KERUSAKAN LINGKUNGAN
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau barubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Proses penambangan perlu dikelola dengan berazaskan (a) manfaat, keadilan dan keseimbangan; (b) keberpihakan pada kepentingan bangsa; (c) partisipatif, transparan dan akuntabilitas; (d) berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.Pertambangan di kawasan karst ialah pertambangan yang dilakukan oleh korporasi maupun rakyat di kawasan bentang alam karst. Pertambangan di kawasan bentang alam karst biasanya dilakukan secara manual maupun mekanis
pada batugamping yang ada dipermukaan kawasan karst. Bentang alam karst Pegunungan Sewu sendiri yang telah dilindungi sebagai kawasan geologi nasional.Aktifitas Penambangan Batu Kapur di Kabupaten Gunungkidul dilakukan oleh masyrakat setempat sejak sekitar Tahun 1990’an. Pertambangan tersebut awal mulanya dilakukan oleh masyrakat secara Manual hanya mengunakan alat seadanya berupa Cangkul dan Lingis. Selain itu oleh masyrakat hasil menambang batu tersebut awalnya digunakan untukmemenuhi kebutuhan masyrakat sekitar dalam membangun rumah, yaitu membuat Pondasi rumah warga. Kemudian dengan berjalannya waktu karena kebutuhan ekonomi meningkat Penambangan Batu Kapur bergeser menjadi mata pencaharian warga masyrakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Pergeseran pola dari memenuhi kebutuhan sendiri (membangun rumah) ke kebutuhan sumber ekonomi disebabkan karena ada Permintaan atas batu kapur tersebut untuk kebutuhan Industri. Selain itu yang mempengaruhi adalah karena kondisi alam Gunungkidul yang kering dan dalam bidang pertanian kurang maksimal penghasilannya maka masyrakat mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan perekonomian Keluarganya.
Batu Kapur merupakan bahan baku industri yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Makabanyak orang yang ketika mengetahui di Kabupaten Gunungkidul ada Batu Kapur banyak orang luar daerah datang berbondong –bondong untuk ikut menambang Batu Kapur tersebut. Beberapa Industri telah mengunakan Batu Kapur sebagai bahan Industri mulai dari Industri Kertas, Industri Kaca, Industri Baja, Bahan Baku Semen, Pertanian, Perikanan, Bahan Bangunan, Kosmetik, Pasta gigi, Tekstil, Industri Ban, maupun Industri Bata Ringan.Dengan adanya aktifitas pertambangan batu kapur tersebut di satu sisi telah memberikan manfaat dalam hal Pekerjaandan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyrakat sekitar,serta menjadi sumber Pendapatan Daerah Kabupaten. Sedangkan di sisi yang lain ketika tidak di kontrol dan dilakukan pengawasan oleh Pemerintah daerah Penambangan Batu Kapur tersebut akan menimbulkan kerusakan lingkungan dan kemudian hari bisa berakibat bisa berakibat banjir, tanah longsor maupun kekeringan dan bahkan dapat menghancurkan kehidupan manusia dan alam.Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari penerimaan pajak tambang mineral batuan bukan logam di Kabupaten Gunungkidul tahun 2019 telah melebihi target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah daerah. Menurut keterangan Kasi Penetapan Bidang Penagihan, Pelayanan dan Pengawasan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Endang Riyadi Target yang telah ditetapkan sebesar Rp. 1,8 Miliar sedangkan realisasinya mencapai Rp. 2.007.060.200.
Dalam proses penambangan batu kapur di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan cara Penambangan terbuka mengunakan alat berat berupa escavator. Hal itu dilakukan dengan cara melakukan pengupasan terlebih dahulu pada Permukaan Gunung Karst untuk membuang Tanah yang ada di atas permukaan Gunung Karst. Kemudian setelah terkupas di lakukan Pengerukan Batu Kapurnya. Setelah Batu Kapur di keruk mengunakan escavator, tahapan selanjutnya melakukan Penggangkutan Batu Kapur mengunakan Truk Dump untuk di setor ke Pabrik Pengolahan untuk di produksi menjadi Tepung Batu dengan berbagai macam ukuran kehalusan, mulai dari Mesh 10 sampai dengan Mesh 2.000.Melihat secara seksama penambangan batu kapur di kabupaten gunungkidul provinsi daerah istimewa Yogyakarta sunguh sangat memprihatinkan, kerusakan yang di akibatkan adanya penambangan tersebut sudah terlihat secara nyata dan dampaknya terhadap masyrakat sekitar sudah sangat menggangu. Tetapi di sisi lain masyrakat sudah terlanjur tergantung dengan aktifitas penambangan batu tersebut, karena belum ada alternatif pekerjaan lain yang bisa mengantikan dan lebih menguntungkan dari penambangan batu kapur Kerusakan akibat penambangan batu di bentang alam karst kabupaten Gunungkidul yaitu PertamaKerusakan pada bukit-bukit Karst yang telah berubah bentuk (rusak), dengan adanya kerusakan bentuk pada bukit-bukit karst berdasarkan pendapat dari Halik Sandra, Direktur Walhi DIY berakibat pada aktifitas sungai bawah tanah di kabupaten gunungkidul, karena Kawasan Khusus Pertambangan(KPP)yang terletak di Kecamatan Ponjong, merupakan Hulu dari sungai Bawah Tanah sebelum masuk ke pantai selatan yaitu di Pantai Baron. selain itu karena resapannya berkurang bisa mengakibatkan Banjir dan Kekeringan pada saat Musim Kemarau. Kedua, Pencemaran udara berupa debu dari aktifitas penambangan, Ketiga, Kerusakan Infrastruktur Jalan raya yang diakibatkan karena aktifitas kendaraan yang menggangkut batu kapur Keempat, Pencemaran suara (bising dari escavator maupun mesin –mesin pengiling batu kapur) Kelima, Kerusakan ladang milik warga karena terkena limbah banjirmatrial sisatambang batu kapur
Kondisi seperti ini sudah lama di rasakan oleh warga sekitar penambangan batu, berdasarkan keterangan Warga bernama Trimedianto menyatakan bahwa, aktifitas tersebut sudah lama dirasakan oleh masyrakat sekitar tambang. Misalnya kalau siang pada saat mesin –mesin pengiling batu dan escavator dioperasikan maka bising sekali suaranya dan warga tidak bisa Istirahat siang, selain itu pada saat musim kemarau seperti sekaarang, debu –debu karena aktivitaspertambangan masuk ke dalam rumah –rumah warga. Karena jarak penambangan batu kapur dengan rumah warga hanya sekitar puluhan meter saja. Upaya perlindungan terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan baku mutu lingkungan, baik berupa kriteria kualitas lingkungan (ambient) maupun kualitas
buangan atau limbah (effluent). Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan / atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. Bahwa baku mutu sebagai tolok ukur untuk menetapkan apakah lingkungan telah rusak atau apakah suatu kegiatan telah merusak lingkungan perlu dilaksanakan dan diacudalam kegiatan pembangunan nasional. Baku mutu lingkungan dapat berbeda untuk setiap wilayah atau waktu yang berbeda mengingat adanya perbedaan kondisi lingkungan, tata ruang dan teknologi. Pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam menjadi masalah mendasar dalam keberlanjutan pembangunan dan perekonomian nasional. Krisis lingkungan hidup dan kerusakan sumber daya alam menjadi fenomena umum pembangunan.12Ada lima komponen dari proses yang dinamis dan interaktif untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan hidup, yaitu inventarisasi, evaluasi, perencanaan, pengelolaan dan pemantauan. Lima komponen tersebut akan dibahas dalam suatu kerangka prinsip-prinsip pokok dan pelaksanaan secara praktis
- Inventarisasi
Secara tradisional, dan laporan mendokumentasikan basis sumber daya alam, dan penggunaannya. Sekarang ada beberapa teknologi baru yang memungkinkan pergeseran dari pola bentang darat yang statis ke pendekatan yang “Parametris”, yang memfokuskan pada hal-hal lingkungan dan diperlukan untuk membentuk proses-proses bentang darat dan jawaban-jawaban biologis. Hasilnya yaitu banyak macam produksi dan pelestarian lingkungan hidup dapat dinilai dalam suatu sistem “Spatial Referencing”. Contoh pengembangan database untuk negara yang sudah dan sedang berkembang akantersedia
- Evaluasi Pemakaian data “abiotic” (cuaca, lapangan tanah, dan “substrate”) sebagai basis untuk mengevaluasi tanah dan gunanya untuk pertanian, penggembalaan dan penebangan hutan sudah lama berjalan. Belakangan ini, pemakaian data “abiotic” untuk perencanaan pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup makin populer. Jenis-jenis produksi dan pelestarian lingkungan hidup memakai proses fisik dan jawaban biologis yang sama. Model proses sederhana seperti keseimbangan air dan pertumbuhan tanaman dapat menghasilkan informasi yang sangat diperlukan untuk pengembangan industri pertanian, dan dapat dilihat di kalkulator biasa bila diperlukan. Model tanaman yang paling rumit pun dapat dilihat di komputer yang sangat sederhana sekalipun. Model komputer yangserupa juga digunakan oleh para insinyur supaya tahu dimana letak infrastruktur
tertentu seperti jalan, gedung, susunan saluran jalan air, dll.
- Perencanaan Definisi resmi tentang perencanaan menunjukkan bahwa ada aneka ragam pendekatan untuk proses yang sangat penting ini. Apabila berhasil, perencanaan harus memperhitungkan faktor-faktor tertentu seperti faktor fisik, biologis, ekonomis, sosial, budaya, hukum, dan administratif. Di banyak negara, perlindungan lingkungan hidup dan pelestarian keanekaragaman hayati dianggap sebagai suatu proses pembagian tanah. Tidak dapat dielakkan bahwa pembagian tanah untuk alasan pelestarian lingkungan hidup memerlukan proses tukar-menukar di antara beberapa macam pemakaian yang bersaing. Ada beberapa metode yang membantu proses tersebut, dan yang memberikan partisipasi untuk yang berminat. Harus diakui, pengelolaan berbagai macam pemakaian tanah di setiap tanaman yang dilindungi harus dipertimbangkan
- Pengelolaan
Belum ada yang namanya bidang pengelolaan lingkungan hidup atau ahli pengelolaan lingkungan hidup, tetapi ahli pengelolaan dari bidang lain dapat dicari untuk mengelola lingkungan hidup, misalnya dari bidang pembangunan perkotaan dan industri; pertambangan; kehutanan; pariwisata ekologis, serta pengelolaan tanaman-tanaman yang dilindungi. Sebagian besar bidang tersebut memakai teknologi. Akan tetapi, pengelolaan lingkungan hidup dengan tujuan pembangunan berkelanjutan harus berdasarkan pada prinsip-prinsip ekologis yang kuat. Sayangnya, walaupun ekologi memang dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang sangat diperlukan, ekologi jarang dapat memberikan tingkat keterincian dan pengaturan yang diinginkan pengelola sumber daya tanah, para insinyur, dan para teknisi. Pengelola lingkungan hidup di masa depan akan ikut pelatihan keras, dan harus mempunyai pengetahuan luas, termasuk pengetahuan tentang politik, administratif, hukum, ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan umum. Yang paling penting adalah perlunyamemahami terjalinnya sistem-sistem tersebut, perlunya menimbang keinginan beberapa peminat, dan perlunya berkomunikasi secara efektif.
- Pemantauan
Masalah yang terakhir, tetapi tidak kurang pentingnya, pengelolaan lingkungan hidup tidak akan berhasil tanpa adanya pemantauan berjalannya sistem tersebut, apakah di tingkat nasional, propinsi, lokal, atau suatu sistem produksi tertentu. Walaupun lembaga keuangan besar dan perusahaan industrial mengakui situasi demikian, tidak semua pemerintahan dan badan-badannya memahami akan pentingnya pemantauan. Statistik-statistik seringkali dianggap kurang penting bila keadaan fiskal sedang mengalami kesulitan. Akan tetapi, bagaimana keberhasilan atau kegagalan program pemerintah dan pengeluaran fiskal dinilai Tidak bisadielakkan, teknologi baru seperti “remote sensing” dengan sistem informasi geografi, dan “strategic ground
-based sampling” dapat menyebabkan pemantauan lebih murah. Apalagi, sistem-sistem tersebut dapat mempermudah partisipasi masyarakat dalam pemantauan. Negara Australia dapat memberikan beberapa contoh pemantauan tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang di tingkat masyarakat lokal. Prinsip –prinsip pokok tersebut yang telah dikesampingkanoleh Pemerintah Kabupaten Gunungkiduldalam proses pengawasan dan kontrol terhadap aktivitas Penambangan Batu kapur, sehingga berdampak terhadap kerusakan lingkungan. Apalagi bentang alam karst tersebut telah ditetapkanmenjadi kawasan Karst sebagai Taman Bumi (geopark) oleh UNESCO dan pemerintah kabupaten Gunungkidul masih memberi ruang bagi Penambangan Batu kapur. Hal tersebut telah di atur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah KabupatenGunungkidul 2010-2030 telah menetapkan Kawasan Peruntukan Pertambangan(KPP). Kawasan Peruntukan Pertambangan (KPP) di Wilayah Gunungkidul meliputi Kecamatan Playen, Gedangsari, Patuk-Ngelipar, Karangmojo-Ngelipar-Wonosari, Semanu, Ponjong-Semanu Selatan, Semin-Ngawen, Paliyan, Panggang dan sebagian Purwosari.Sedangkan berdasar pada Pasal 33 Perda Nomo 6 Tahun 2011 tentang RTRW telah menyebutkan penetapan kawasan lindung geologi Pegunungan Sewu seluas kurang lebih 80.704 hektar yang terletak di Kecamatan Ponjong, Semanu, Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Saptosari, Paliyan, Panggang, Purwosari dan Wonosari.
sumber:
https://jurnalpranata.ubl.ac.id