BOBO DOLL EXPERIMENT BY ALBERT BANDURA

Bobo doll experiment adalah percobaan yang dilakukan oleh Albert Bandura, Dorothea Ross, dan Sheila A. Ross. Eksperimen tersebut dilaksanakan pada tahun 1961 dan 1963 bertujuan mengamati perilaku imiatasi atau meniru pada anak-anak terhadap perilaku agresif. Bobo doll adalah nama sebuah boneka yang apabila dipukul akan berdiri lagi karena pada titik gravitasinya diberi cairan.

Dalam penelitian yang didemonstrasikan menyebutka bahwa anak – anak mampu belajar melalui observasi perilaku orang dewasa. Eksperimen tersebut dilakukan melalui tim peneliti yang secara fisik dan verbal melecehkan boneka tiup di depan anak-anak usia prasekolah, yang kemudian membuat anak-anak tersebut kemudian meniru perilaku orang dewasa dengan menyerang boneka tersebut dengan cara yang sama.

Albert Bandura, Dorothea Ross, dan Sheila Ross menguji 36 anak laki-laki dan 36 anak perempuan dari Stanford University Nursery School yang berusia antara 3 sampai 6 tahun. Para peneliti menguji anak-anak untuk seberapa agresif mereka dengan mengamati anak-anak di kamar bayi dan menilai perilaku agresif mereka pada empat skala penilaian 5 poin.

Kemudian dimungkinkan untuk mencocokkan anak-anak di setiap kelompok sehingga mereka memiliki tingkat agresi yang sama dalam perilaku sehari-hari mereka. Oleh karena itu, eksperimen ini merupakan contoh desain pasangan serasi.

HIPOTESA
Bandura membuat beberapa prediksi kunci tentang apa yang akan terjadi selama percobaan boneka Bobo.
1. Anak laki-laki akan berperilaku lebih agresif daripada anak perempuan.
2. Anak-anak yang mengamati orang dewasa bertindak agresif akan cenderung bertindak agresif bahkan ketika model dewasa tidak hadir.
3. Anak-anak akan lebih cenderung meniru model sesama jenis daripada model lawan jenis.
4. Anak-anak yang mengamati model dewasa non-agresif akan kurang agresif dibandingkan anak-anak yang mengamati model agresif; kelompok paparan non-agresif juga akan kurang agresif dibandingkan kelompok kontrol.

MEKANISME EKSPERIMEN
Subjek dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu kelompok eksperimen yang terdiri dari 48 anak dan kelompok kontrol yang terdiri dari 24 anak. Kelompok eksperimen dibagi lagi menjadi 8 kelompok kecil yang terdiri dari 6 anak. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun. Setengah kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan model yang agresif. Setengahnya lagi diberikan yang tidak agresif.

Desain eksperimen dilakukan dengan cara membawa seorang anak dan seorang model dalam sebuah ruangan eksperimen. Si anak ditempatkan di sebuah meja kecil dan diberikan permainan yang menarik untuknya (stickers dan potato prints) di sudut ruangan. Model diminta berada di sudut lain ruangan yang telah terdapat beberapa peralatan seperti palu, boneka Bobo dan mainan rakitan. Subjek dan model dibiarkan berdua dalam ruangan dalam kurun waktu 10 menit.

Pada perlakuan Model Agresif, model akan merakit mainan selama satu menit. Selanjutnya model akan mulai menunjukkan perilaku agresif seperti meninju, mendudukinya, membanting, memukul dengan palu, dan menabrak boneka Bobo tersebut. Selain itu model juga mengucapkan ucapan agresif seperti pukul dia di hidung, banting dia, lemparkan ke udara, tendang dia, dan sebagainya. Tindakan tersebut dilakukan model sampai kurun waktu 10 menit berakhir.

Pada perlakuan Model Nonagresif, model hanya akan merakit mainan selama sepuluh menit dan tidak melakukan apapun kepada boneka Bobo. Setelah perlakuan selesai, anak dibawa ke dalam ruangan bermain yang didesain mirip dengan bangunan sekolahnya. Subjek dan peneliti akan bersama-sama berada di ruangan tersebut. Subjek diberikan permainan yang menarik seperti truk, boneka, dan gasing. Setelah 2 menit, peneliti akan melarang subjek untuk memainkan permainan di ruangan itu dengan tujuan menimbulkan emosi frustasi subjek. Namun, peneliti memperbolehkan subjek untuk bermain di ruang eksperimen yang berisi boneka Bobo, palu, dan sebagainya tadi. Selanjutnya, selama 20 menit peneliti akan membiarkan subjek bermain di ruang eksperimen dan mencatat perilaku subjek tersebut.

HASIL EKSPERIMEN
Hasil eksperimen mendukung tiga dari empat prediksi awal.
1. Bandura dan rekan-rekannya telah meramalkan bahwa anak-anak dalam kelompok non-agresif akan berperilaku kurang agresif dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sementara anak-anak dari kedua jenis kelamin dalam kelompok non-agresif cenderung menunjukkan lebih sedikit agresi daripada kelompok kontrol, anak laki-laki yang telah mengamati model lawan jenis berperilaku non-agresif lebih mungkin dibandingkan dengan kelompok kontrol untuk terlibat. dalam kekerasan.
2. Anak-anak yang terpapar model kekerasan cenderung meniru perilaku persis yang mereka amati ketika orang dewasa tidak lagi hadir.
3. Para peneliti benar dalam prediksi mereka bahwa anak laki-laki akan berperilaku lebih agresif daripada anak perempuan. Anak laki-laki melakukan lebih dari dua kali lebih banyak tindakan agresi fisik daripada anak perempuan.
4. Ada perbedaan gender yang penting dalam hal apakah model sesama jenis atau lawan jenis diamati. Anak laki-laki yang mengamati laki-laki dewasa berperilaku kasar lebih terpengaruh daripada mereka yang mengamati model perempuan berperilaku agresif. Menariknya, para peneliti menemukan pada kelompok agresif sesama jenis, anak laki-laki lebih cenderung meniru tindakan kekerasan fisik sementara anak perempuan lebih cenderung meniru agresi verbal.

DAMPAK DAN TINDAK LANJUT
Hasil eksperimen mendukung teori belajar sosial Bandura. Bandura dan rekan-rekannya percaya bahwa percobaan menunjukkan bagaimana perilaku tertentu dapat dipelajari melalui observasi dan imitasi. Para penulis juga menyarankan bahwa “peniruan sosial dapat mempercepat atau mempersingkat perolehan perilaku baru tanpa perlu memperkuat pendekatan berurutan seperti yang disarankan oleh Sk inner.”

Dalam studi lanjutan yang dilakukan pada tahun 1965, Bandura menemukan bahwa meskipun anak-anak lebih mungkin untuk meniru perilaku agresif jika model dewasa diberi penghargaan atas tindakannya, mereka jauh lebih kecil kemungkinannya untuk meniru jika mereka melihat model dewasa dihukum atau ditegur karena perilaku bermusuhan mereka.

sahabatkapas.org
delphipages.live
id.sainte-anastasie.org
www.psikologimultitalent.com
www.simplypsychology.org
www.verywellmind.com
www.psychologistworld.com

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *