KETAKUTAN MEMBAWAKU DALAM BAYANGAN GELAP
Apakah kalian memiliki ketakutan akan sesuatu? Seperti Achluophobia atau ketakutan pada gelap atau Acrophobia takut pada ketinggian. Biasanya ketakutan tersebut bersumber dari trauma masa lalu yang tidak bisa ia atasi. Ingatan yang mendetail meskipun sudah puluhan tahu berlalu, meskipun ia tidak lagi dihadapkan oleh masa-masa menakutkan yang ia alami saat kecil. Namun ketika ia bersinggungan dengan ketakukannya. Maka memori yang pernah ada saat itu kembali muncul.
Sebagai contoh, seorang anak pernah terkunci dalam ruangan gelap sendirian, ketika ia mencoba untuk meminta tolong tapi ia tidak mendapati ada orang lain yang membantunya. Ketika keputus-asaan datang lebih dominan dibandingkan cara bagaimana ia mencoba mencari jalan keluar. Ia hanya berpikir “Bagaimana jika aku mati disini?” atau “Bagaimana jika seseorang tidak dapat menemukanku?” “Bagaimana jika ada penjahat disini?” dan sebagainya. Seperti merasa diabaikan karena tidak ada orang lain yang menemukannya, tidak ada yang menolongnya. Perasaan putus asa akan sesuatu hal akan membuat kecemasan meningkat dan dapat menimbulkan detak jantung yang semakin kencang, merasa pusing, bahkan hingga pingsan.
Sama halnya dengan PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder yang biasanya penderitanya merupakan korban kecelakaan atau hal mengerikan lainnya seperti Bullying atau Sexual Harassment. Ditambah lagi hukum yang bias dalam menentukan status bersalah pelaku dan banyak diantaranya yang jika menyalahkan korban
Bullying dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori:
1. Kontak fisik langsung. Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
2. Kontak verbal langsung. 2 Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
3. Perilaku non-verbal langsung. Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak langsung. Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
5. Cyber Bullying Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media social)
6. Pelecehan seksual. Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.(kemenpppa.go.id)
Sedangkan jenis pelecehan seksual berdasarkan kategorinya, sebagai berikut :
1. Pelecehan jenis kelamin. Seseorang yang memberikan pernyataan maupun tindakan yang menghina atau merendahkan wanita termasuk ke dalam pelecehan jenis kelamin.
2. Perilaku menggoda. Jenis ini ditandai dengan mengajak korban makan malam, minum, kencan dengan nada seksi. Perilaku menggoda dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui pesan atau telepon terus-menerus.
3. Menyuap korban. Pelecehan seksual bisa dilakukan dengan meminta agar korban mau diajak berhubungan seksual karena korban memiliki janji yang tidak bisa dipenuhi.
4. Memaksa korban. Ini dilakukan dengan memaksa korban agar mau berhubungan seksual terkait dengan tantangan hukuman. Contohnya seperti penilaian kinerja yang negatif, pemutusan hubungan kerja, dan lain-lain.
5. Pelanggaran seksual, seperti mengumpulkan, merasakan, atau penyerangan seksual. (halodoc)
Kita mungkin tidak pernah tahu apa yang dirasakan korban. Betapa mengerikannya bayang bayang yang tiba-tiba melintas dibenak korban. Kengerian yang tidak hilang. Perubahan perubahan saraf pada PTSD membuat orang lebih mudah mengalami trauma lebih lanjut. Gelaja utama rasa takut serperti PTSD dapat dijelaskan dari perubahan pada siskuit limbik yang terpusat pada amigdala. Sejumlah perubahan utama terletak di lokasi seruleus, lokus seruleus dan amigdala sangat erat hubungannya dengan struktur limbic lainnya seperti hipokampus dan hipotalamus. Jaringan sirkuit bagi katekolamin meluas ke korteks. Perubahan dalam sirkuit ini dianggap mendasari gejala gejala PTSD. Yaitu mencakup rasa cemas, takut, sangat waspada, mudah marah, dan terbangkitkan emosinya, siap bertempur atau kabur (goleman:1995)
Pada rasa takut yang telah tertanam dalam dalam seperti PTSD, mekanisme belajar dan ingatan telah kacau balau. Amigdala lah yang merespon sesuatu sebagai tanda bahaya. Sehingga seseorang bisa terbangkitkan emosinya dan lebih waspada.
Mengatasi phobia, ataupun trauma pada PTSD tidaklah mudah. Dan pada dasarnya tidak boleh sembarangan dalam penanganannya. Banyak yang masih beranggapan hal tersebut adalah ketakutan berlebih yang dibuat buat. Karena tidak semua orang merasakan ketakutan yang sama dengan si penderita.
Tak main-main, dampak dari mengganggu penderita fobia bisa berbahaya bahkan sampai menjadi sebuah trauma. Sebab berbeda dengan rasa takut, fobia bisa “kumat” bahkan saat objek yang memicu rasa takut tak ada di hadapannya.(halodoc)
Itu artinya phobia dan trauma bisa jadi satu kesatuan yang berkaitan karena penanganan yang salah. Adanya pandangan keliru dari orang lain yang berpikir itu hanya ketakutan berlebihan dan hanya cari perhatian saja. Sampai pada akhirnya orang tersebut pada titik menjadikan phobia menjadi lelucon.
Mengutip Webmd, orang yang mengalami fobia harus menjalani terapi untuk meredam rasa takut. Salah satunya dengan cara “ekstrem” yaitu menghadapkan langsung dengan hal yang menjadi fobianya dan menipu pikiran dengan menyebut hal itu sama sekali tidak menakutkan. (halodoc)
Perlu adanya keinginan yang harus dilakukan oleh si penderita itu sendiri, yaitu “pemadaman” rasa takut. Melalui terapi terapi yang dilakukan oleh para ahli akan membantu untuk para penderita. Coba untuk dukung mereka. Apapun penyebab luka batin mereka, mereka butuh pertolongan. Namun bukan untuk menggurui atau menekan agar bisa lepas dari sakit masa lalunya. Melainkan selalu ada jika ia membutuhkan. Jangan memaksakan untuk dia keluar dari ketakutan tersebut.
Sebagai contoh, seorang anak pernah terkunci dalam ruangan gelap sendirian, ketika ia mencoba untuk meminta tolong tapi ia tidak mendapati ada orang lain yang membantunya. Ketika keputus-asaan datang lebih dominan dibandingkan cara bagaimana ia mencoba mencari jalan keluar. Ia hanya berpikir “Bagaimana jika aku mati disini?” atau “Bagaimana jika seseorang tidak dapat menemukanku?” “Bagaimana jika ada penjahat disini?” dan sebagainya. Seperti merasa diabaikan karena tidak ada orang lain yang menemukannya, tidak ada yang menolongnya. Perasaan putus asa akan sesuatu hal akan membuat kecemasan meningkat dan dapat menimbulkan detak jantung yang semakin kencang, merasa pusing, bahkan hingga pingsan.
Sama halnya dengan PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder yang biasanya penderitanya merupakan korban kecelakaan atau hal mengerikan lainnya seperti Bullying atau Sexual Harassment. Ditambah lagi hukum yang bias dalam menentukan status bersalah pelaku dan banyak diantaranya yang jika menyalahkan korban
Bullying dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori:
1. Kontak fisik langsung. Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.
2. Kontak verbal langsung. 2 Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
3. Perilaku non-verbal langsung. Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
4. Perilaku non-verbal tidak langsung. Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.
5. Cyber Bullying Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media social)
6. Pelecehan seksual. Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.(kemenpppa.go.id)
Sedangkan jenis pelecehan seksual berdasarkan kategorinya, sebagai berikut :
1. Pelecehan jenis kelamin. Seseorang yang memberikan pernyataan maupun tindakan yang menghina atau merendahkan wanita termasuk ke dalam pelecehan jenis kelamin.
2. Perilaku menggoda. Jenis ini ditandai dengan mengajak korban makan malam, minum, kencan dengan nada seksi. Perilaku menggoda dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui pesan atau telepon terus-menerus.
3. Menyuap korban. Pelecehan seksual bisa dilakukan dengan meminta agar korban mau diajak berhubungan seksual karena korban memiliki janji yang tidak bisa dipenuhi.
4. Memaksa korban. Ini dilakukan dengan memaksa korban agar mau berhubungan seksual terkait dengan tantangan hukuman. Contohnya seperti penilaian kinerja yang negatif, pemutusan hubungan kerja, dan lain-lain.
5. Pelanggaran seksual, seperti mengumpulkan, merasakan, atau penyerangan seksual. (halodoc)
Kita mungkin tidak pernah tahu apa yang dirasakan korban. Betapa mengerikannya bayang bayang yang tiba-tiba melintas dibenak korban. Kengerian yang tidak hilang. Perubahan perubahan saraf pada PTSD membuat orang lebih mudah mengalami trauma lebih lanjut. Gelaja utama rasa takut serperti PTSD dapat dijelaskan dari perubahan pada siskuit limbik yang terpusat pada amigdala. Sejumlah perubahan utama terletak di lokasi seruleus, lokus seruleus dan amigdala sangat erat hubungannya dengan struktur limbic lainnya seperti hipokampus dan hipotalamus. Jaringan sirkuit bagi katekolamin meluas ke korteks. Perubahan dalam sirkuit ini dianggap mendasari gejala gejala PTSD. Yaitu mencakup rasa cemas, takut, sangat waspada, mudah marah, dan terbangkitkan emosinya, siap bertempur atau kabur (goleman:1995)
Pada rasa takut yang telah tertanam dalam dalam seperti PTSD, mekanisme belajar dan ingatan telah kacau balau. Amigdala lah yang merespon sesuatu sebagai tanda bahaya. Sehingga seseorang bisa terbangkitkan emosinya dan lebih waspada.
Mengatasi phobia, ataupun trauma pada PTSD tidaklah mudah. Dan pada dasarnya tidak boleh sembarangan dalam penanganannya. Banyak yang masih beranggapan hal tersebut adalah ketakutan berlebih yang dibuat buat. Karena tidak semua orang merasakan ketakutan yang sama dengan si penderita.
Tak main-main, dampak dari mengganggu penderita fobia bisa berbahaya bahkan sampai menjadi sebuah trauma. Sebab berbeda dengan rasa takut, fobia bisa “kumat” bahkan saat objek yang memicu rasa takut tak ada di hadapannya.(halodoc)
Itu artinya phobia dan trauma bisa jadi satu kesatuan yang berkaitan karena penanganan yang salah. Adanya pandangan keliru dari orang lain yang berpikir itu hanya ketakutan berlebihan dan hanya cari perhatian saja. Sampai pada akhirnya orang tersebut pada titik menjadikan phobia menjadi lelucon.
Mengutip Webmd, orang yang mengalami fobia harus menjalani terapi untuk meredam rasa takut. Salah satunya dengan cara “ekstrem” yaitu menghadapkan langsung dengan hal yang menjadi fobianya dan menipu pikiran dengan menyebut hal itu sama sekali tidak menakutkan. (halodoc)
Perlu adanya keinginan yang harus dilakukan oleh si penderita itu sendiri, yaitu “pemadaman” rasa takut. Melalui terapi terapi yang dilakukan oleh para ahli akan membantu untuk para penderita. Coba untuk dukung mereka. Apapun penyebab luka batin mereka, mereka butuh pertolongan. Namun bukan untuk menggurui atau menekan agar bisa lepas dari sakit masa lalunya. Melainkan selalu ada jika ia membutuhkan. Jangan memaksakan untuk dia keluar dari ketakutan tersebut.