya semua berjalan sesuai rencana namun saat aku hendak mengambil kunci jawabannya “Mau ngambil kunci jawaban ya Kal?” “Iyanih, mumpung ruang guru lagi sepi” tapi kurasa aku mengenali suaranya saat ku menoleh. Benar saja Bu Lami lah sedang berdiri tepat di belakangku “Ehhh, B-bu Lami s-sejak kapan ibu di sini? W-wihh ibu makin cantik aja” Tanyaku dengan basa basi. Namun itu semua sia-sia, Bu Lami sudah tahu rencana kami. Dan ternyata orang yang memberi tahu semua rencana kami adalah Guanlin. Jadi Bu Lami bertanya pada Guanlin mengapa kami semua pulang terlambat. Awalnya Guanlin tidak ingin menjawab, namun ia terpaksa menjawab karena Bu Lami terlihat sangat curiga. “ANAK ANAK SIAPA YANG BISA JELASIN INI SEMUA?!?!?!??” Tegas Bu Lami yang telah hilang kesabarannya. Namun hasilnya nihil, tidak ada satupun yang bisa menjawab. Bu Lami pun mencoba sabar sambil menghembuskan nafas dengan kasar. “Ibu sudah tahu, ini semua ide Echan kan?” Echan yang merasa dipanggil pun hanya mengangguk dengan kepala tertunduk. “Anak-anak jika kalian mau sukses bukan ini caranya, ada cara yang lebih baik. Kalau mau sukses kuncinya hanya satu yaitu semangat belajar dan jangan menyerah. Jika kalian sudah melakukan itu semua kalian hanya perlu berdoa untuk hasil yang baik bukannya malah menggunakan cara kotor seperti ini. Dengan cara seperti ini kalian hanya akan memperburuk pandangan orang pada kalian. Saya tahu kalau kalian mau membuktikan bahwa kalian itu bisa, namun bukan seperti ini caranya. Saya selalu merasa kalau kalian itu bisa namun tertutupi oleh rasa malas kalian, ayo buktikan bersama bahwa kalian bisa. Saya yakin kalian bisa, jadi semangat terus jangan pernah putus asa. Saya akan selalu mendukung kalian. ” Kami pun sadar bahwa yang kami lakukan adalah hal yang tidak benar. Semenjak saat itu hati kami tergerak untuk kembali ke jalan yang benar. Kami pun berhasil untuk membuktikan bahwa kami bisa. Tahun demi tahun berlalu, tak terasa kami telah menjadi orang yang sukses. dan kini aku telah menyadari, jika kita bersungguh-sungguh maka kita akan mendapatkan hasil yang sepadan pula. Sekarang aku tahu bahwa semua orang itu berhak sukses. Kita bisa jika kita mempunyai niat dan tekad yang tinggi untuk sukses. Terimakasih Bu Lami, atas kesabarannya dan terimakasih atas nasihatnya. Jasamu akan kuingat sepanjang masa.      

Keteladanan Guru Kompas

Oleh: Agus Ghulam Firza

Ustadz Arifin atau sering dipanggil ustadz Ipin adalah ustadz yang mengajar dan membimbing firza di kelas fan ubudiyyah kala itu. Ustadz Ipin adalah ustadz yang disenangi dan dihormati oleh murid-murid, karena pembawannya yang bijaksana, ramah dan supel. Metode mengajarnya pun sangat menyenangkan dan mudah dimengerti. 11 bulan telah berlalu, sebentar lagi ujian tes akhir kenaikan fan pesantren pun akan tiba. Firza mendapat giliran pertama untuk maju dalam tes akhir nanti. Namun, Firza menolak dan meminta untuk di nomer akhirkan dengan alasan belum siap. Ustadz Ipin mencoba membujuk Firza dengan memberikan motivasi dan nasihat. Bagi ustadz Ipin mendapatkan giliran maju pertama adalah sebuah kesempatan besar karena dinomor satukan oleh Allah SWT untuk sukses. Tetapi, Firza tetap kukuh dengan alasan pendiriannya. “Firza mampu mengikuti ujian akhir, tapi jangan diawalkan, ustadz. ” Ucap Firza dengan perasaan tak karuan. “Kenapa Firza? “Tanya ustadz Ipin dengan penuh penasaran. “Firza belum siap. ” Jawab firza sambil menggelengkan kepala. “Belum siap? Apa yang belum disiapkan?” Tanya ustadz Ipin lagi. Seketika itu Firza tidak menjawab. “Yasudah, Firza bisa kok, tetap maju pertama tanpa harus meminta diakhirkan. ” Ucap ustadz Ipin menepuk pundak Firza sambil tersenyum. Firza pun mengangguk-angguk sembari melihat ustadz Ipin pergi menaiki tangga menuju ruangan atas. Sebenarnya Firza ingin maju pertama tetapi, ingat pengalaman yang pernah dialaminya. Bagi Firza maju pertama adalah hal yang tidak mengenakan, soalnya banyak dan bermacam-macam. Firza tidak yakin akan bisa menjawabnya. Keesokan harinya, ustadz Ipin menjalankan giliran tugas guna ngopraki (istilah pesantren) di beberapa kamar, termasuk kamar Firza, sebagai tanda waktu kegiatan belajar akan dimulai. Ustadz Ipin pun menghampiri Firza. “Ayo kita masuk kelas, ada yang ingin ustadz sampaikan juga ke Firza. ” “Siap, ustadz. ” Seketika ustadz Ipin keluar dari kamar Firza. Firza bingung, “Apa yang ingin disampaikan oleh ustadz Ipin ya? Ah. . ustadz Ipin sosok ustadz yang baik, pasti akan memberikan solusi yang baik juga untuk Firza. “ Berprasangka baik dalam hati. Firza bergegas masuk dan mengikuti kegiatan belajar mengajar bersama teman-teman dengan baik dan khidmah. Setelah pembelajaran selesai, ustadz Ipin berkata, “Apa semuanya sudah siap untuk menghadapi ujian akhir?” “Alhamdulillah siap, ustadz. ” Jawab teman-teman dengan keras, kecuali Firza yang diam termenung. “Firza, setelah ini temui saya di kantor. ” Tambah ustadz Ipin dengan menatap tajam. Mendengar itu seketika Firza mengatakan, “Baik ustadz. ” dengan wajah tertekuk. Setelah kegiatan belajar selesai, Firza kembali ke kamar guna meletakkan buku-buku belajarnya dan bersiap menuju ke kantor. Saat diperjalanan Firza heran, “Ada apa sih? semoga ada private sebelum tes dimulai. ” Batin Firza. Ternyata sesampainya dikantor, ustadz Ipin sudah menunggu dan Firza dipersilahkan masuk. “Assalamualaikum, ustadz. ” Sapa Firza “Walaikumsalam. ” Jawab ustadz Ipin “Ustadz perhatikan, wajah Firza tegang dan gelisah. ” Ada hal apa, Firza?” Tanya ustadz Ipin serius. Firza pun mulai bercerita bahwa dulu ketika di sekolah Arab (istilah sekolah sore berbasis Agama). Dirinya pernah urutan pertama saat tes baca lisan. Firza sudah memastikan hafal betul materi tes dengan terus latihan. Waktu itu adalah kali pertamanya bagi Firza. Firza merasa gugup, tegang luar biasa sehingga ia mengeluarkan keringat basah dan menjawab soal dengan berbata-bata. Firza menjadi sorotan ejekan teman-temannya. Semenjak kejadian itu Firza menghindari maju urutan pertama terutama saat ujian berlangsung. “Firza gak boleh menyerah, kesalahan yang Firza lakukan itu adalah bukan tidak mampu, tapi tidak mengetahui trik khusus dalam menghadapi ujian akhir. Firza hanya menghafal saja dari A-Z, iya kan?” Ucap ustadz Ipin. Firza diam sebentar lalu mengangguk. “Nah, ustadz akan beritaukan trik khusus itu. Sebelumnya Firza mau kan maju urutan pertama dalam tes akhir?” Perlahan, Firza menganggukkan kepala dengan wajah tersenyum, “Baik ustadz, Firza siap. ” Jawaban Firza dengan nada bahagia. Setelah pertemuan itu, Firza menyakinkan dirinya bahwa tes akhir kali ini harus berhasil, tidak boleh melakukan kesalahan kedua kalinya. *** Tes ujian akhir pun tiba. Firza sudah menunggu didepan ruang tes dan bersiap memasuki ruangan tes dengan optimis. Sesekali Firza mengingat apa saja tips khusus yang telah diberikan. 15 menit pun berlalu, Firza keluar ruang tes dengan berlari menuju teman-temannya dengan perasaan lega dan senyum lebar bahagia. Firza melihat ke ustadz Ipin dan berkata, “Alhamdulillah berhasil, ustadz. ” Ustadz Ipin tersenyum sambil mengacungkan jempol untuknya. Firza menghampiri ustadz Ipin dan mengucapkan “Terima kasih ustadz Ipin. ” Dalam hati, Firza mengingat dan menancamkan perkataan dari ustadz Ipin, “Maju pertama adalah sebuah kesempatan besar karena dinomor satukan oleh Allah SWT untuk sukses. ” ***    

Terimakasih untuk Guru

Oleh: Yuliana

  Tahun ajaran baru telah dimulai. Hari pertama bagi siswa kelas 1 sebagai murid baru. Kelas 1 dibagi menjadi dua kelas, yang mana masing-masing kelas berisi maksimal 15 siswa dengan 2 anak berkebutuhan khusus. Masing-masing kelas berisi 1 ABK. Namanya Tris (samaran) siswa kelas 1 pindahan dari luar negeri. Tris adalah anak berkebutuhan khusus yang didiagnosis oleh dokter Hiperaktif yang agresif. Tris tidak tahu berbahasa Indonesia. Dia menggunakan bahasa Inggris saat berkomunikasi dengan orang disekitarnya, meski dengan kalimat yang tidak baku. Hari pertama masuk sekolah, Tris mengalami hambatan bersosialisasi, berkomunikasi, sulit berinteraksi dengan lingkungan yang baru, emosional, sensitif, agresif, dan sulit/tidak mudah dekat dengan orang baru. Tris sangat aktif dan tidak bisa duduk tenang jika tidak ada mainan yang menarik baginya untuk dimainkan, dan bahkan tidak bisa mengikuti aktifitas yang diberikan oleh guru kelas. Tris suka keluar kelas dan mencari mainan atau sesuatu yang menarik baginya. Sekolah Tris adalah Sekolah Islam Terpadu yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, menerima semua jenis Anak Berkebutuhan Khusus dan memberikan pelayanan khusus, yakni berupa stimulus untuk menunjang perkembangan dan peningkatan kemampuan siswa sehingga bisa mengikuti dan mencapai nilai-nilai standar yang ada di masyarakat. Tris masih menyesuaikan diri dengan guru dan teman-temannya. Tris diberikan pelayanan stimulasi 3 kali sepekan oleh terapisnya dan didampingi oleh seorang Guru Pendamping Khusus (GPK) karena belum bisa mandiri dan memahami aktifitas yang diberikan. Tris sangat sulit dekat dengan orang baru, sehingga Guru pendampingnya sering berganti-ganti karena tidak mudah menyesuaikan diri dengan Tris dan sebaliknya. Selain penanganan di sekolah, tris juga mendapatkan terapi di luar sekolah, yakni oleh seorang Psikolog ternama yang memberikan terapi 3 kali sepekan setiap pulang sekolah. Tris banyak melakukan aktifitas di ruang khusus bersama terapisnya. Tris kembali ke kelas hanya di jam-jam tertentu saja, karena masih penyesuaian dengan lingkungan sehingga Tris diberikan stimulus dan pengenalan lingkungan sekitar. Pengalaman pertama Tris dengan Guru Pendampingnya yang ke-3 (hari ke-2). Tris mengamuk dan menangis di depan kelas tidak mau belajar dan tidak mau didampingi oleh guru pendampingnya. Guru pendamping, Kepala Sekolah serta gurunya tidak mau didekati oleh Tris. Tris menolak sambil menangis. Saat Tris melihat terapisnya, ia pun berdiri dan berjalan ke terapisnya lalu memeluknya dengan erat sambil berkata; “I’m Scared. I don’t want. My bag…my bag…” (sambil menangis). “ “It’s Okay. ” jawab terapisnya. (sambil menggendong Tris) Terapisnya lalu menanyakan kepada gurunya apa yang terjadi. Singkat cerita, terapisnya lalu meminta tolong ke petugas sekolah untuk mengambil tas Tris. Alhamdulillah, tas Tris berhasil diambil oleh petugas sekolah lalu diberikan ke Tris. Terapis Tris lalu memberikan kode ke mbak Tita untuk bertemu di ruang khusus. Tris dan terapisnya masih berdiri di depan kelas, karena Tris tidak mau melepaskan pelukannya dan tidak mau turun dari gendongan terapisnya. Namun setelah dibujuk oleh terapisnya, akhirnya Tris mau turun dan berjalan menuju ruang khusus sambil memegang tangan terapisnya. Ketika berjalan menuruni tangga, Tris tidak sengaja tersandung. Terapisnya langsung refleks memegang Tris dengan erat sehingga Tris tidak terjatuh. “You save my live. You always save my live. Thank you. ” kata Tris ke terapisnya. Terapisnya yang mendengar Tris berkata seperti itu sangat terharu dan tersenyum sambil memegang erat tangan Tris menuruni tangga dan berjalan menyusuri koridor sekolah. Semua guru dan Kepala Sekolah yang melihat kejadian itu sangat terharu melihat kedekatan Tris dan terapisnya.

Salam Takzim, Guruku

Oleh: Hj. Nurhidayah, S. Ag. , M. Pd.

Aku tertegun tatkala tatapanku tertuju kepada seorang wanita yang duduk di deretan bangku paling belakang. Dari fisik dan penampilannya, ia adalah peserta tertua Pelatihan Menulis Buku kali ini. Kulit yang nampak mulai keriput, terbalut busana muslimah yang jauh dari kata modis, menguatkan kesimpulanku. Bukan penampilannya yang menarik perhatianku, sama sekali bukan. Namun, wajah itu mengingatkanku pada seseorang. “Ahh, mungkin hanya kebetulan mirip. ” Aku bersenandika. Sebelum kembali mengembalikan konsentrasiku yang sempat buyar beberapa jenak. “Sahabat-sahabat cerdasku. . . Sebelum menulis, kita harus memahami terlebih dahulu tahapan dalam menulis. Yang pertama, pramenulis. Kedua, drafting. Ketiga, revising. Dan yang keempat, editing. ” Para peserta pelatihan menulis buku nampak antusias mengikuti materi yang kubawakan. Mereka yang mengikuti kelas ini memang merupakan para guru yang serius ingin belajar menjadi penulis “Apa yang harus kita lakukan pada tahapan pramenulis? Nah ini adalah langkah penting karena merupakan langkah awal. Yang pertama harus kita lakukan adalah menemukan ide, lalu membuat judul, dan yang terakhir membuat outline. ” Aku menjelaskan secara detail tahapan pertama ini. Tak ada yang terlewatkan. Semua peserta masih antusias mendengarkan penjelasanku. Dengan sedikit santai, aku mengajak semua peserta untuk memperhatikan slide yang tampil di layar. “Pada tahapan drafting, kita mulai menulis. Apa yang akan kita tulis? Bagaimana gaya menulis kita? Jangan khawatir, Bapak Ibu. . . Tulislah apa yang terlintas dalam pikiran kita. Gaya bebas. Jangan dulu pedulikan ejaan sempurna atau tidak, typo ataupun ketidakefektivan kalimat. Intinya, menulis!!!” Sampai di sini semua peserta makin semangat memerhatikan. “Nah, Bapak Ibu. . . Saya beri waktu 10 menit untuk menuliskan apa saja yang saat ini terlintas dibenak Bapak Ibu. Dengan 250 kata. Silakan mulai dari sekarang. ” Mereka mulai bekerja, semua jari sibuk di keyboard laptop. Aku menghampiri peserta sambil memperhatikan apa yang mereka tulis, sesekali aku menjawab beberapa pertanyaan yang mereka ajukan. Sampai aku tiba di hadapan ibu yang di awal tadi sempat menarik perhatianku. Kubaca namanya pada bedge peserta. Dadaku berdesir. Tak salah, aku memang mengenalnya. Namun sepertinya dia tak lagi mengenalku karena perubahan fisikku yang cukup signifikan. Aku menahan diri untuk tidak menyapanya, sebab kusadari aku harus profesional dalam menjalankan tugas saat ini. “Ada yang bisa dibantu, Bu?” Aku menyapa beliau. Ibu Fathihah. Beliau nampak kebingungan. Ia tak membawa laptop seperti peserta lainnya. “Ibu tak bawa laptop, Nak. Ibu hanya bawa buku dan pulpen. Apa boleh?” Malu-malu ibu Fathihah bertanya. Aku tersenyum, mengangguk. Sangat memahami bahwa di usia tuanya beliau mungkin belum bisa mengikuti perkembangan teknologi. “Tentu saja bisa, bu. Silakan. ” Aku kembali ke posisi awal di hadapan para peserta. Slide kualihkan pada halaman berikutnya. “Bapak Ibu. . . kita menuju ke tahapan ketiga. Yaitu revising. Setelah draft Bapak Ibu selesai lakukanlah revisi dengan memerhatikan beberapa hal. Pertama, ketepatan ejaan. Bagaimana caranya? Cek di PUEBI. Kedua, ketepatan penulisan. Caranya, benahi typo. Dan yang ketiga, ketepatan kelogisan dan struktur kalimat, termasuk diksi. ” Para peserta kembali sibuk dengan laptopnya. Kulirik bu Fathihah yang juga sibuk dengan buku tulis yang dibawanya. Hatiku bergetar. Namun aku menahannya. “Naah Bapak Ibu, para calon penulis hebat. . . jika tahap revising selesai maka tugas kita sebagai penulis telah selesai. Sebab tugas penulis adalah MENULIS, untuk tahapan terakhir yaitu tahap editing, ini adalah tugas editor. Karena seorang editor bertugas MENGEDIT. ” Mereka manggut-manggut tanda mengerti. “Jadi. . . Masihkah kita takut dan ragu untuk menulis??? Bukankah ada editor yang akan MEMPERCANTIK naskah kita??” Aku terharu menyaksikan respon para peserta yang sangat antusias dan ekspresif dengan materi yang kusampaikan. Sesi tanya jawabpun berlangsung penuh semangat. “Bapak Ibu, sebelum saya akhiri kelas kita, dan pamit meninggalkan kota ini, izinkan saya menyampaikan hal yang sangat penting.” Semua peserta memusatkan perhatian padaku. Aku berjalan menghampiri ibu Fathihah, dan mengajaknya naik ke atas panggung. Semua memerhatikan kami. Ibu Fathihah pun nampak sedikit bingung. “Ibu Fathihah, izinkan saya mencium tangan ibu. ” Aku lalu menunduk dan mencium tangan ibu Fathihah dengan penuh takzim. “Saya adalah murid ibu dua puluh tahun yang lalu saat saya masih SMP. Ini juga yang menjadi alasan saya mengadakan pelatihan menulis secara gratis untuk para guru di kota ini. Saya pernah tinggal di kota ini meskipun tak lama. Ibu Fathihah, ikhlaskan saya, maafkan semua salah dan dosa saya pada ibu. ” “Maasya Allah. . . Ibu sangat bahagia, Nak. Ibu tak menyangka akan mendapatkan hadiah terindah hari ini, ini adalah kebanggaan besar bagi ibu. Terima kasih telah menjadi sesukses ini, Nak.” Ibu Fathihah memelukku dengan erat. Air matanya tumpah. Para peserta ikut menangis menyaksikan adegan haru kami. Aku balas memeluknya dengan erat. Sebagai salam pisah, aku serahkan lima buah buku tulisanku kepada beliau, juga sebuah laptop baru yang memang sengaja aku persiapkan jika saja aku bertemu di kelas ini dengan seseorang dari masa kecilku. Dan, ibu Fathihah yang dikirim Allah untuk menerima hadiah ini. semua bertepuk tangan, banyak yang mengambil gambar kami. Aku dan Ibu Fathihah, seorang guru Bahasa Indonesia yang telah purnabakti namun tetap semangat belajar.

Terima Kasih Guru Teladan kita

Oleh: Tegen Maharaja, S. Kom, S. H., C. STMI

Perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini begitu pesat. Kita bisa memperoleh informasi dengan cepat pakai internet. Kita bisa menghitung cepat pakai aplikasi kalkulator, kita bisa bersosialisasi dengan sesama secara online. Kita sudah bisa mandiri dan berdikari berinovasi. Sadarkah, bahwa semua itu bisa kita lakukan berkat jasa guru yang telah mengajari kita. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru adalah orang yang ditiru dan digugu. Mereka merupakan orang yang dipercaya dan diyakini kebenarannya sehingga kita mengikuti dan menirunya. Guru sangat berjasa bagi kita dalam menumbuhkan dan mengembangkan keperibadian, moral, dan pembentukan karakter yang baik sehingga kita cakap dan mampu menjalani hidup dengan baik. Suksesnya seseorang tidak terlepas dari seorang guru. Guru mendedikasikan hidupnya untuk kemajuan dan kesuksesan siswa-siswi nya. Bahkan Pahlawan tanpa tanda jasa itu selalu bekerja tanpa pamrih. Sebutan Pahlawan tidak selalu untuk mereka yang telah gugur di medan perang, atau mereka yang telah berjuang mati-matian melawan penjajah. Tetapi, guru juga patut untuk kita sebut sebagai pahlawan. Yang sebenarnya selalu ada di setiap hari-hari kita. Dialah sosok yang ikut menentukan bagaimana masa depan kita. Seorang guru tetap bisa mengajari muridnya dengan professional meskipun terkadang guru memiliki masalah peribadi. Namun mereka tidak pernah mengeluh dan tetap melayani kita dengan ramah, senyum sapa dan salam yang manis. Tanpa kita ketahui permasalahan mereka juga tetap memberikan nasihat dan solusi-solusi jitu dalam memcahkan dan menyelesaikan soal-soal pelajaran di sekolah. Begitu indah lirik lagu “Terima kasih Guruku” ciptaan Sri Widodo yang di polpulerkan oleh A. T. Mahmud. “Terima kasih ku ucapkan Pada guruku yang tulus Ilmu yang berguna slalu dilimpahan Untuk bekalku nanti Setiap hariku dibimbingnya Agar tumbuhlah bakatku Kan kuingat slalu nasihat guruku Terima kasihku guruku Sesuai dengan lirik lagu diatas pantaslah kita sebagai murid merasa bersyukur dan berterima kasih kepada sang guru. Guru yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu, menumbuhkan bakat, dan memberi nasihat kepada kita. Coba bayangkan seandainya tidak ada guru didunia ini. Bagaimana kita memperoleh ilmu tanpa guru. Tentu kita tidak akan bisa memperoleh ilmu itu. Jadi kita harus lah menyadari pentingnya peran seorang guru bagi kehidupan kita. Pada prinsipnya kita semua adalah guru. Guru bagi diri, istri, anak, teman, saudara, lingkungan dimana kita berada. Bangga lah menjandi guru, karena guru tidak akan pernah dilupakan. Terima kasih buat guru di seluruh dunia ini…. .

Mengenang Guru

Oleh: Nur Aini

Semua pertemuan akan sampai pada titik perpisahan. Kini saatnya pamit pada rumah dan orang tua yang tiga tahun ini telah sabar dan menerima kenakalan ku. Hari ini ingin rasanya perjuangan mereka terbayar lunas. Setiap nasehat mereka, marah mereka, dan kasih sayang mereka. Namun apalah daya semua itu bagai sinar matahari yang menyinari bumi tampa diminta. Mungkin inilah jasa yang tak akan bisa terbayarkan. Sebagai kenangan yang tak akan terulang kembali. Semoga perpisahan ini menjadi yang termanis. Cukup sederhana, jika saja setiap pelajar menyadari hal ini. Mungkin setiap guru akan menyadari bahwa jasa dan ilmunya tersampaikan dengan baik. Alunan melodi perpisahan menyatu pada kenangan tiga tahun lalu. Tidak terasa sudah saatnya perpisahan tiba. Sebagai pelajar perpisahan memiliki berbagai makna. Namun untuk seorang guru perpisahan berarti dua hal. Yang pertama mereka berharap semua yang berpisah adalah orang hebat dimasa depan. Dan kedua mereka berharap untuk tahun berikutnya akan datang calon orang-orang hebat. Cukup sederhana, seorang guru adalah orang hebat dibalik suksesnya orang hebat dimasa depan. Sebab seorang dokter dulunya juga pelajar, polisi juga pelajar bahkan seorang guru juga pelajar. Semua orang hebat diajar oleh guru yang hebat. Semoga para pemuda pemudi bangsa tidak terlambat menyadari hal ini. Seperti halnya angkatan yang akan lulus tahun ini. Termasuk saya, mungkin kita akan menjadi yang kedua lulus jalur corona. Bukankah cukup terasa sulitnya belajar daring. Belum lagi jaringan terkadang tidak bersahabat. Sekarang rasanya mendengarkan guru ngomel lebih baik dari pada belajar daring. Untuk angkatan yang lulus tahun ini. Tak terasa sebentar lagi kita lulus ya. Untuk diri saya sendiri yang sabar ya, semangat belajar onlinenya. Jangan lupa guru-guru kita selalu ada. Mereka selalu ada untuk mendengarkan keluhan-keluhan kita. Paket data habis, jaringan yang hilang-hilang timbul dan banyak lagi keluhan lainnya. Dengan sabar guru-guru kita menerima keluhan-keluhan itu. Dan bahkan guru kita tidak menyadari bahwa keluhan mereka lebih berat. Kalian tau guru itu dirumahnya juga seorang istri, seorang suami, seorang ibu, seorang ayah bahkan ada seorang single parent. Tapi pernahkah mereka mengeluh pada kita. Tentang sulitnya jaringan atau tentang repotnya mereka harus membagi waktu. Mereka juga mendapat keluhan dari anak kandung sebagai orang tua. Dan mendapatkan keluhan dari kita sebagi seorang guru. Semoga teman-teman diluar sana yang sedang berjuang belajar online. Juga sependapat dengan saya. Bahwa guru juga menjalani fase sulit saat pembelajaran online yang selalu kita keluhkan. Sekarang terkhusus untuk angkatan yang lulus tahun ini. Kita senasib, perpisahan yang berkesan tidak mungkin diadakan. Mungkin kita akan mengadakan perpisahan melalui zoom, google meet, atau cara online lainnya. Kita bertemu secara nyata dan berpisah secara online. Saya rasa ungkapan ini mewakili kesan perpisahan tahun ini. Tentang hari perpisahan nanti. Jangan sampai kala itu menjadi yang pertama dan terakhir mengucapkan terimakasih guru. Mulailah berterimakasih dari hari ini. Sebab sesederhana apapun ucapan terimakasih akan menjadi hadiah terbaik untuk jasa mereka. Dalam tulisan ini saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih. Teruntuk ibu dan bapak guru dari guru tk, sd, smp, dan sma. Sebelumnya saya minta maaf untuk nama dan rupa yang tak teringat lagi sekali lagi saya mohon maaf. Tapi untuk jasamu akan selalu abadi. Untuk itu dengan penuh kesadaran saya menulis puisi ini semoga ucapan terimakasih yang sederhana tersampaikan pada guru-guruku. Sebuah botol kaca yang rentan Dibilik-bilik mimpi itulah aku Yang retak dikekang masa Guruku aku lelah, aku takut Dunia ini lebih luas dari buku latihanku Guruku mimpiku masih jauh Aku letih, keluhku diperjalan Nyatanya aku belum menyentuh tanah pertiwi Aku hanya debu dalam langkahmu Guruku perjalan ini membuatku menangis Lagi-lagi keluh-kesahku kau sirami dengan ilmu Bulan tahun pun berganti Tiba saat ini aku mulai terbang tinggi Guruku aku lepas, aku bebas Digenggaman aku simpan mimpi Untuk anak negeri esok hari Guruku aku adalah pena Dikantong bajumu yang mulai pudar Guruku terimakasih Tentang masa depan yang kau warnai

Ketulusan Guru

Oleh: Nur Fathoni, S. Pd. , M. Si.

  Pada saat itu, usiaku masih 13 tahun. Tepatnya pada tahun 1993, ketika aku masih duduk di kelas 2 MTs. Aku mempunyai prestasi akademik yang cukup baik. Akan tetapi, aku termasuk siswa pendiam, pemalu, dan tidak percaya diri. Hal itu berubah setelah aku mengenal seorang guru bernama Pak Suratno. Pak Suratno adalah guru matematika, sekaligus wali kelasku. Aku biasa memanggil beliau Pak Ratno. Saat itu beliau masih menjadi guru honorer. Beliau orang yang sangat sederhana dan disiplin. Setiap hari beliau naik sepeda untuk berangkat ke madrasah/sekolah. Padahal rumahnya cukup jauh dari madrasah. Ketika musim penghujan, Pak Ratno sering terlihat mengayuh sepeda tanpa alas kaki. Maklum saat itu, jalan di tempatku masih banyak yang belum beraspal. Sepatu biasanya dijinjing agar tidak kotor. Meskipun demikian, beliau tidak pernah terlambat masuk madrasah. Semangat Pak Ratno sangat terlihat ketika mengajar di kelas. Rasa lelah tak pernah beliau perlihatkan ketika mengajar di kelas. Ketika anak-anak mulai terlihat tidak memperhatikan pelajaran, maka beliau selalu punya cara agar kami kembali fokus pada pelajaran tanpa memarahi kami. Meskipun mengajar matematika, namun cara mengajar beliau tidak membosankan. Hal itu membuat siswa selalu antusias dan tetap fokus pada pelajaran. Beliau guru yang ramah dan tidak pernah kelihatan marah. Sebagai guru dan wali kelas, beliau sangat dekat dengan kami. Beliau sangat mengenal nama-nama siswanya. Tak hanya di madrasah, di luar madrasah pun beliau sering menyapa dengan nama kami. Jika kami melakukan kesalahan, beliau menegur kami dengan lembut. Beliau memberikan siswa kesadaran, bukan ketakutan. Tak hanya mengenal nama, beliau juga berusaha mengenal sifat dan karakter kami. Pak Ratno, guru yang sangat peduli dengan siswanya. Hal ini kurasakan sendiri, ketika aku sering mendapatkan bimbingan khusus dari beliau. Beliau sering memotivasi diriku agar menjadi pribadi yang percaya diri. Pesan yang masih kuingat sampai saat ini adalah “Kamu itu cerdas, namun kalau kamu tidak percaya diri maka mungkin kurang berarti. Jadilah pribadi yang percaya diri, disiplin, dan berusaha keras. Tunjukkan kemampuan terbaik yang ada pada dirimu. Bapak yakin kamu pasti bisa”. Dengan bimbingan beliau, aku membangun kepercayaan diriku. Aku mulai berubah menjadi pribadi yang percaya diri dan bersemangat untuk melakukan yang terbaik, hingga akhirnya aku selalu berprestasi di madrasah dan bisa mengikuti beberapa lomba sampai di tingkat kabupaten. Guru adalah orang tua, itulah yang beliau perankan dan kami rasakan. Kesabaran, ketulusan dan keikhlasan beliau dalam mengajar, mendidik, dan membimbing siswanya, kami rasakan sebagai kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Wajar, ketika kami lulus, kami merasa kehilangan karena berpisah dengan beliau. Setelah beberapa tahun aku lulus MTs, aku mendengar kabar beliau sudah diangkat menjadi guru PNS dan mengajar di SMK. Beliau juga mendapatkan beasiswa tugas belajar S2 di Jerman. Satu tahun kemudian, aku mendengar kabar duka. Figur yang sederhana, sabar, dan tulus ikhlas itu sudah meninggal dunia di Jerman. Kesedihan buat kami para siswanya. Rasanya tak percaya beliau meninggalkan kami begitu cepat. Kata-kata beliau pada saat perpisahan lulusan masih kami ingat, “Saya menunggu saat bahagia itu tiba, yaitu saat anak-anak bapak menjadi orang yang berhasil dan sukses. Itulah hal yang paling membahagiakan bagi kami para guru dan orang tua kalian”. Namun sayang, sebelum melihat keberhasilan kami, beliau telah meninggalkan kami. Beliau adalah satu dari banyak guru yang patut “digugu dan ditiru”. Guru yang bisa dipercaya dan diteladani. Guru yang bisa menjaga sikap dan prilakunya. Guru yang tulus ikhlas dalam mengajar, mendidik, membimbing, dan menyanyangi siswa-siswanya. Semoga kita bisa meneladani kebaikan guru-guru kita. Terimakasih kita ucapkan kepada semua guru yang telah tulus ikhlas mengajar kita. Kita tak akan bisa membalas semua jasa dan kebaikan seorang guru. Doa terbaik selalu kita panjatkan untuk semua guru. Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda dan kelak mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT. Aamiin.

Rindu Guru Tercinta

Oleh: Setiawan Shaputra

Bagaimana kabarmu bu? semoga dalam keadaan sehat walafiat Amin. Rinduku padanya adalah sebagai bentuk sayang dan sudah sepertinya keluarga buat saya. Ia memberikan motivasi banyak hal dalam hidup saya terlebih lagi pada masa SMA. Satu hal yang selalu kuingat darinya adalah bentuk kasih sayangnya terhadap muridnya yang begitu besar. Ketika itu, waktu SMA kelas 12 ia merupakan wali kelas saya. Saya sangat senang dan bangga bisa mengenal dia. Bahkan ketika saya tidak masuk sekolah dalam beberapa hari, ia datang ke rumahku dan menanyai mengapa tidak masuk sekolah?. “ Saya sedang menenangkan diri bu” Jawabku. Ia pun kaget mendengar alasan saya yang kurang logis. Saat itu, ia menyemangati, memotivasi, memberikan arahan dan tentunya mengingatkan untuk masa depan. Saya sangat senang dan bangga bisa mengenal guru seperti dia. Dari situlah saya mulai termotivasi untuk berfikir kedepannya nanti saya mau jadi seperti apa jika saya tidak masuk sekolah terus. Bahkan terbayang dalam pikiranku untuk bisa membalas semua jasamu dan motivasi penyemangku. Sampai detik ini aku belum bisa kasih apa apa kepadamu. Hanya kasih sayang dan rindu yang kuberikan kepadamu. Suatu saat nanti aku akan bisa menjadi anak yang membanggakan kedua ortu dengan prestasi dan kesuksesanku. Aku akan terus berjuang untuk bisa membanggakan kedua ortu. Salah satunya jadi apa yang ortu saya inginkan yaitu menjadi anak yang bermanfaat untuk semua orang! Aku selalu teringat ketika pada waktu masa SMA kelas 12 bisa memberikan kenangan indah yang tak terlupakan bersama teman-teman dan guruku tercinta. Pada saat di kelas akau selalu memberikan kesan yang manis dan selalu memberikan canda tawa kepada guruku itu. Belajar adalah hal yang paling penting untuk bisa menambah ilmu wawasan pengetahuan kita. Ia merupakan guru favorit saya. Kecintaannya dalam mendidik anak murid dengan kasih sayang yang menurut saya seperti keluarga sendiri. Sudah lama sekali aku tak berjumpa dengannya. Sekitar 3 tahun lebih aku tidak berjumpa dengannya, ingin rasanya aku berjumpa dengannya. Aku sudah lama lost contact dengan beliau. Aku pernah berjanji kepadanya bahwa aku bisa jadi anak yang membanggakan kedua ortuku. Kini aku harus bisa mewujudkannya. Hingga sekarang saya pun masih mengingat perkataan itu. Ibu berkata, ”Kalau kamu sekolah hanya untuk main, berhenti dari sekolah kasihan dengan orang tua ibu. ” perkataan itu lah yang selalu teringat selalu dalam benakku. Mungkin jika saja Ibu tidak datang, aku masih menjadi orang yang kacau. Malam itu, aku bertemu dengannya di jalan raya. Sayangnya ia tidak melihatnya hehe. Aku sangat bersyukur bisa mengenalnya. Suatu saat nanti saya akan mendatangi rumahnya. Sosok guru favoritku yang bekerja keras itulah yang membuat aku termotivasi untuk selalu belajar darinya. Aku banyak sekali belajar darinya, salah satunya adalah tentang kehidupan. Pesan yang selalu kuingat sampai saat ini adalah: 1. Ayo semangat belajar terus. 2. Jangan pantang menyerah terus maju 3. Banggakan kedua ortumu, jangan kecewakan mereka. Dari kata-kata itu aku belajar menyerap semuanya untuk selalu semangat dalam belajar pantang menyerah dan selalu bersyukur atas nikmat sehat, rezeki, dan masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk hidup. Kita tidak tau kapan akan mati bisa jadi besok. hari ini, atau detik ini juga akan mati. Sekali lagi jangan lupa untuk selalu bersyukur atas apa yang berikan oleh Tuhan di dunia ini. Aku berjanji suatu saat nanti bisa menaikkan haji kedua orang tuaku Amiin. Ini adalah salah satu cita-citaku. Semoga teman-teman semua terinspirasi dan selalu termotivasi untuk bisa membanggakan kedua orang tua. selagi mereka masih hidup. Pesan saya jangan pernah berhenti untuk belajar, teruslah berusaha untuk mencapai apa yang kalian cita-citakan dan membuat kedua orang tua senang dengan prestasi kita. Terus berjuang bu guru tercintaku dan tetap semangat dalam menjalankan tugas mulia sebagai guru yang mendidik calon-calon generasi millenial dimasa yang akan datang. Semoga suatu hari nanti Tuhan mempertemukan kita kembali. Amin. Tiada yang abadi di dunia ini, tetapi jasa dan pengabdianmu akan terus hidup sepanjang waktu. Terima kasih Guruku tercinta. “ Jalani Sebaik Kau Bisa”

Golden Inception

Oleh: M. Mujtahid Sulthony

Ketika aku berusia 17 tahun, aku mau menemui guru BK (bisa dipanggil konselor) untuk berkonsultasi tentang masalah potensi. Aku menentukan salah satu hari yang pas untuk berkonsultasi kepada konselor. Aku seharusnya sudah mencari suatu potensi dan mengembangkan potensi yang sudah aku dapatkan, mumpung aku masih sangat muda. Namaku Tan Yazeen. Panggil aja aku ‘Tan’. Aku juga bisa dipanggil ‘Zeen’ dengan vokal ‘Zin’. Kerabat dekat dan mereka yang di sekitar aku adalah orang-orang kebanyakan memanggilku dengan nama panggilan ‘Tan’. Mereka sedikit yang memanggilku ‘Zin’. Orangtuaku menamai aku dengan harapan dapat menghiasi ruang lingkup kemanusiaan dengan prinsip-prinsip dasar dalam berislam, kemudian mengindahkan keseimbangan lingkungan hidup sosial. Wajar saja harapan tersebut seperti visi profesi pekerjaan. Mereka bisa mengingat orangtuaku termasuk seorang motivator masyarakat. Aku berharap diriku bisa mengenal lebih jauh tentang potensiku. Aku juga berharap diriku bisa mengenal jati diriku. Aku setiap saat memikirkan arti namaku dengan potensi yang kuharapkan. Ayahku pernah memberitahu aku tentang potensi. “Jika seseorang berhasil menemukan potensi, maka seseorang itu seperti menemukan emas. ” Ibuku berharap kepadaku sesuai dengan arti namaku. Ibuku berharap aku bisa menghiasi keluarga hingga masyarakat dengan ilmu-ilmu yang telah aku peroleh. Ibuku bisa saja khawatir aku tidak dapat apa-apa selama menempuh pendidikan. Ibuku memastikan aku bertanggung jawab dan memberi contoh baik terhadap adik-adikku. Aku diharapkan bisa mengganti posisi ayahku jika ayahku pergi kerja jauh dari keluarga. Keluargaku bertempat tinggal di Bondowoso, daerah Nangkaan. . Aku setiap pagi naik sepeda pancal menuju SMA Bondowoso. Sekarang aku berhasil mendapatkan hari yang tepat untuk berkonsultasi. Aku bisa bertemu konselor. Beliau bernama pak Rianto. Aku bisa mengobrol bersama beliau dengan kesempatan waktu kosong. Beliau dikenal dengan pengetahuan psikologi yang mampu mempengaruhi temperamen anak-anak. Semua perubahan dan pengaruh baru berawal dari aku berhadapan dengan beliau. Pak Rianto menghampiri tempat dudukku beriringan dengan pintu masuk berderit hingga tertutup. Angin liar masuk melalui jendela terbuka hingga menerpa keringat di pelipis. Biasanya, para peserta didik yang mau melakukan konseling takut mengutarakan masalahnya jika dilakukan konseling terbuka dan diketahui orang lain. Pak Rianto juga termasuk guru pengajar mata pelajaran bimbingan dan konseling. Beliau bisa marah jika mendengar pendapat dari peserta didik tidak sesuai dengan pola pemikiran rasional pada umumnya. Bola mataku melirik sejenak ke arah jam tangan. “Jam 8 lewat 25 menit, banyak waktu kosong sebelum jam istirahat, ” hatiku berkata spontan. Tiba-tiba, bunyi gesekan serta tekanan kursi khusus guru menghiasi daerah telingaku. Seketika, bola mataku melirik ke arah beliau diiringi gerak kepalaku hingga berhadapan dengan kemeja kantor. Pak Rianto menatap ponsel sejenak sambil meminum secangkir kopi dengan menyeruput satu sampai dua kali. Dua detik, tiga detik, empat detik, dan seterusnya telah berlalu dengan cepat. Seketika, beliau menyampaikan ucapan santai dan tenang kepadaku. “Tan, silahkan kalau haus, itu sudah disediakan minuman, ada gelas menganggur, ” Seru beliau. “Enggeh, pak, ” jawab aku dengan senyum yang sedikit dipaksakan. “Biasanya, hari Sabtu ini ada kesempatan waktu untuk anak-anak bermain ke luar kelas saat jam pelajaran kosong, ya begitulah mereka di masa remaja pemikirannya masih labil. ” Beliau tersenyum sejenak sambil menyantap kopi yang masih hangat. Aku merenung apa yang telah beliau ucapkan sambil mendengar suara anak-anak dari luar menghiasi keheningan ruang BK. Kemudian, beliau menatap aku dengan serius. “Tan, bagaimana keadaan keluargamu sekarang?” tanya beliau. “Alhamdulillah, semua sehat, pak. ” Jawab aku dengan jelas dan halus. “Ayahmu kan dosen, sekarang ngajar dimana?” beliau kini menatap dengan tajam. “Sekarang, ayah ngajar di Situbondo, pak, ” jawab aku sambil menunduk. “Sekarang, ibu kerja apa?” beliau masih menatap dengan tajam. “Sekarang, ibu kerja di kantor dinas. ” Aku menjawab pertanyaan sambil menatap kopi yang hangat. Beberapa menit setelah wawancara, beliau menyampaikan pesan-pesan yang mempengaruhi temperamenku. Aku bisa menyimpulkan dari awal pertemuan sampai keluar ruang BK. Aku ingat yang dikatakan beliau. “Potensi yang kamu miliki jika dikembangkan terus, dengan kekuatan dan kesanggupan, maka bisa menjadi bakat. Jika ada seseorang bertanya, apakah bakat merupakan keturunan atau hasil lingkungan? Kemungkinan besar keduanya. Individu-individu yang berbakat mengingat bahwa mereka mempunyai tanda-tanda kemampuan yang tinggi dalam bidang tertentu pada usia yang sangat muda, sebelum atau pada awal pendidikan formal.” Sekarang, aku bisa membuka jalan kehidupan baru. Guru pengajar bimbingan dan konseling telah mempengaruhi pikiran bawah sadarku untuk memunculkan nasib yang lebih baik. Aku sangat bersyukur memiliki guru berjasa besar.

Sepucuk Cinta untuk Guruku

Oleh: Nadiah Masviva

Seorang guru itu ibaratkan petani yang tengah menanam padi. Petani akan menyebar benih kemudian merawatnya sebaik mungkin sehingga menghasilkan tanaman yang berkualitas tinggi. Begitu juga seorang guru, beliau mendidik seorang murid dengan semua ilmu yang ia miliki sehingga mampu menggiring muridnya menjadi orang sukses. Mengajarkan mana kebaikan dan mana keburukan. Menjadi seorang guru bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Walaupun, seorang guru telah memberikan segala hal terbaik yang ia miliki belum menjamin seutuhnya akan menghasilkan murid berkualitas terbaik. Kadang kala masih banyak murid-murid yang menyeleweng dari ajaran yang diajarkan ibu / bapak gurunya. Ini merupakan titik terberat dari seorang guru yang mana tugasnya adalah mendidik agar kelak saat sang murid lulus dari tingkatan pendidikan bisa lulus membawa kebaikan untuk dirinya sendiri, orang tuanya, dan lingkungan sekitar. Guru mungkin tak selamanya memiliki sikap selembut sutra sehalus bulu domba. Akan ada kalanya seorang guru bersikap garang bak singa buas mencari mangsa. Tetapi, seganas-ganasnya seekor singa ia tak pernah memakan anaknya sendiri. Begitu juga dengan para guru-guru terbaik kita, seringkali kita salah mengartikan kemarahan seorang guru. Kita selalu berfikir setiap guru tersebut memarahi kita itu merupakan bentuk kebenciannya akan kita, padahal sesungguhnya beliau teramat sangat menyayangi kita para muridnya. Beliau tidak ingin kita terus-menerus berada didalam sikap yang salah yang akan menuntun kita kepada jurang kegagalan. Guru selalu memberitau kita akan hal baru yang belum kita ketahui sama sekali, bagaikan lilin yang menerangi di kala gelap gulita beliau menuntun kita menemukan arah tempat selanjutnya kita akan melangkah. Dengan penuh kesabaran dia membimbing kita melewati setiap tanjakan dan turunan demi menggapai masa depannya yang gemilang. ~0~ Aku sangat bersyukur dalam hidup ini di pertemukan dengan orang-orang yang bisa membantuku kearah yang lebih baik. Ia mereka adalah guru-guruku. Setiap jenjang pasti ada guru yang kita cintai dan ada pula guru yang tidak kita senangi. Ya. . . Saya rasa itu sebuah hal yang wajar, karena disetiap metode yang diberikan seorang guru tak selamanya menjadi proses yang menyenangkan bagi siswa/i nya. Guru akan disenangi siswa/i saat ia mampu mengayomi dan merangkung anak didik dengan cara yang baik dan menyenangkannya. Biasanya guru yang paling tidak di favorite kan itu adalah guru matematika selain metode pembelajaran yang dibawakan susah di mengerti ditambah pembawaan guru yang cenderung killeruhh. . . Selesai kita dengan nilai terendah. Dan biasanya guru favorite itu adalah guru Bahasa Indonesia dan guru agama. karena kedua pahlawan tanpa jasa ini biasanya selain menyampaikan materi dengan cara yang baik dan menyenangkan, pelajaran yang disampaikan pun cukup bisa di pahami. Guru bagiku adalah seorang penolong, disaat aku mulai gundah tak tahu kemana arah yang akan ku jalani beliau databg menggenggam tanganku dan menuntunku ke arah yang benar. ~~~0~~~ Masih segar dalam ingatanku, Dulu saat di bangku SMA kelas tiga aku sangat sering mendapatkan sindiran-dari guruku, seperti “kamu menyelesaikan ini saja tidak bisa, nanti mau jadi apa?” kata-kata seperti ini dulunya saat ditujukan kepada ku merupakan sebuah sindiran yang sangat menyakitkan, bahkan jujur aku pernah mendendam kepada guruku saat beliau melontarkan kata-kata semacam itu. Tetapi , setelah dipikir-pikir sekarang ini kata-kata ini paling sering ku jadikan motivasi setiap kali aku mau memasuki dunia baru. Sebelum masuk dunia kuliah, aku menanyakan pertanyaan seperti ini kepada diriku sendiri. “pilih jurusan ini mau jadi apa?” atau “masuk komunitas ini karena apa? Mau jadi apa? ” sehingga aku dapat menyimpulkan apa yang menjadi tujuan ku dalam memasuki hal-hal yang baru. “Terimakasih banyak guruku perkataan mu yang dulu bagiku sebuah hinaan sekarang sudah menjadi suatu pedoman bagi hidupku.” Guru juga bagiku seorang motivator yang membantuku mengembalikan semangat yang sempat padam dikarenakan kesibukan yang tidak mengenal jam. Mendengarkan cerita-cerita beliau tentang bagaimana proses dan rintangan yanng beliau hadapi sehingga dapat sampai ke posisi seperti sekarang ini, ada guruku yang bercerita kalau dulu saat kuliah beliau harus bekerja untuk menambah pemasukan dan uang saku. Itu merupakan sebuah motivasi yang besar bagiku untuk tidak menyianyiakan apa yang sudah tuhan berikan kepada diriku. Seperti saat sekarang ini aku berkuliah dengan dibiayai pemerintah atau dengan kata lain beasiswa, sebagai seorang penerima aku tentu ingin memberikan yang terbaik juga ubtuk masyarakat yang sudah membantu meringankan beban ke dua orang tuaku. Setumpuk kertas ini rasanya tak cukup untuk menumpahkan rasa terimakasih terhadap guru-guruku. Bahkan saat aku mampu mendirikan sebuah monumen indah saja rasanya tak akan cukup menyampaikan rasa terimakasih akan semua yang telah engkau berikan wahai guru, Pahlawan tanpa tanda jasa yang ilmunya akan selalu bersinar sepanjang masa. Terimakasih Guruku.

Secerah Harapan

Oleh: Enni Eka Susanti, S. Pd.

Pagi itu suasana sekolah tampak masih sepi. Sesekali terlihat tukang kebun sekolah, sangat asyik dengan sapunya. Ruangan kantor menjadi bersih. Seperti biasa, dengan keramahannya, dia menjawab salamku. Kuletakkan laptop di meja, siap untuk diajak kerjasama, menyapa siswa-siswa yang saat ini belajar daring di rumah. HP tidak ketinggalan ikut berjejer rapi, bersahabat setia dengan laptopku. Cas hp, dan cash laptop akan berteriak protes, jika di dalam tas. Akhirnya dua sahabat setia ini ikut berjajar rapi, siap menyumbangkan tenaga. Kupantau satu per satu siswa yang belajar di grup kelas dan blog mata pelajaran. Mereka, dengan santun menjawab salamku. Suasana di grup kelas semakin hangat ketika presensi pembelajaran dimulai. Siswa-siswa dengan semangat hadir di grup kelas 7F. Tanda jempol kusiapkan untuk memberi semangat mereka. Kutelusuri nama siswa satu per satu, ada satu nama yang belum muncul “Dewi”. Dia adalah salah satu siswa kelas 7F dengan postur tinggi, berkulit sawo matang, badan bongsor sekilas seperti siswa SMA. Senyumnya manis, sikapnya santun ketika berbicara dengan siapa saja. Pertemuanku, bersama Dewi dan ibunya minggu yang lalu memang belum membuahkan hasil. Kucoba menghubungi ibunya, dengan semangat 45. Akhirnya terhubung juga dengan ibunya Dewi. Kesempatan kembali kubuat untuk pertemuan berikutnya di sekolah. Dewi si gadis manis, yang belum juga presensi dan muncul di kelasku, menjadi pusat konsentrasiku saat ini. Membimbing dan membantunya tujuanku. Hari yang kunanti tiba, kembali terjalin komunikasi dengan orang tua siswa. Protokol kesehatan tetap dengan ketat kuterapkan untuk tetap berbincang hangat dengan mereka. Antara Ibu dan anak berdiskusi untuk menjawab pertanyaanku. Dewi sempat kehilangan kata-kata, satu pertanyaan sederhana belum juga terjawab. Kutanyakan kembali apakah sudah mengerjakan pelajaran untuk hari kemarin. Dia menggeleng, ibunya mengiyakan bahwa Dewi tidak mau menyentuh buku-bukunya. Kutatap keduanya, sekilas terlihat saat muka sang ibu nampak letih. Usaha membujuk putrinya untuk mau belajar menemui jalan buntu. Pembelajaran daring baginya tidaklah mudah. Kucoba, membujuk Dewi, dengan lembut, Dia menurut. HP ditangannya masih untuk mainan. Kubiarkan sesaat, keasyikan itu. Dewi berhenti bermain HP, siap mendengar penjelasan. Kuajari cara menggunakan handphone untuk membuka pelajaran. Kutunjukkan aplikasi link biru berisi jadwal pelajaran, kegiatan pembelajaran dengan blog mapel. Mula-mula ia memperhatikan ketika jari-jari menyentuh link jadwal pelajaran, membuka blog pelajaran dan mengisi presensi. “Bagaimana Bu, ” Ia mulai membuka suara! Tatapan matanya membuatku iba. Ayo bu guru ajari cara membuka pelajaran. “Ya bu, ” jawabnya mulai bersemangat. Handphone yang sejak tadi untuk mainan, perlahan diberikan padaku. Mulailah dia memperhatikan setiap gerak, sentuhan jariku. Langkah pertama kuajarkan cara membuka grup kelas untuk melihat jadwal pelajaran berbentuk tulisan berwanra biru atau link biru, kemudian diklik muncul jadwal pelajaran dari senin sampai sabtu, pilih sesuai jadwal misalnya hari kamis, muncul mata pelajaran bahasa Inggris dan IPS, sampi disitu kuberhenti sejenak. Kembali kusodorkan android milik Dewi, kusuruh mempraktekkan apa yang kuajarkan. Agak lma dia terdiam, memandangiku, “Bagaimana ini Bu!” kuulang kembali dengan pelan Dewi mengikuti, sambil terus mencoba, usaha membuka jadwal pelajaran berhasil dilakukannya. Tahapan berikutnya mengisi link pelajaran yang bertuliskan nama bapak ibu guru setiap mata pelajaran berderet rapi dengan akun blog masing-masing. Tugas Dewi membuka dua mata pelajaran sesuai jadwal hari itu. Jari jemari Dewi menari-nari mencoba membuka link pelajaran milik bapak ibu guru. Belum berhasil ditemukan, Dewi menoleh kearahku, mengisyaratkan bantuan, “Mari Bu guru bantu”, Dewi mengangguk. Android berwarna dasar hitam diberikan padaku. Pelan-pelan kuajarkan kembali cara membuka link blog guru mata pelajaran, dilanjutkan membuka isi materi dalam blog. Untuk membuka blog mata pelajaran memerlukan kesabaran karena setiap handphone berbeda tingkat kecepatannya, disamping kendala sinya. Handphone Dewi mulai lambat ketika diajak kerjasama. Akhirnya kuputuskan untuk pindah di ruang Lab Komputer. Dewi setuju dan mengikuti masuk ke ruang komputer. Dewi menatap sejenak beberapa unit komputer yang berjajar rapi di sana. Dia duduk dengan manis, memilih satu unit komputer yang sudah siap untuk diajak belajar. Sementera itu orang tua Dewi mengikuti dan mencari tempat duduk tidak jauh dari Dewi. Ia menutup handphonenya. Menarik napas dalam-dalam dan mengangguk perlahan. Seolah ingin menunjukkan keterlibatan perasaannya dengan situasi batin anaknya, pembelajaran daring menjadi hal yang baru bagi Sang Ibu. Kuberikan senyum terindah bagi ibu dan anak yang berada di ruang lab komputer, agar mereka tidak terlalu tegang. “Mari kita mulai, ” suaraku memecah kesunyian. Rekan kerjaku mendekat membetulkan komputer. Kuberdiri merapat ke komputer, dengan tetap memakai masker sebagai pelindung. Sang ibu dan anak tak kuizinkan melepas master. Mereka setuju tetap menerapkan protokol kesehatan. Kuabaikan kelelahanku yang terpenting Dewi bisa mengikuti pelajaran daring. Dewi dan ibunya menatap tajam ke arah komputer, memperhatikan gerakan jari-jariku yang mulai membuka link blog mata pelajaran. Tulisan di komputer kelihatan jelas. Dewi bersemangat. Kubuka materi pelajaran Bahasa Inggris, kujelaskan cara membuka video pembelajaran. Dia mencermati materi tersebut, tidak lama kemudian bullpen Dewi sudah berjoget-joget meringkas materi Bahasa Inggris. Kubiarkan dia asyik dengan komputer. Saat jeda, sebentar kupakai untuk menjalin komunikasi dengan ibundanya. Bagaimana dengan kebiasaan Dewi di rumah. “Dia susah untuk belajar, ” kata ibunya. Buku paket dibiarkan menumpuk di kamar. Minat belajarnya kurang, ingin bermain saja ibunya menambah penjelasan sambil memegang dahi. Rasa iba sekaligus prihatin mengobrak-abrik jiwaku. Kucoba menenangkan hatinya. Kuyakinkan beliau , dewi pasti bisa seperti harapan kami. Dewi tidak sendiri karena saya siap membimbing. “Bu Guru Terima Kasih, ”ujarnya tersenyum cerah.

The Process of Being A Danger

Oleh: Eunike Rahel Mintalangi

Kisah dari sebuah kehidupan membuat kita mengerti arti dari sebuah proses, bukan masalah atau hasilnya. Harus kita pahami juga bahwa kisah dan proses setiap orang itu berbeda. Terkadang banyak dari kita malah lebih menyibukkan diri dengan kisah orang lain tanpa sadar kita juga punya kisah kita sendiri. Dari pola hidup yang seperti itu menimbulkan pertanyaan seperti, mengapa kita lebih peduli pada kisah orang lain? Apa alasan dan manfaatnya bagi kita? dan lain sebagainya. Mengapa itu terjadi? Alasannya karena kita kurang peduli pada kisah kita sendiri, tidak mau berdamai dengan kisah kita sendiri dan tidak mau berdamai dengan keadaan. Mungkin ada yang bilang bahwa melakukan itu semua sangat sulit. Sebenarnya tidak sulit untuk kita bisa berdamai dengan diri sendiri, kisah sendiri dan keadaan sendiri. Kita hanya belum atau takut mencoba. Di luar sana mungkin ada kisah dimana posisi itu sangat kita dambakan tapi tanpa kita sadari ada orang lain yang sangat menginginkan posisi dimana kita sekarang berada. Sejak beberapa tahun terakhir ini aku ada dalam keadaan yang benar-benar menguji imanku. Keadaan yang sangat tidak ku inginkan. Terlintas di pikiranku untuk marah, berontak dan mengutuk pada keadaan. Ingin rasanya ku berlari sejauh mungkin untuk tidak ada di posisi ini dan lepas dari situasi ini. Apakah aku melakukan itu? Jawabannya iya. Tapi apa aku benar-benar bisa lepas dari itu? Apa ketika aku berlari dan meninggalkan itu, aku menemukan kehidupan yang menyenangkan? Percayalah. Aku tidak bertahan dengan keadaan yang aku temukan selepas meninggalkan keadaanku sebelumnya. Aku semakin di persulit dengan keputusan yang telah ku ambil. Perlahan rasa penyesalan itu datang menghantui bersamaan dengan keadaanku sebelumnya yang seakan mencariku untuk berjalan bersama. Namun lepas dari semua itu, seseorang mengambil dan membawaku pada keadaan yang seharusnya. Menyelamatkan dari keputusan yang membuat aku tersesat. Secara batin tertekan dan secara iman lemah. Dia Tuhan yang tak pernah meninggalkan dan mengecewakan. Dia yang memampukan aku hingga bisa berdiri tegar di atas kaki sendiri. Merenungkan kembali masa dimana aku yang tidak bisa berdamai dengan keadaan yang akhirnya membuatku terperosok pada keadaan sulit, membuatku mengerti bahwa bijak itu penting saat mengambil keputusan. Ketika masalah datang jangan berpikir untuk lari dan menjauh, karena lari hanya akan membuat masalah itu kembali di lain waktu. Aku yang akhirnya memilih menikmati proses Tuhan membuat aku belajar dari setiap hal yang ku lewati. Seseorang mengajarkan ku arti dari sebuah kehidupan. Dia membimbing iman ku dalam kasih. Caranya menghadapi tekanan, masalah dan kegagalan, dan bangkit dari itu semua membuat aku akhirnya percaya bahwa proses Tuhan itu sempurna. Mungkin tidak yang tercepat tapi pasti yang terbaik. Dia menanamkan di diriku bahwa manusia tidak dapat menjadi bijak tanpa gesekan dan masalah. Jangan pernah mencoba untuk lari dari masalah karena tanpa masalah, kita tidak akan mengenal siapa diri kita sendiri dan siapa sebenarnya orang yang ada di sekitar kita. Mungkin ada yang belum bisa percaya karena aku pun awalnya demikian. Awal mendengar kalimatnya itu, keraguan muncul di benakku. Sebegitu pengaruhnya masalah ditengah kehidupan dan lingkunganku. Sampai ada saat dimana keraguan itu terjawab. Aku yang memang notabenenya ada di setiap kisahnya selama belasan tahun ini, menyaksikan betapa luarbiasa Tuhan berproses dalam hidupnya, betapa sabar dan kuatnya dia menjalani apa yang hendak Tuhan ajarkan padanya. Saat ketika dia harus berhadapan dengan masalah dan kegagalan membuat kehidupannya tertekan oleh keadaan. Banyak perubahan yang di alaminya termasuk orang-orang terdekat di lingkungan kerjanya yang berlaku seperti musuh dalam selimut. Cemoohan yang keluar dari mulut sahabat-sahabat kerjanya pun menambah beban di batinnya, karena cara mereka bertingkah seperti itu menciptakan tamparan keras di hati dan batinnya. Jujur, mendengar kisahnya itu pun membuatku terluka. Cerita-cerita yang mereka bahas tentang dia membuat hatiku juga ikut menangis. Ingin rasanya marah, berontak dan mengutuk mereka yang dengan lancangnya berlaku munafik setelah kebaikan-kebaikan yang dia lakukan untuk mereka. Namun di balik semua rasa kesal dan marah itu, aku heran mengapa dia menyuruhku untuk diam sambil berkata “nda usah marah, berdoa akang jo pa dorang, mungkin dorang perlu jamahan kasih Tuhan” (dalam bahasa Manado), yang artinya “kita tidak perlu marah saat ada yang berlaku jahat, cukup doakan, mungkin mereka butuh sentuhan kasih Tuhan”. Itulah alasannya mengapa dia bisa tegar sampai sekarang, yaitu kasih. Memiliki hati yang penuh kasih memberi kehangatan tersendiri di hati. Beban terasa ringan dan hidup terasa lebih damai. Satu hal yang ku tahu, dia tak pernah bisa sepenuhnya menerima kata-kata menyakitkan yang di dengarnya langsung dari mereka itu. Dia hanya berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depanku dan di depan yang lainnya. Dia memang seseorang yang luar biasa. Sederhana di setiap ucapannya dan hebat di setiap tindakannya. Kadang cara berprosesnya Tuhan berbeda di setiap pribadi kita. Ada yang berada di keadaan yang prosesnya singkat dan mudah, adapula yang berada di keadaan yang prosesnya panjang dan rumit. Mereka yang berada di posisi yang mudah mungkin mereka levelnya masih di posisi itu dan mereka yang berada di posisi yang rumit mungkin mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang mudah. Intinya Tuhan mempercayakan kita hal-hal yang memang kita bisa lalui. Tuhan tak akan memberi cobaan melebihi batas kemampuan kita. Jangan mengeluh atas masalah yang kita alami karena Tuhan punya tujuan untuk perjuangan kita saat ini. Kita memang tidak bisa mengubah masalah kita tapi kita bisa selalu mengubah cara kita dalam melihat suatu masalah. Selalu ingat, berpikirlah optimis dan positif dalam peran mengambil keputusan karena itu yang akan menentukan kesuksesan atau kehancuran dikemudian hari. Ada kalimat berkesan dari seorang Bruce Lee yaitu “Hidupmu membuat air mata orang lain menjadi senyum simpul kebahagiaan. Di titik itu, kamu membuat hidupmu sungguh berarti. Kamu memberikan arti sesungguhnya bagi sebuah kehidupan, yaitu berarti bagi orang lain.” Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberi semangat bagi kita yang sementara di proses. Aku, kamu dan kita semua bisa me-manage diri kita sendiri. Jangan terlalu khawatir! Berdoalah dan biarkan Tuhan yang menangani kekhawatiran itu.

Terima Kasih Guru

Oleh: Nanda Diva Choirunnisa

Kisah ini berawal ketika aku bersama temen seangkatanku melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Aku bersama 4 orang temanku datang ke sebuah desa. Sebagai anak KKN kehadiran kami di sambut dengan tangan terbuka oleh penduduk desa. Kami mengadakan berbagai kegiatan, mulai dari kebersihan lingkungan sampai ke tugas mengajar. Kami mengajar ke SMP. Dari pengalaman mengajar yang aku rasakan kebanyakan anak-anaknya kurang memperhatikan guru ketika menerangkan. Mereka asik dengan dirinya sendiri dan bahkan ada yang tidur. Banyak yang tidak mengerjakan tugas, mungkin karena sekolahnya gratis mereka jadi semena-mena. Dring. . . . dring. . . dring. . . . Bunyi bel sekolah menandakan jam istirahat, aku pergi ke kantor. Aku duduk di meja yang kosong. Ketika aku membuka laci meja itu mataku tertuju pada sebuah bingkai foto seorang laki-laki payubara memakai baju pemda bertuliskan nama “Budi Setiawan A. M. d”. Mataku menusuri sekeliling ruang guru itu namun tidak kutemui muka seseorang yang ada difoto tersebut. “Bu Fitri kalau saya boleh tau, yang di foto ini siapa? Soalnya saya enggak liat, ” tanyaku pada bu Fitri yang duduk di sampingku. Ibu Fitri terdiam, beliau menarik nafas, lalu berkata, ”Itu foto almarhum pak Budi. Beliau seoraang guru TIK” “Almarhum? tanyaku kaget. “Iya, ” jawab bu Fitri. Pak Budi tinggal di kampung sebelah. Beiau memiliki seorang istri dan dua orang anak perempuan. Beliau sudah hmpir 15 tahun megajar di SMP ini. Setiap hari beliau menyeberangi sungai dengan menggunakan kompang motor. Beliau orang yang disiplin, karena beliau sudah terbiasa disiplin dari kecil. Saat umur beliau 2 tahun beliau sudah piatu dan ketika kelas 2 SMP beliau telah ditinggal ayahnya. Beliau hanya tinggal bersama kakak, tak lama setelah kepergian ayahnya. Pak Budi bersama kakak pindah ke tempat Budenya. Di sana pak budi beserta kakak bertugas pembatu rumah tangga. Walaupun masih ada hubungan keluarga namun budenya memperlakukan pak Budi beserta kakaknya seperti pembantu. Bude selalu memperlakukan pak Budi dengan semena-mena. Bentakan dan makian sudah menjadi makanan keseharian pak Budi. Tapi mau bagaimana lagi pak Budi hanya “numpang hidup”. Setelah tamat SMP, pak Budi tetap melanjutkan ke SMA. Karena tidak tahan dengan perlakukan budenya, pak Budi meminta izin kepada bude untuk menyusul kakaknya ke Palembang dan melanjutkan SMA di sana dengan kakaknya tinggal sendiri di sana. Sebenarnya bukan itu alasan pak Budi, tapi karena beliau tidak tahan lagi tinggal disini bersama Bude. Di Palembang pak Budi diterima SMAN 8 jurusan Fisika. Di SMAN 8 pak Budi merasakan betapa sulitnya mencari teman. Kebanyakan siswanya hanya mau berteman dengan orang yang beruang. Tak jarang pak Budi dibuly namun beliau hanya diam. Setelah tiga bulan tinggal di Palembang, pak Budi mulai kehabisan uang. Dia berfikir bahwa ia harus mencari kerja. Tidak bisa hanya mengadalkan kakaknya. Karena kakaknya hidup sudah pula. Pak Budi mencari ke mana-mana, tapi tak ada yang mau menerima, dengan alasan pak Budi masih di bawah umur. Akhirnya pak Budi diajak teman sekelasnya sebagai kuli panggul mengangkut ikan, di Palembang dikenal dengan “keruntung”. Beliau bekerja mulai dari jam 04. 00 sampai jam 06. 00. Setelah bekerja beliau langsung mandi, memungut upah angkutan dan langsung berangkat ke sekolah. Di sekolah tak jarang pula dia tertidur saat belajar karena kelelahan. Teman-temannya selalu mentertawakannnya. Namun pak Budi selalu diam saja. Suatu ketika di hari minggu, pak Budi seperti biasa bekerja mengangkat ikan, “Budi?. . . , Kamu kerja di sini?” ucap seorang ibu paru baya. Sontak pak Budi terkejut. Ternyata itu bu Lisa guru matematikanya. Aku begitu malu. Pekerjaanku diketahui oleh guruku. Namun aku berusaha senyum. Tak lama kemudia bu Lisa pergi meninggalkan pak Budi. Pak budi hanya terdiam dirinya merasa begitu malu. Saat semester V, SMA kakak pak Budi jatuh sakit dan akhirnya meninggal sehari menjelang ujian semester. Pak Budi jadi shok. Pada saat ujian pikirannya masih kacau, sehingga nilai ujiannya jadi anjlok. Hari berganti hari, bulan berlalu, akhrnya pak Budi dapat menyelesaikan pendidikan SMAnya. Tamat SMA pak Budi tidak lagi tinggal di rumah kakaknya. Dia mengontrak sebuah kamar di rumah susun. Dia terus melanjutkan pendidikan ke salah satu perguruan tinggi swasta. Beliau bertugas sebagai guru TIK SMP Garuda. Beliau terkenal sebagai guru yang disiplin. Tidak sedikit siswa dan siswi yang tidak suka dengan beliau. Sebenarnya beliau bukanlah jahat atau kasar. Hanya saja terkadang siswa selalu menyepelekan pelajaran, mereka tidak befikir betapa susahnya orang tua mencari nafkah mereka, Meraka yang nakal selalu menyalahkan pak Budi. Namun jika dilihat dari sisi lain pak Budilah yang banyak memberi kemajuan kepada sekolah. Berbagai acara di sekolah adalah hasil dari fikiran pak Budi. Hingga suatu katika, ”pangumuman, 5 menit lagi siswa siswi kelas 8A memasuki lab, sekian terima kasih”, ucap pak Budi di mic sekolah. 5 menit kemudian siswa sudah memasuki labor. “Assalamulaikum, sekarang keluarkan buku catatan dan buku paket kalian, ” perintah pak Budi. ”Baik paaak” jawab siswa serempak. Seperti biasa hanya beberapa siswa yang benar-benar mengikuti pembelajaran selebih hanya brmain-main. Pak budi menegur mereka agar serius belajar. Ada beberapa yang mendengarkan tapi tidak untuk si Rehan dan kedua temannya. Mereka terus saja bermain, hingga ditegur lagi. “Rehan, tolong tunjukan dua perintah yang terdapat pada Home, ” ucap pak Budi. Rehan terdiam, tak berkutik. “Rehan kamu tidak dengar apa Bapak tanya?” suara pak Budi mulai meninggi. Degan langkah kaki yang malas Rehan maju ke depan. Ia hanya diam, tidak tau apa yang harus dijelaskan. Pak Budi sudah menduga itu, dengan lembut pak Budi berkata sambil mengelus kepala rehan, ”Lain kali kalau Bapak menjeaskan tolong dengarkan ya nak? Rehan hanya mengangguk langsung pergi ke kursinya kembali, nampaknya ia sangat jengjel dengan pak Budi. Rehan tidak pernah suka dengan pak Budi. Rehan memang sering melawan tapi pak Budi sabar. Tak lama kemudian jam TIKpun habis, mereka berlari keluar labor. “Bugh. . . aw. . . . , kepala Rehan kejedot besi pintu labor. Kepalanya bengkak. Ide jahat muncul diotaknya. Ketika sampai di rumah Rehan pura-pura menangis. “hik. . . hiks. . hiks. . . rengek Rehan. ”kau kenapa tanya?” ibu Rehan. ”Kenapa kau Han?’ tanya Paman Rehan yang tiba-tiba sudah ada di sampingnya. “Di sekoalh tadi kepalaku dipukul oleh pak Budi, bengkak, ” ucap rehan sambil menunjuk kepalanya yang bengkak. ”Pak Budi yang tinggal di kampung seberang itu?” tanya pamannya. “Berani sekali dia, lihat saja besok, ” ucap Ridho geram. Rehan terlihat senyum nyengir, gembira. Keesokan Harinya. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . “Berhenti!” ucap Ridho bersama kedua temannya menghadang motor yang dikendarai pak Budi. “Ada apa ini? ucap pak Budi penuh tanda tanya. ”Ada apa bapak bilang? jangan sok tidak tau, Bapakkan yang sudah memukul kepala keponakan saya Rehan?” Rehan? Saya tidak pernah memukul Rehan. Belum selesai pak Budi berbicara Ridho langsung memerintahkan kedua temannya untuk memukul pak Budi. Mereka mengeroyok pak Budi. Ridho menusuk pak Budi hingga tewas. Seketika kedua teman Ridho kaget melhatnya. Tadi Ridho bilang hanya ingin memberi pelajaran, bukan menghabisi nyawa. Seketika air mata Ridho menangis melihat jasad pak Budi. Ia menyesal telah membunuh seseorang yang tak berdosa. Tak lama set elah kejadian itu berita ini pun tersebar luas sampai keteliga siswa dan siswi SMP. Tidak seperti biasanya entah mengapa sejak kepergian pak Budi suasana sekolah menjadi berbeda, biasanya setiap pagi terdegar suara lantang pak Budi memberikan motivasi dan dukungan, tapi terkadang mereka acuh, hingga sekarang baru terasa berbeda oleh mereka. Hari ini setelah 7 hari kepergiaa pak Budi, para siswa dan siswi berziarah ke makam pak Budi. Meeka berdoa dan berkata ”TERIMA KASIH GURUKU”tiba-tiba suasana berubah menjadi haru setelah beberapa menit berlalu, ketika semua siswa dan siswi pulang. Rehan sendiri langsug memeluk pusara pak Budi, lalu ada sebuah tangan memberikansecarik kertas bertuliskan ucapan permintaan maaf pak Budi kepada semua siswa dan siswi yang pernah ia buat kesal. Di kertas itu mengatakan bahwa pak Budi hanya ingin mereka sadar bahwa pendidikan itu penting, cintai dulu gurunya baru pelajarannya. Niscaya ilmu itu akan masuk ke dalam otak. Pak Budi hanya tidak ingin kita nanti menyesal. Di akhir surat pak Budi mengatakan bahwa kalian sudah bapak anggap seperti anak bapak sendiri. Tak terasa air mata Rehan keluar dengan derasnya, ia sangat menyesal, sekarang ia hanya bisa berdoa untu pak Budi, TERIMA KASIH GURU.

Dear…! Ibu Sukaenah di Mahligai Jannah

Oleh: Nani Suryani

Demi ini, bayang-bayang telah mengingatkanku kepada sesosok pribadi yang kharismatik. Kesunyian menjadi bejana yang membuka kenangan masa kecilku di sebuah desa. Ibu . . . . Kutitipkan segumpal rindu kepada awan yang selalu setia bergelung di angkasa. Bak ibuku Engkau setiap pagi menjalankan tugas negara menghantarkan ilmu untuk mencerdaskan bangsa. Kepadamu wahai guruku aku rindu. Surat ini memintal pesan yang tersirat dan tersurat buat bidadari persada, demi kokohnya negara. Dear Ibu Sukaenah . . . . Sangkala kini membuatmu diam padahal aku masih menuntut sebuah jawab meskipun kutahu engkau akan membisu. Ibu . . . . Siang ini aku kenang tentang mengapa aku bisa menulis? Mengapa aku bisa sukses menjadi seorang guru? Semua ini di antaranya doa dan usahamu dalam mendidikku di sebuah Sekolah Dasar. Masih terngiang peribahasa yang telah kausampaikan, “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama baik. ” Itulah di antara ilmu yang kuterima darimu. Adzan Duhur berkumandang penuhi wiyati Kota Wali, kenangku kian menjadi saat kaunyanyikan lagu kebangsaan bertepatan dengan kumandang adzan. Seketika engkau hentikan dan mengajari kami untuk diam menghormati ajakan beribadah menghadap-Nya. Rambut panjang sepunggung yang selalu kauikat, tampak sebagian sudah memutih. Payung hitam yang selalu kaugantung di pintu kelas saat mengajar, kau buka di kala perjalanan panas dan kaujadikan tongkat di saat jalanan licin. Langkahmu begitu panjang selusuri sebuah tali yang melingkari lembah menuju Sekolah Dasar Inpres Kebon Seureuh. Sebuah sekolah yang letaknya di atas pasir, dan harus menyebrangi sungai, juga melalui setapak galengan sawah yang kental tanah merahnya. Wahai guruku, kaupahlawan bangsa yang telah berjasa nyata membangun negeri ini. Aku mau saat ini kau bahagia dan dengarkan untai mangle yang kulangitkan sela sujudku. Kesabaranmu tiada batas, mulai dari salam masuk, membaca doa, mengabsen, menegur kehadiran kami, menanyakan pelajaran dan pekerjaan rumah, juga menyampaikan materi yang akan dibahas saat itu. Apersepsi yang memukau membuat kami betah dan enggan pulang ke rumah. Engkau laksana peri yang bersayap putih datang dari Kahyangan. Kala aku menangis karena ulah kakak kelas, kau selalu sabar merayuku dan menuliskan sebait puisi di buku letjesku. Kembang Melati Kembang Melati, jangan kau menangis! Gelembung balon akan membawamu mengangkasa Tali sepatumu terlepas, Tapi . . . sudah aku ikatkan lagi Temali asa pun akan mengikat batinmu Kembang Melati aku ‘kan membordel sapu tanganmu dengan hapen dan benang wol putih Karena kamu sangat manis laksana melati yang selalu kurindu Taman hatiku laksana jannah yang dihiasi senyum sucimu. ES, 1977 Aku yakin, saat ribuan generasi bangsa membacakan surat ini, dari kejauhan kauterharu. Aku pun ingin di antara dari mereka, ada yang mau mengambil suritauladan perjuanganmu untuk diterapkan di era ini. Harapanku suatu saat terlahir ribuan Sukaenah-Sukaenah dengan gayanya masing-masing dalam mengabdikan diri untuk pertiwi. Masih kuingat, kenangan saat anakmu sendirian tidak ada yang menjagai, kau membawanya ke sekolah. Tampak luar biasa, engkau berperan sebagai kodrat jadi ibu dari Anaknya, dan bertugas sebagai guru dalam satu waktu. Tanggat ini, 28 Oktober 2020 bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, aku garitkan stanza aksara untukmu.
  1. Sukaenah Periku
Kenangku guratkan bayang kharismatik, sepi Bejana kenang buihkan rindu, menanti Dia pengguna waktu, wal ashri Diam untuk membisu. Mestikah? Sebatang kapur tulis, tergeletak Sabar cucurkan peluh, menyelak Tempakan berbagai keterampilan, menggolak Hati terpanggang tekad. “Nulad akhlak!” Tetesan keringat berganti darah, terus melaju Wujudkan impian persada jaya. Bangkitlah bersatu! Kau naiki pilau arungi samudra mengisi merdeka Ilmu berpadu tersemat di hati anak bangsa. Lanjutkan? Kota Wali di penghujung Oktober 2020 Terima kasih yang tiada tara buat team Coaching dan Mentoring menulis buku Batch enam, sehingga kerinduanku sedikit terobati. ***

Terima Kasih Guru

Oleh: Sri Lestari

Siang iturasanya lelah sekali, sepulang sekolahsekitar pukul 1. 30 WIB saat aku sampai di rumah yang disambut senyum manis umiku. Seperti biasa aku lari terebirit birit menuju toilet untuk segera membuang air seni yang sedari tadi aku tahan saat di angkot KWK 14, yang setia selalu menunggu penumpang cantiknya, yaitu AKU…. UPS… Seperti dikejar-kejar guru killer aku buru buru sholat duhur dan makan siang sambil melototin catetan pelajaran hadist yang belum masuk otakku baik tulisannya maupun hafalanya, alamak pasti kena hukuman lagi kalau sampai belum hafal. Oh no…. waktu yang tersisa aku harus benar benar focus, BISMILLAH. Lima belas menit lagi kelas dibuka, segera kekmas buku dan keperluan mengaji, sandal jepit kesayangan yang tipis di bagian jempol terlihat jelas menahan beban tubuhku setiap hari, semoga kelak jadi saksi perjuanganku menuntu ilmu. Aamiin. Alhamdulillah lima menit sebelum masuk kelas aku sudah sampai bersaama temanku Iyi. Nama yang aneh didengar, ya memang itu nama poyoka. Poyokan kalo di Ciracas adalah nama panggilan selain nama asli. Nama asli Iyi sendiri adalah Seri Indah Mawarni. Sahabat kecilku ini gadis periang dan lincah, lantaran tubuh mungilnya yang meski makan banyak tetap saja kurus dan mungil, sehingga serinkali juara lomba lari di sekolah. Bel tanda masuk berbunyi di balik kantorMADRASAH AL AMANAH petugas jaga siang itu selalu tepat waktu menjalankan tugasnya dan jemarinya tak pernh jenuh memencet bel itu. Siswa semua umumnya tak berani terlambat ke Madrasah Al Amanah, lantaran Ustadz Syaiful Anwar yang biasa dipanggil dengan sebutan Ustadz Iwan ini adalah sososk pribadi yang tegas dan disiplin. Utamanya soal waktu dan ketertiban. Apalagi di dalam ruang kelas, dijamin siswa yang bicara sedikit saja tak luput dari pendengarannya dan siap siaplah teguran atau hukuman bediri di depan kelas diterima. Dikelas muridnya tidak terlalu banyak hanya sekitar sepuluh orang saja dan terdiri dari berbagai kelas di sekolaHh umum. Aku sendiri saat itu kelas 1 SMA dan di madrasah bergabung bersma siswa SD, SMP. Kami semua saling menghormati dan menyayangi satu sma lain. Ya madrasah ini adalah tempat menuntut ilmu agama selain sekolah umum. Aku sendiri tak merasa malu bergabung dengan anak yang usianya dibawahku dan mereka lebih pandai, semangatku adalah Umiku yang selalu menasehatiku pentingnya belajar ilmu agama, “kelak kemudian harin kamu akan tau” kata Umiku saat itu. “Bakso ayam, bakso sapi, buuuuubaksonya buuuu…” Tiba tiba suara menggelegar Mpok Titoh penjual bakso home made yang biasa setiap selasa kelilin komplek membuyarkan lamunanku. “Astaghfirullah…. iya Mpok….” teriakku dari dalam rumah. “Hadeuh Mpok kira kira apa itu suara dah kaya geluduk siang siang” selorohku sambil membuka pintu. “Wak waka wak…. . iya bu lah, maap dah pan biar ibu denger” jawabnya dalam logat sawangan yang kental. “bu mau bakso yang mana nih ada dua pilihan, ada bakso ayam harganya Rp. 15.000 isi 20 biji kalo mbakso sapi RP. 17.000 isi 20 juga bu, baru mateng nih masih anget”Mpok Titoh mualai promosi “Ok deh saya mau dua duanya”jawabkusambil memberikan uang lembaran lima puluhribuan dan secepat kilat pula Mpok Titoh mnejawab “Eeeet dah kaga uang kecil apa bu?” “Kaga Mpok itu nyang ada, itu ada tuh di tas coba dah liat “selorohku sambil bercanda mengedipkan mata. “heheh ibu mah tau aje” Kembaliankuterima dan Mpok Titohpun pamit sambil berteriak menjajakan dagangannya. Dalam hati kuberdoa semoga lekas laku dagangannya hari ini. Aamiin. Saat aku kembali ke dalam rumah tiba tiba ponselku bordering, segera kuangkat karena yang menelpon ternyata sahabat kecilku Endang Supriyati yang saat ini sudah memiliki anak 3 namun tak mengurangi parasnya yang cantik dan sikap periangnya. “Hallo Assalamualaikum “ “Wa alaikum salam” “Sil, u dah tau belum?” tanyanya darin ujung telpon “Tau apaan En?” jawabku “Ustadz Iwan sakit, katanya dah lama “ “ooh sakit apa ya En?” “Katanya sakit sakit mual berkepanjangan. “ “Oh tapi ko sampai dirawat ya berarti parah dong, ?” “Iya, yuk lah kita nengokin kan sudah lama juga kita ngga silaturahmi” “Ok En, tapi aye ijin suami dulu yee, kayanya kalau ngga sabtu minggu ya, pas suami di rumah “ “Ya nanti kita janjian kumpul di rumah Iyi ya” “Ok deh see you nanti ya, Assalamualaikum” “wa alaikum salam” Percakapan berakhir segera aku merapihkan rumah kembali, tugas rutin emak emak. “Allahu akbar Allahu akbar… Allahu akbar Allahu akbar…, Asyhadu allaa Ilaaha Illallaah…, Asyhaduala ilaha illallaah…, Asyhaduanna Muhammadar Rosulullah…, Asyhaduanna Muhammadar Rosulullaah…, Hayya ‘alash Sholaah…, hayya ‘alash Sholaah…, hayya ‘alal fallaah…, hayya ‘alal fallaah…, Allahu akbar Allahu akbar…, Laa ilaaha Illalaah…” Suara adzan tanda waktu Ashar telah tiba, tak terasa seharian bekerja di rumah. Segera kubersihkan badan dan melaksanakan sholat Ashar, terasa damai sore itu, langit merona kemerahan sang raja siang segera merangkak ke peraduannya. Terdengar suara deru mesin mobil yang diiringi klakson tatkala aku menyiapkan teh hangat untuk suamiku. Bergegas kubuka pintu gerbang sambil tersenyum secantik mungkin menyambut kedatangannya. Sepulang dari kantor tentulah penat, semoga dengan senyum manisku harumnya parfum melati dan teh hangat yang kubuat dapat dapat mengusir penatnya. Aamiin. Baru saja hendak kututup gerbang Aca, Ikhsan dan Avis menhampriku. Bocah kecil anak tetanggaku ini memang sering main ke rumahku untuk belajar mengaji . “Ibu Kapan ngaji lagi sama minum the bu?”Aca sicantik dengan matanya yang bulat bertanya manja. “Iya cantik nanti ya ibu kasih tau lagi sebab minggu ini ibu ada keperluan sayang” “Ya…. ibu jangan lama lama dong “saut ikhsan “Iya buu “Avis menimpali. “Ok Insya Allah senin kita mulai ngaji ya dan malam Minggu kalau tidak hujan kita ngeteh. “kujawab sambil berkedip kepada mereka. “Yeeeeee horeeeeee “bertiga besorak kegirangan. “Ok buuu makasih yaaaa”serempak berkata “Nah sekarang ibu masuk dulu ya, Pak Leman baru pulang ibu mau buatkan teh dulu “ “Ok buuuu kita main lagi, ddah ibu Assalamualaikum “ketiganya salim lalu berlari kea rah lapangan. Kututup gerbang dan masuk kedalam sambil membawa handuk untuk suamiku. Ku hampiri suamiku dan kucium tangannya, kebiasaan sedari awal kami menikah. “Anak –anak tadi mau apa?”tanya suamiku. “ooh itu tanya saja mulai belajar ngajinya kapan lagi”jawabku . “Kakak dan Ritchie belum pada pulang ya?” “Belum, sebentar lagi sepertinya sebab hari ini ada kerja kelompok semua, oh iya tadi teman Ibu mengabarkan bahwa Ustad Iwan, Guru mengaji dulu sewaktu di Ciracas sakit, rencanaya ibu dan Endang mau menengok hari sabtu atau minggu, apa bapak mengijinkan?” tanyaku sambil duduk disamping suamiku. “Ooh ya sakit apa, dan apakah dirawat?” “katanya sakit lambung dan dirwat tapi sudah pulang ke rumahnya, nanti ibu, Iyi dan Endang yang akan menengok ke rumahnya Ustad” “Ya boleh di hari Sabtu saja, karena Minggu anak-anak minta jalan” “Baiklah kalau begitu ibu kabari segera Endang dan Iyi, mengingat sekarang sudah hari jumat’ Hari sabtu tiba pagi jam 07.00 WIB aku sudah berangkat dari Sawangan menuju Ciracas, seperti biasa mengandalkan gojek supaya lekas samapai, meski ongkos lumayan disbanding angkot, akan tetapi waktu sangatlah berharga mengingat aku pulang hari. Setelah kurang lebih satu jam diperjalanan sampailah di rumah Iyi dan ternyata Endang sudah menunggu disana. Ramailah ketiga sahabat bertemu, cipika cipiki selpi tidak ketinggalan mengabadikan moment pertemuan ini. Rasanya kenangan masa kecil terlintas kembali dimana saat mengenakan rok merah hati, biru dan abu, mengiringi masa tumbuh kembang kami. Setelah bercakap sana sini lalu kami pun bergegas menuju kediaman Ustadz Iwan yang terletak di Jalan Pemadam, agak masuk kedalam dan ditumbuhi rumput gajah, disisi kanan Nampak pohon cery yang mulai berbuah bergerak gerak tertiup angin laksana menyapa kehadiranku dan teman temanku. “Assalamualaikum” Endang mengucapkan salam di depan rumah Ustadz diapit aku dan Iyi. “Waalaikumsalam” terdengar sahutan dari dalam rumah. Pintu bterbuka dan ternyata istri pak Ustad, Kk Wawat yang cantik awet muda dan lembut seperti dahulu, yaa hampir 27 tahun yang lalu aku baru bertemu kembali. “Eh ini kan Endang, Sri dan Iyi ya?”Kak Wawat bertanya “Iya kak, kita dapat kabar pak Ustadz sakit makanya kita janjian deh ke sini”jawab Endang. “Aih lama gak ketemu yaaa, ayo masik, silahkan silahkan, maaf ini rumahnya berantakan”kata Kak Wawat “Ah engga ko ini mah rapih ehehhe”Iyi menjawab “Iya kak ga ada anak kecil “Aku menimpali Kak Wawat bercerita tetntang penyakit suaminya, yang awalnya adalah mual lalu berkepanjangan. Apakah karena telat makan atau hal lain saat itu masih dalam pemeriksaan. Akhirnya kami pamit karena hari semakin siang. Pak Ustad tertidur pulas, sehingga kami tak sempat bersua hanya dengan Kak Wawat saja , namun kami lega dapat sampai ke rumah guru kami, yang sangat berjasa mengajarkan ilmu agama kepadan kami sehingga hari ini kami ingat dan amalkan. Sepanjang perjalan pulang kami b ersenda gurau hingga sampailah ke rumah Iyi. Duduk sebentar lalu ku pesan gojek. Aku duluan pamit kepada sahabatku karena rumahku paling jauh. Beberapa bulan kemudian saat pandemic melanda negri ini kudengar kabar kepergian guruku, kami semua berduka mendalam, karena tanpa bisa menghadiri apalagi mengantar ke peristirahatan terakhirnya. Hanya doa dan doa dan mengingat kebaikannya, mengingat nasehatnya, mengasmalkan ilmunya. Semoga Allah mengampuni dosanya menempatkan guruku ke dalam syurgaNya. Terima Kasih guruku…. JASAMU TIADA TARA…… SEKIAN . ***

Untuk Guruku

Oleh: Ainur Rahmah

  Menjadi seorang guru adalah cita-cita saya semenjak kecil. Bersyukur dan bahagia adalah hal utama ketika saya mempunyai ilmu yang bisa saya amalkan kepada orang lain. Berbicara tentang guru tentu tidak bisa dilepaskan dari sosok seorang yang berilmu, berwawasan luas di bidang tertentu, berjasa mengantarkan orang lain kepada kebaikan, dan mencegahnya dari keburukan. Sebab, hanya orang-orang berilmu, berwawasan luas, dan menginginkan orang lain menjadi baik, yang mampu menjalankan tugas-tugas tersebut. Sebagai agama yang mulia, Islam sangat mendorong umatnya menjadi seorang pendidik yang berilmu dan berakhlaq, menyuruh kepada kebaikan, dan mencegah dari keburukan. Bahkan, mereka digolongkan sebagai orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat. Hal itu seperti tercermin dalam salah satu ayat Al-Quran, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (Surat Ali ‘Imran, ayat 104). Memberikan kebaikan, ilmu yang saya pahami, dan selalu berdoa untuk keberhasilan serta ilmu yang bermanfaat bagi murid adalah tugas utama saya sebagai guru. Ayat cukup populer yang menjelaskan tentang kedudukan orang berilmu adalah, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Surat al Mujadilah, ayat 11). Dalam sebuah hadits, dijelaskan bahwa kedudukan dan keutamaan orang berilmu banyak kita jumpai dalam sabda Rasulullah saw. Antara lain adalah, “Para ulama itu pewaris para nabi”. Bayangkan, betapa tingginya kedudukan orang berilmu, hingga menyandang gelar sebagai pewaris para nabi. Sedangkan tidak ada kedudukan yang lebih tinggi di atas para nabi dan rasul. Semoga niat baik ini, diridhoi oleh Allah dan berpahala seperti yang dijanjikan-Nya. Amin. Bisa menjadi apa yang saya cita-citakan adalah anugerah terindah dalam hidup saya. Kebahagiaan ini tidak lain adalah berkat jasa dan kemuliaan para guru yang telah memberikan ilmu kepada saya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya akan berbagi ilmu tentang bagaimana cara berterima kasih kepada guru dengan memperhatikan beberapa adab terhadap guru. Dengan memperhatikan adab kepada guru, kita akan lebih hormat dan tawaduk kepada guru. Dengan hormat dan tawaduk kepada guru, maka kelak ilmu kita akan bermanfaat. Berikut adalah adab-adab tertentu yang harus diperhatikan seorang murid terhadap gurunya sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t. th. , halaman 431):
  1. Mengucapkan salam kepada guru
Seorang murid hendaknya mendahului mengucapkan salam kepada guru. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, bahwa seharusnya yang lebih muda memberi salam kepada yang lebuh tua.
  1. Tidak banyak bicara di depan guru
Banyak berbicara bisa berarti merasa lebih tahu dari pada orang-orang di sekitarnya. Apabila hal ini dilakukan di depan guru, maka bisa menimbulkan kesan seolah-seolah murid lebih tahu dari pada gurunya. Hal ini tidak baik dilakukan kecuali atas perintah guru.
  1. Bersikap sopan terhadap guru (berdiri ketika guru berdiri )
Bila guru berdiri, murid sebaiknya segera berdiri juga. Hal ini tidak hanya penting jika guru memerlukan bantuan sewaktu-waktu, misalnya uluran tangan agar segera bisa tegak berdiri, tetapi juga merupakan sopan santun yang terpuji. Demikian pula jika guru duduk sebaiknya murid juga duduk.
  1. Mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan guru
Murid tidak langsung menyangkal penjelasan guru. Sebaiknya murid meminta izin terlebih dahulu untuk menyampaikan pendapat orang lain yang berbeda. Jika guru berkenan, murid tentu boleh menyampaikan hal itu.
  1. Bertanya dengan cara yang baik
Dalam majelis taklim atau kegiatan belajar mengajar di kelas, murid hendaknya bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum jelas. Hal ini tentu lebih baik daripada bertanya kepada teman di sebelahnya. Lebih memilih bertanya kepada teman dan bukannya langsung kepada guru, bisa membuat perasaan guru kurang nyaman.
  1. Tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru
Guru tidak sama dengan teman, dan tidak bisa disetarakan dengan teman. Seorang murid harus menempatkan guru lebih tinggi dari teman, sehingga ketika berbicara dengan guru, tidak boleh sambil tertawa atau tersenyum yang berlebihan.
  1. Menghargai pendapat guru
Bisa saja seorang murid memiliki pendapat yang berbeda dengan guru. Jika ini memang terjadi, murid tidak perlu mengungkapkannya secara terbuka sehingga diketahui orang banyak. Lebih baik murid meminta komentar sang guru tentang pendapatnya yang berbeda. Cara ini lebih sopan dari pada menunjukkan sikap kontra dengan guru di depan orang lain.
  1. Tidak menarik pakaian guru ketika berdiri
Ketika guru hendak berdiri dari posisi duduk mungkin beliau membutuhkan bantuan karena kondisinya yang sudah agak lemah. Dalam keadaan seperti ini, murid jangan sekali-kali menarik baju guru dalam rangka memberikan bantuan tenaga. Murid bisa berjongkok untuk menawarkan pundaknya sebagai tumpuan untuk berdiri atau sesuai arahan guru.
  1. Tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah
Jika ada suatu hal yang ingin ditanyakan kepada guru, terlebih jika itu menyangkut pribadi guru, tanyakan masalah itu ketika telah sampai di rumah. Tentu saja hal ini berlaku saat dalam perjalanan dengan menaiki kendaraan umum.
  1. Tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah
Dalam keadaan guru sedang lelah, seorang murid hendaknya tidak mengajukan banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban pelik. Dalam hal ini dikhawatirkan guru kurang berkenan menjawabnya karena memang sedang lelah sehingga membutuhkan istirahat. Itulah kesepuluh adab murid terhadap guru sebagaimana yang dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali. Kesimpulannya adalah seorang murid hendaknya murid bersikap hormat dan sopan kepada guru. Dengan demikian, rasa terima kasih kepada guru dapat terwujud dengan memperhatikan adab yang baik terhadap guru.
            Wallahu a’lam bis showab.

Teladanmu Belum Usang

Oleh: Rahmat Hidayat

Guru merupakan sosok pahlawan tanpa jasa, di matanya selalu tercermin. Keindahan yang mendalam dengan senang hatinya selalu bertemu dengan murid sebagai idolanya. Namun, kata-kata manisnya menimbulkan hasrat untuk memberikan isi pengetahuan kepada murid. Sehingga, ia sadar dengan apa yang berikan kepada murid akan bermanfaat kelak nantinya dan berguna bagi bangsa dan negara. Namun, ada kata-kata yang menyebutkan Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Pepatah lama ini seakan membuat perasaan kita berkecambuk. Kebingungan dengan pepatah yang tercipta. Bertanya-tanya, mengapa subjeknya terdiri dari guru dan murid, mengapa predikatnya harus kencing berdiri bagi guru dan kencing berlari bagi murid. Apa yang ingin disampaikan oleh pembuat pepatah ini pertama kali. Mengapa kencing yang harus dijadikan sebagai suatu topik. Mengapa tidak hal-hal yang positif yang menggambarkan romantisme antara guru dan murid. Pepatah antara guru dan murid tersebut justru menuai tawa atau kerut dahi saat orang-orang membacanya. Antara lucu atau ia paham maksud sebenarnya. Membahas tentang hubungan antara guru dan murid tidak akan pernah habis dan tidak akan pernah bosan selama masih berlangsungnya kehidupan. Hal ini dikarenakan proses pendidikan yang berlangsung selama hidup dan seumur hidup. Guru dan murid memiliki hubungan yang istimewa. Masih ingatkah dengan lagu dangdut yang dinyanyikan oleh raja dangdut Rhoma Irama dan Rita Sugiarto yang liriknya “Pa Guru, yang ini apa namanya?” lalu gurunya menjawab “Re Do Do Sol Do Do Mi” jawab gurunya dengan menunjukkan nada-nada dalam piano. Hal ini secara sederhana menunjukkan bahwa hubungan guru dengan murid adalah hubungan yang unik. Mereka berhungan dikarenakan memiliki misi suci dan mulia, yaitu pendidikan. Aktivitas belajar mengajar merupakan aktivitas yang terjadi dalam hubungan guru dan murid. Guru memiliki peran yang plus dibandingkan dengan muridnya. Guru menjadi teman yang dewasa bagi murid, menjadi fasilitator, menjadi pengajar, tempat bertanya, menjadi pahlawan, menjadi inspirator, menjadi penstimulus murid, menjadi motivator, menjadi seseorang yang dicintai murid dan yang paling penting adalah menjadi seorang teladan bagi murid (uswatun hasanah). Hal ini disebabkan 1 teladan saja lebih mengena di hati seseorang dari pada 1000 nasihat. Kembali lagi pada pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Entah apapun latar belakangnya sang pencipta pepatah lama ini, namun makna dan filosofinya menyadarkan kita bahwa begitu hebatnya akibat yang timbul jika seorang guru tidak memperlihatkan teladan yang baik bagi para muridnya. Bahkan akibat yang ditimbulkan mungkin saja bisa 2 tingkat lebih parah atau bertingkat-tingkat lebih parah dengan apa yang semula dilakukan oleh guru. Potensi ini menjadi titik tolak perubahan bagi pendidikan guru pada masa yang akan datang. Dengan semakin berkembangnya zaman, murid yang banyak dininabobokan oleh tayangan-tayangan yang banyak menampilkan sosok selebriti di televisi, sosok-sosok yang tidak memiliki perangai yang baik, yang kini justru digandrungi dan dijadikan kiblat untuk ditiru dan diikuti baik dari segi gaya bicara, pakaian perilaku dan sebagainya. Apakah hal ini memungkinkan bahwa sosok teladan guru telah usang dan tergantikan dengan mereka para sosok selebriti. Apakah bangsa ini rela menjadikan sosok selebriti sebagai agent of change, Padahal, kita mengetahui bahwa kehidupan mayoritas selebriti hanya mempertontonkan kehidupan yang mewah, glamour, penuh dengan sensasi, berpakaian serba mini, bergaya ala kebarat-baratan menghilangkan adat ketimuran. Apakah kita rela menyerahkan keteladanan pada para selebriti seperti itu, yang jelas-jelas telah mengikis nilai-nilai budaya dan agama. Tentu saja sangat tidak rela. Kita lebih rela menyerahkan keteladanan pada sosok yang berada di sudut-sudut sekolah yang bersahaja, yang memiliki keikhlasan yang tinggi di penjuru-penjuru kelas untuk menjalankan tugas mulianya yaitu mendidik anak didiknya, yang berada dekat-dekat dengan para rombongan belajar setiap harinya. Sungguh tidak rela jika teladan guru telah usang dan tergantikan oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab membawa misi yang tidak sejalan dengan ruh pendidikan. Kami merindukan sosok teladan guru seperti dulu. Guru, sosok yang “digugu” dan “ditiru”. Bertepatan dengan Hari Guru Nasional ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh guru, teladanmu belum usang, seusang album Ki Hajar Dewantoro. Meskipun albumnya yang telah usang, namun teladan Ki Hajar Dewantoro dan teladan para guru tak kan pernah usang.

Peran Guru Membentuk Pendidikan Karakter untuk Pendidikan di Indonesia

Oleh: Nurul Hidayah

Seiring berjalanya waktu pendidikan semakin melaju pesat. Berbagai model, strategi, media, dan metode mewarnai proses kegiatan belajar mengajar. Berbicara mengenai pembelajaran tentu berharap sempurna dalam menyampaikan isi materi. Bukan hanya dalam hal materi saja, kondisi siswa juga perlu diperhatikan karena ada kesinambungan antara siswa dan materi. Ketika keduanya (siswa dan materi) sudah bisa dikondisikan dengan baik selanjutnya adalah cara guru dalam mengajar di kelas. Dunia pendidikan sangat penting dibahas karena menjadi poin utama untuk membentuk pribadi berkarakter. Melihat berbagai problem yang ada, pendidikan dapat dimulai dari pendidikan karakter. Urgensi pendidikan karakter berperan kuat dalam pembentukan pribadi yang sopan juga santun. Saya tertarik akan pembelajaran yang bertitik tumpu pada pendidikan karakter karena bisa mencetak generasi yang tidak hanya cerdas tetapi memiliki akhlak yang mulia. Sebelum membahas lebih jauh tentang pendidikan karakter, kita harus mengetahui apa itu karakter? menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. jadi, pendidkan karakter adalah pendidikan yang memiliki kepribadian atau berwatak. Ulasan dari kamus diatas, dapat dijelaskan bahwa pendidikan karakter sangat dibutuhkan baik itu diawali dari keluarga hingga perguruan tinggi. Indonesia adalah negara yang mana pendidikan adalah salah satu bidang terpenting. Pendidikan di Indonesia juga sangat berkembang pesat baik didalam ranah pendidikan formal maupun non formal. Berbicara tentang pendidikan, disini pendidikan karakter sangat penting untuk dikenalkan kepada siswa. Dari situ, saya mulai mencari tahu dan saya menemukan satu titik terkait pendidikan karakter. Ketika saya menonton film ‘Aisyah Biarkan kami Bersaudara’ yaitu tentang seorang guru (bu guru Aisyah) yang mengabdikan ilmunya di pelosok negeri tepatnya di SD Derok 1 Nusa Tenggara Timur yang mana semua penduduknya Non Muslim dan bu guru Aisyah beragama Islam. Ada sesuatu yang membuat saya kagum bahkan tertarik dalam setiap cuplikan film tersebut, salah satunya ungkapan bu guru Aisyah “Jadi kalian maunya bagaimana? Kita tinggalkan lordis disini sendirian? Tidak ada yang bayar rumah sakit? Kemudian dia diusir dan pulang jalan kaki, begitu? He’e iya kalian harus tau penjahat sekalipun yang sudah dituduh sebagai pembunuh sonde bisa langsung dihukum harus bisa diadili didepan pengadilan. Lordis devan dia bukan penjahat. Dia cuman anak kecil sama dengan besong, seumuran dengan besong. Ya, mungkin berbeda karena dididik oleh orang yang berbeda dengan besongpun bapa. Siko, lu pung mama dan bapa kerja di kota tapi dong pulang setiap minggu. Tiap hari lu pung nenek. Sementara lordis devan dia sudah tak punya siapa-siapa. Dia cuman punya paman yang galak. Kata bapak kepala dusun orang tua lordis devan pergi merantau. Sonde tau dimana, sonde pernah ada kabar, sonde tau masih hidup atau sudah meninggal, Jadi kalau lordis devan berkelakuan beda dengan besong. Besong harus mengerti mungkin sebenarnya hatinya marah tapi karena sonde ada orang tua sonde bisa mengeluarkan isi hatinya. Sonde boleh benci sama lordis devan. Harus berikan cinta dan kasih karena mungkin selama ini yang mungkin sonde dapatkan” Ungkapan Bu Guru Aisyah secara tidak langsung menyimpan maksud dari Pembentukan Karakter. Dari paparan tersebut, seorang guru harus mencatat bahwa pendidikan akan jauh lebih sempurna jika diselingi dengan Pembentukan karakter karena peserta didik akan memiliki kepribadian yang baik dan berakhlak mulia. Itulah karakter utama yang harus dibangun dalam dunia pendidikan di Indonesia. Dengan demikian upaya menciptakan generasi emas yang berkarakter menjadi tugas penting dalam menjalankan peran sebagai seorang guru. Tentu, tidak hanya di lingkup sekolah tapi juga lingkup keluarga. Pendidikan karakter mengarah pada pembentukan bangsa yang tangguh, bertoleransi, berakhlak, dan membentuk jiwa cinta tanah air (Patriotisme). Dengan didasari karakter yang berorientasi pada Ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengedepankan sikap sopan dan santun (Akhlakul Karimah) akan menjadi pondasi kuat bagi anak-anak. Dengan begitu, rasa bangga terhadap Tanah Air Indonesia sangat berpengaruh dalam dirinya Bagi saya, kesuksesan anak-anak dalam mengembangkan wawasan juga diikuti dengan karakter yang baik adalah kado terindah untuk saya. Belajar dari guru saya bahwa seorang guru harus memiliki suri tauladan yang baik agar bisa dicontoh oleh anak-anak didiknya. Terima kasih kepada guruku yang telah mengajarkan ilmu juga memberikan pengajaran terkait karakter yang baik.

Perjuangan Seorang Guru

Oleh: Rudi Yulianto, M. PdI

Ada seorang guru bernama Pak Azmi, ia sangat mahir dengan dunia Informasi dan Teknologi. Tidak hanya di sekolah saja ia membantu guru-guru yang merasa kesulitan tentang kegiatan informasi dan teknologi. Tapi juga di sekolah lain Pak Azmi juga sering diminta bantuan karena kemahirannya itu. Kadang ada laptop guru yang rusak, maka segera Pak Azmi membantu untuk memperbaikinya. Tidak hanya itu, Pak Azmi juga mahir membaca Al Qur’an. Sehingga, di Madrasah itu Pak Azmi dijadikan guru mengaji. Bahkan di madrasah itu Pak Azmi membuka kelas yang bernama Klinik Al Qur’an, dimana fungsi dari kelas itu adalah untuk membantu siswa dalam kesulitan ketika membaca Al Qur’an. Di samping itu juga Pak Azmi mengajar mata pelajaran Al Qur’an Hadits. Ada seorang guru bernama Pak Azam yang menjabat sebagai wakil kepala sekolah bagian kesiswaan pada waktu itu. Pak Azam adalah guru senior di Sekolah itu. Setiap hari Pak Azam dinas di tempat lain, sehingga ia jarang berada di kantor. Pak Azmi dan Pak Azam mempunyai hubungan yang sangat baik, karena sama sama berprofesi sebagai guru di sekolah tersebut. Pak Azam dan Pak Azmi sering berselisih sehingga menimbulkan ketegangan diantara keduanya dan itu berlangsung hingga lama. Terkadang masalah hal sepele tapi menimbulkan dampak yang luar biasa. Tapi sudah biasa Pak Azmi selalu mengalah karena merasa sebagai teman junior. Setiap hari, Pak Azam datang ke sekolah tidak pernah terlambat. Sebelum pukul 06.30, Pak Azam sudah sampai di Sekolah karena jam masuk di sekolah tersebut adalah 06. 30. Pak Azam adalah orang yang disiplin. Pak Azmi memiliki 3 orang anak yang masih kecil. Setiap hari sebelum berangkat ke sekolah, Pak Azmi membantu istrinya mulai dari memandikan anak-anak sampai mengantarkan anak-anaknya ke rumah tantenya. Setelah pulang dari mengajar, Pak Azmi menjemput anak-anaknya kembali pulang yang rumahnya cukup jauh dari rumah adiknya. Ketika di sekolah, Pak Azmi melaksanakan tugas mengajar seperti biasanya. Di pagi hari sebelum masuk kelas Pak Azmi membantu Bapak/Ibu Guru mendampingi anak-anak di Musholla untuk melaksanakan kegiatan rutin yaitu sholat dhuha dan khotmil qur’an. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak lama. Kegiatan ini merupakan hasil rapat dewan guru. Dan alhamdulillah kegiatan ini berlangsung hingga saat ini. Kegiatan sholat dhuha ini tidak hanya diperuntukkan bagi siswa saja tetapi semua Bapak, Ibu guru bersama staf semua melaksanakan kegiatan ini. Dampak positif dari kegiatan ini adalah menumbuhkan rasa kebersamaan diantara sesama warga sekolah. Harapan dari kegiatan ini adalah ketika siswa sudah lulus nantinya, tetap melaksanakan setiap hari. Sehingga, mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan mendapatkan pahala yang terus mengalir dari amaliyah kegiatan salat duha tersebut. Setelah kegiatan di musola selesai dan anak-anak masuk ke kelas masing-masing. Selanjutnya, Pak Azmi memasuki kelas untuk menyampaikan materi pada hari tersebut. Anak-anak sangat antusias ketika Pak Azmi memasuki kelas, karena mereka sangat suka dengan kegiatan belajar mengajar yang di sampaikan oleh Pak Azmi. Sikap Pak Azmi sangat ramah terhadap anak-anak. Apapun yang disampaikan kepada anak-anak pasti anak-anak tetap mengingatnya. Ketika ada siswa yang bertanya Pak Azmi akan menjawab dengan baik. Pernah pada suatu hari Pak Azmi tidak masuk kelas karena ada tugas dari Kepala Sekolah, anak-anak merasa kecewa karena tidak bisa bertemu dan seminggu kemudian anak-anak mananyakannya. Kegiatan sehari-hari di sekolah, Pak Azmi sangat padat. Mulai dari kegiatan ritual sampai kegiatan bersama Bapak/Ibu guru tentang inovasi pembelajaran yang ada di sekolah tersebut. Kegiatan yang wajib diikuti oleh semua Bapak/Ibu guru diantaranya adalah pembacaan yasin dan tahlil di rumah Bapak/Ibu guru, pembacaan sholawat nariyah bersama Yayasan, pembacaan surat Al-Ikhlas sebanyak 1000 kali di makam Raden Santri dan ketika malam Jum’at Legi ada kegiatan ziarah ke makam Auliya’ di Gresik dan Surabaya. Tujuan dari pada kegiatan ritual itu adalah untuk mendoakan sekolah dan juga semua murid agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat serta kelak menjadi anak yang berbakti kepada orangtua, guru, agama serta menjadi anak yang sholihah. Di samping itu, tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mendoakan keluarga Bapak, Ibu guru supaya dijadikan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah serta diberikan anak yang sholih dan sholihah. Biarpun kegiatan itu sebenarnya wajib bagi Bapak, Ibu guru tapi pada kenyataannya masih banyak Bapak, Ibu guru yang tidak paham arti sesungguhnya dari kegiatan tersebut. Sekolah kami merupakan salah satu sekolah favorit di kota kami. Sebelum musim penerimaan siswa baru, sekolah kami sudah dipenuhi oleh calon pendaftar dari berbagai daerah. Ini merupakan salah satu buah dari kegiatan ritual yang dilaksanakan oleh Bapak/Ibu guru. Setiap tahun jumlah muridnya selalu bertambah. Pada tahun ini pun kuota siswa untuk tahun pelajaran yang akan datang sudah hampir penuh. Sekolah kami merupakan sekolah kebanggan warga disekitar, karena banyak prestasi yang telah diraih oleh siswa baik tingkat nasional maupun internasional.

Selalu Kuingat Jasamu

Oleh: Gojali, S. TP

Masih teringat saat kelas XII SMA, salah satu ibu guru bertanya, “Gojali setelah lulus SMA mau lanjut kuliah dimana?” Kala itu, aku belum bisa menjawab kuliah dimana. “belum tahu bu, tapi untuk Jurusannya mau di Fakultas Pertanian. ” sautku sambil senyum. Dua minggu setelah ibu guru bertanya, Aku hendak bertanya juga ke orang tuaku, “Pak, Mah, sebentar lagi aku lulus SMA baiknya melanjutkan kuliah atau bagaimana?” tanyaku. “Kamu maunya melanjutkan kuliah atau bekerja?” orang tuaku balik tanya. “Kalau aku ingin lanjut kuliah, karena pengalaman dari SMA masih kurang, juga belum mau bekerja. Jika bapak dan mamah mengijinkan aku lanjut kuliah. ” jawabku Sambil berpikir kemudian menjawab, “Iya, bapak dan mamah setuju, tetapi dengan syarat kuliahnya di unsoed Purwokerto supaya kamu ada saudara disana. ” terangnya. Kebetulan saudaraku anak kakaknya bapak ada yang kuliah di Purwokerto. Sehingga, aku diijinkan jika diterima di unsoed jadi kuliah di Purwokerto. Karena sudah dapat ijin dari orang tua, aku ikut ke Purwokerto. Pihak sekolah melakukan survei, mengunjungi kota Purwokerto memastikan terkait SMA diblokir atau tidak kuota pendaftaran mahasiswanya, karena ada salah satu siswa yang sudah diterima di unsoed kemudian tidak mengambilnya. Padahal, peluang banget dan banyak peminat di universitas ini. Singkat cerita, aku menikmati serangkaian proses mendaftar kuliah, seperti menyiapkan berkas, searching mengenai fresh graduate di rumah Ibu Mun. diantar oleh Ibu Fifi mengirim berkas pendaftaran karena aku mendaftar di dua universitas. Tibalah waktu pengumuman penerimaan, dan Alhamdulillah aku diterima di keduanya, yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan dengan tidak percaya diri, terkejut aku diterima juga di Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Rasa haru, bahagia, senang bercampur jadi satu. Dalam hati, jiwa dan pikiranku berkata, “Bismillah, Ini jalan masa depanku menjadi orang besar, sukses dan berhasil.” Karena UMY swasta dan UNSOED negeri. Akhirnya, aku memutuskan untuk mengambil di unsoed sesuai dengan keinginan orang tua. Ini semua tidak lepas dari bantuan ibu, bapak guru SMA Negeri 1 Tukdana. Khususnya Guru Bimbingan Konseling (BK), yaitu Ibu fifi dan ibu Muntamah yang ikut serta membantu siswa/i. Terimakasih bu, sudah membimbing, mengarahkan jurusan kuliah yang tepat untukku dengan mengetahui potensiku, minat dan bakat agar diterima dan cocok dengan jurusan yang dipilih ketika kuliah nanti. Doa dari orang tua, saudara, sahabat, teman atas izin Allah, aku diterima. Sungguh perjalanan yang tidak singkat, tidak mudah, namun juga tidak sulit. Aku bisa melewatinya. Aku setuju dengan yang di katakan oleh Nelson Mandela, “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan pendidikan, Anda dapat mengubah dunia. ” Untuk itu, Guru adalah orang yang paling berjasa untuk bangsa. Untuk guruku yang sudah tiada di dunia, semoga engkau diampuni segala dosanya, diterima amal baiknya, dan ditempatkan disurga-Nya. Aamiin..  Al-Fathihah “Ilmu yang telah engkau ajarkan adalah hadiah paling indah yang pernah engkau berikan, Terima kasih guru. ” “Terima kasih untuk ilmu-ilmu yang kau berikan pahlawan tanpa tanda jasaku. ” “Jika ditanya pekerjaan apa yang paling mulia, tentu jawabannya adalah guru. Mereka yang membantu mendidik dan mencerdaskan kehidupan manusia. Terima kasih guru. ” “Guru yang berhasil adalah guru yang mampu mengantarkan muridnya lebih berhasil darinya. Terima kasih. ” Terimakasih ku ucapkan atas pengabdianmu Ibu dan Bapak Guru dari muridmu, Gojali, S. TP

Terima Kasih Guruku Tercinta

Oleh: Drs. Minhuda, MM.

Guru adalah sosok yang di gugu dan di tiru. Gugu (bahasa jawa artinya di percaya), tiru yang juga bahasa jawa dan sudah di Indonesiakan artinya contoh. Guru itu digugu dan di tiru berarti guru adalah adalah sosok yang di jadikan teladan bagi murid-muridnya, bagi masyarakat lingkungan sekitar, dan masyarakat umum secara lebih luas. Guru sebagai sosok teladan karena di dalam aktivitasnya selalu mengajarkan dan memberi contoh tentang berbagai ilmu, mengajarkan tentang perilaku sopan santun, mengajarkan bagaimana berbakti kepada guru, kepada kedua orang tua, mengajarkan tentang ibadah, salat mengkaji dan mengaji, mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan, mengajarkan berbagai ketrampilan yang dengan nya muridnya menjadi seorang ahli dan trampil, mengajarkan tentang kehidupan di lihat dari berbagai aspek, aspek agama, ekonomi, politik, sosial, budaya, mengajarkan bagaimana menjadi manusia cerdan dan mulia di sisi Allah SWT. Seberapa kalimat, ratusan, ribuan, jutaan dan bahkan milyaran kalimat mulia belum cukup untuk menggambarkan betapa mulianya guru itu. Melalui gurulah mereka menjadi manusia-manusia sukses sesuai profesi mereka masing-masing. Ada diantara mereka yang menjadi pengusaha, karyawan, manager, direktur, pemilik perusahaan, para ahli (dokter, pengacara, guru, dosen, insinyur, penulis, psikiater, psikolog, antropolog, sosiolog, wartawan, dan lain-lain), pegawai negeri di berbagai departemen atau kementerian, BUMN, pejabat tinggi negara, menteri, anggota DPR, bahkan presiden, semuanya tidak lepas dari jasa seorang guru. Maka wajar jikalau guru di juluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, di situlah barangkali substansi gelar tersebut untuk seorang guru pahlawan tanpa tanda jasa. Minimal ada enam (6) level ketika seseorang menyelesaikan pendidikan formalnya:
  1. Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI).
  2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MtS).
  3. Sekolah Menemgah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA)
  4. Sarjana Strata 1
  5. Sarjana Strata 2
  6. Sarjana Strata 3
Setiap jenjang terdiri dari banyak guru dan dosen, tiap jenjang mereka mendidik dan mengajar sesuai disiplin ilmunya. Disetiap jenjang itulah kita digebleng oleh guru-guru kita untuk menjadi ahli, terampil secara skill dan intelektual. Mengapa rasa syukur dan terima kasih kita haturkan kepada guru-guru kita, hal ini sebagai wujud dari:
  1. Terima kasih kita kepada guru-guru karena melalui tangan merekalah kita bisa seperti sekarang.
  2. Bahwa sebagai orang yang berilmu, tidak akan lupa dari akarnya. Bisa seperti sekarang ini adalah karena jasa mereka semua.
  3. Merekalah yang telah mengasuh pribadi kita selama ini. Ibu kandung di sekolah dan di kampus yang ngemong hati dan pikiran kita sejak, mentransfer ilmu kepada kita sehingga karenanya kita menjadi seseoang yang bijak dalam bersikap dan berperilaku.
  4. Pembentukan karakteristik kita berkat tangan mereka.
  5. Mereka memberi suritauladan di bangku-bangku sekolah atau kampus-kampus sebagai saksi.
  6. Dedikasi dan kedisipilan mereka yang tidak mengenal lelah.
  7. Di rumah pun guru-guru kita masih memikurkan kita, apa yang terbaik untuk kita mereka pikirkan di sekolah, kampus, jalan, dan di manapun.
  8. Mereka ingin agar kita menjadi yang terbaik.
  9. Mereka senang dan bangga melihat keberhasilan kita.
  10. Betapa mulianya guru-guru kita. Hati yang hadir di setiap perjalanan kita.
Terima kasih guruku. Berkat jasamu kami jadi:
  1. Manusia dewasa secara psikologis.
  2. Bisa mandiri seperti ini. Memiliki apa yang kami inginkan.
  3. Mamahami mana yang benar dan mana yang salah.
  4. Mampu mengormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
  5. Bisa mendirikan sholat .
  6. Mampu membaca Alquan.
  7. Mampu mengembangkan intelektual.
  8. Mampu harus berbuat apa dan kapan serta dimana
  9. Mampu berpikir kritis di tengah masyarakat kami.
  10. Bisa menularkan tradisi belajar di setiap saat.
  11. Mampu menatap masa depan yang lebih baik
  12. Mampu memahami makna hidup ini.
Ooh guruku… engkau bagaikan sinar dalam kegelapan, engkau bagai embun penyejuk hati, engkaulah tempat seluruh anak didik bergantung kepadamu demi membentuk akhlakul karimah. Doa kami, ampuni dosa-dosa kami, ampuni dosa kedua orang tua kami, ampuni dosa-dosa guru-guru kami, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, baik dosa kecil maupun dosa besar, dosa yang kelihatan maupun dosa yang tidak kelihatan, dosa yang di sengaja maupun dosa yang tidak di sengaja, kumpulkan kami ya Allah, masukkan kami ke dalam syurga Mu.
ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار
Ya Allah, berikanklah kepada kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa api neraka
Aamiin yaa rabbal ‘aalamiin.
Wahai guru, maafkan aku selama ini kadang tidak nurut, kami malah melawanmu, maafkan aku jika selama belajar membuatmu jengkel, maafkan aku yang selalu salah dan salah, tetapi berkat engkau wahai guruku maka aku bisa belajar dari kesalahan. Tidak bisa aku balas budi baikmu wahai guruku tercinta, hanya doa yang selalu aku panjatkan, biarlah Allah SWT yang akan membalas kebaikanmu selama ini, guru sekali lagi maafkan aku, wallahu a’lam.

Tut Wuri Handayani, Cermin Totalitas Guru

Oleh: Immanuel Yosua Tjiptosoewarno

  Tulisan sederhana ini dipersembahkan kepada guruku, orang tuaku yang adalah seorang guru sejati dan setiap guru yang memiliki tekad dan kerinduan untuk “menggali potensi peserta didik” di tengah keterbatasan diri dan keterbatasan peserta didik. Anda semua adalah pahlawan sejati tanpa tanda jasa. Ketika mendengar atau membaca frasa Tut Wuri Handayani semua akan di bawa pada ingatan terhadap sosok yang memiliki peran penting dalam perkembangan dunia pendidikan Indonesia. Tokoh tersebut tidak lain tidak bukan adalah Ki Hajar Dewantara (2 Mei 1889-26 April 1959). Tokoh pendiri Perguruan Taman Siswa ini merupakan pencetus dari kalimat Tut Wuri Handayani. Kalimat yang tercantum dalam logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini sejak tanggal 6 September 1977 ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dari beberapa literatur ditemukan, Tut Wuri Handayani merupakan bagian dari rangkaian kata Ing Ngarsa Sung Tulada Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani. Kalimat yang tidak asing dikalangan masyarakat khususnya yang berkecimpung di dunia pendidikan ini, sebenarnya berisi prinsip dasar dalam pendidikan, di mana seorang pendidik harus memiliki keteladanan, mampu menjadi inspirator dan bagian dari proses pembelajaran dan memiliki kekuatan untuk memberikan dorongan bagi keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran. Khusus Tut Wuri Handayani, terdapat filosofi yang sangat penting bagi kekaryaan seorang guru. Ketika diurai kalimat ini terdiri dari kata Tut Wuri dan Handayani. Tut Wuri memiliki makna “Dari belakang (seorang guru) memberi dorongan menuju ke arah kemajuan yang lebih baik.” Hal ini, mengandung makna bahwa dalam proses pembelajaran yang dilakukannya. Seorang pendidik atau seorang guru memiliki tanggung jawab yang besar untuk memberikan dorongan kepada peserta didik, agar ia dapat meraih prestasi dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Dalam pengalaman “ngelmu” yang dilakukan semua orang termasuk saya dan seluruh pembaca, kita akan menemukan beragam tipe dan pola pembelajaran yang dimiliki maupun diterapkan oleh guru, dosen ataupun pendidik formal maupun informal yang pernah mengampu kita. Dari beberapa tipe dan pola tersebut, tipe pendidik yang mampu memberikan dorongan bagi kita untuk mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik, tentu memiliki kesan yang luar biasa. Ya, sekilas memberikan dorongan kepada seseorang (dalam hal ini peserta didik) untuk maju dan meraih kesuksesan dengan totalitas keberadaan mereka, “sekilas terkesan mudah.” Namun, sebenarnya tak semudah yang dibayangkan. Mendorong peserta didik yang memiliki kelemahan baik secara akademik ataupun mental, untuk dapat meraih prestasi sejajar dengan teman mereka, membutuhkan totalitas. Untuk dapat melakukan hal ini, seorang pendidik baik dosen, guru maupuan pendamping lainnya harus memiliki kesabaran dalam proses pendampingan. Berbagai peristiwa dalam kehidupan baik yang kita alami maupun kita dengar dan saksikan, banyak ditemukan bagaimana perjuangan seorang guru dalam mengembangkan potensi dalam diri peserta didik (khususnya terhadap peserta didik yang memiliki kelemahan dalam upaya pengembangan diri). Hingga dari ketertinggalan yang mereka alami menuju perkembangan yang sama bahkan lebih baik dibanding peserta didik lainnya. Hal tersebut akan semakin terasa berat ketika merujuk pada istilah Pendidikan dalam bahasa aslinya. Secara etymologis, istilah pendidikan berasal dari kata educare. Istilah ini mengandung makna “menggali keluar.” Yang dimaksud dengan menggali keluar adalah, proses pendidikan pada hakikatnya adalah “proses menggali keluar” potensi yang ada dalam diri peserta didik sehingga mampu digunakan dalam kehidupan. Dengan kata lain, proses pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk mengubah potensi yang ada dalam diri peserta didik menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan bagi hidup dan kehidupan sehari-hari. Merujuk pada istilah ini, proses pendidikan memiliki esensi bagaimana seharusnya pendidik dengan berbagai cara dan metode mampu menggali potensi diri yang ada dalam diri peserta didik. Proses penggalian ini bukanlah sesuatu yang “memaksa memasukkan nilai-nilai baru tanpa melihat kondisi akademik peserta didik”, namun lebih kepada upaya “menggali keluar potensi yang dimiliki peserta didik dengan cara yang dapat diterima oleh peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu yang dicita-citakan.” Bertolak dari ringkasan penggalian sederhana dari beberapa sumber terkait dengan Tut Wuri Handayani dan Educare. Kita menemukan bahwa kekuatan dasyat dibalik Tut Wuri Handayani adalah totalitas guru dalam melakukan pendampingan pada peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga mereka mampu meraih keberhasilan pendidikan yang bersumber dari potensi diri masing-masing yang tereksporasi dan tereksploitasi secara alami. Untuk dapat melakukan hal ini, seorang peserta didik harus memiliki “jiwa pengabdian”, “keilklasan” dan “kesabaran” untuk memahami peserta didik sebagai manusia (baca: pribadi) seutuhnya yang memiliki cipta, kehendak, harapan dan kerinduan yang ingin di wujudkan, di tengah keunikan maupun keterbatasan yang mereka miliki. Jiwa pengabdian, keiklasan dan kesabaran yang menjadi prasyarat dasar adanya totalitas dalam pendampingan peserta didik tersebut bukanlah hal yang mudah dimiliki oleh seorang pendidik. Keberaniaan untuk menyangkal diri dan tidak memprioritaskan kehidupan pribadi bahkan keluarga dan kelompoknya menjadi hal yang mutlak harus dilakukan. Ketika pihak lain dapat menikmati kebahagiaan dengan mengutamakan diri sendiri, seorang pendidik yang memiliki totalitas memiliki keberanian bahkan tekad untuk setia kepada panggilannya bahwa keberhasilan peserta didik dalam menggali dan mengekspresikan potensi yang ada pada dirinya, merupakan salah satu kebahagiaan utama dari seorang guru. Baik dalam skala besar seperti keberadaan bangsa maupun skala kecil, kehidupan kita, sejarah membuktikan bahwa seorang guru memiliki peranan yang cukup signifikan dalam proses keberahasilan. Secara sederhana, pendampingan yang dilakukan dalam rangka penggalian potensi pribadi peserta didik, menjadi energi yang luar biasa bagi keberhasilan proses kehidupan peserta didik itu sendiri. Tak terkecuali para pendiri dan tokoh yang mampu membawa keberhasilan bangsa, negara, lembaga dan organisasi apapun menjadi besar dan berguna bagi masyarakat. Tak terkecuali bagi kita, tak dapat dipungkiri, pendidik baik yang bersifat formal maupun informal memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kehidupan kita, hingga kita “bisa seperti saat ini” berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, agama terlebih bangsa dan negara. Ya… semangat Tut Wuri Handayani yang menjadi cermin dari totalitas para pendidik dalam mengampu peserta didik, telah menjadi energi positif yang menghasilkan kekaryaan dan manfaat yang dasyat bagi kehidupan ini. Terima Kasih para guru dengan semangat Tut Wuri Handayanimu. . . . kehadiran kami dengan segalam manfaat yang kami berikan merupakan bukti kekaryaanmu . . . kiranya kami para pendidik kehidupan memiliki totalitas yang sama untuk menggali potensi setiap peserta didik dengan semangat Tut Wuri Handayani sebagai bukti totalitas kami.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *