RIBA DALAM PERDAGANGAN ISLAM
Pengertian Riba
Riba secara Bahasa bermakna tumbuh dan membesar, bertambah banyak. Sedangkan secara istilah riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Riba dalam Bahasa inggris disebut usury, yang intinya adalah pengambilan bunga atas pinjaman uang dengan berlebihan, sehingga cenderung mengarah kepada eksploitasi atau pemerasan.
Lebih lanjut riba dalam Al-quran diartikan sebagai setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan oleh syariah. Yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan secara adil seperti melalui transaksi jual beli, sewa-menyewa, atau bagi hasil.
Dalam transaksi jual beli, misalnya pihak pembeli wajib menyerahkan sejumlah uang sebagai harga barang/jasa, yang kemudian diimbangi oleh adanya kewajiban dari pihak penjual untuk menyerahkan barang atau jasa yang menjadi obyek perjanjian jual beli tersebut. Kemudian ketika kita melihat pada transaksi simpan pinjam dana secara konvensional, terlihat bahwa adanya besaran presentase tertentu atas pinjaman pokok menjadi keniscayaan. Dengan demikian pihak yang memberikan pinjaman akan mendapatkan penghasilan yang pasti dengan berjalannya waktu. Sedangkan pada pihak peminjam besarnya keuntungan adalah tidak tentu. Hal inilah yang menunjukkan adanya ketidakadilan dalam transaksi yang berbasis bunga (interest based transaction)
Islam tidak mengenalprinsim time value of money yang berbasis pada bunga layaknya transaksi ekonomi konvensional, karena dalam islam tidak mungkin ada keuntungan tanpa risiko dan atau mendapatkan hasil tanpa biaya, islam melarang riba dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dasar hukum pelarangan riba dalam islam
Pelarangan terhadap riba dalam islam, seperti pelarangan minuman keras (kharm). Yakni bahwa pelarangan terhadap riba berlangsung secara bertahap, sebagaimana larangan bagi semua orang minum khamr. Hal ini juga merupakan bukti bahwa islam berprinsip pada penentuan suatu hukum secara berangsur-angsur. Hal ini dilatar belakangi oleh keadaan sebagian warga Arab pada masa itu yang gemar menerapkan menerapkan riba dalam setiap kegiatan transaksi yang dilakukannya, sehingga akan menimbulkan anomi atau goncangan dimasyarakat jika mereka dikenakan larangan riba secara tegas dan tiba-tiba.
Adapun larangan riba dapat dikelompokkan menjadi empat tahap masing-masing didasarkan pada ketentuan ayat alqu’an. Keempat tahap pelarangan riba tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Tahap I, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT, yaitu melalui firman allah dalam surat ar-Rum ayat 39
- Tahap II, riba di gambarkan sebagai sesuatu yang buruk, yang disertai pula dengan ancaman yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Hal ini terdapat dalam al-qur’an surat an nisa ayat 160-161
- Tahap III, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Hal ini dapat kit abaca dalam Al-qur’an surat al Imran ayat 130
- Tahap IV, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an surat al-baqarrah ayat 278-279
sumber:
Perbankan syariah di indonesia oleh Abdul Ghofur Anshor