TOXIC MASCULINITY

Laki laki identik dengan sosok yang kuat, pemberani dan kekar. Tidak hanya itu, laki laki di identikan dengan pekerjaan kasar dan juga suka berkelahi. Namun hal tersebut tidak dapat di generalisasi. Bukan berarti jika laki-laki yang tidak suka berkelahi bukan seorang laki laki. Bahkan mengucilkan mereka yang terkesan tidak “maskulin”. Pemikiran ini dapat berbahaya dan dapat disebut juga Toxic masculinity.

STANDAR MASCULINITY
Umumnya, seorang laki-laki akan dianggap maskulin jika memiliki sejumlah karakteristik sifat yang memenuhi ‘standar’ kelaki-lakian, seperti:
• Kekuatan
• Kekuasaan
• Agresif
• Aksi
• Penuh kendali
• Mandiri
• Berpuas diri
• Kesetiakawanan
• Kekar dan berotot
• Tidak pernah menangis
• Heteroseksisme, atau diskriminasi terhadap orang yang bukan heteroseksual

CIRI CIRI TOXIC MASCULINITY
Agar bisa lebih memahami perilaku ini, berikut sejumlah ciri toxic masculinity yang umum ditemui:
• Punya pandangan bahwa laki-laki tidak seharusnya mengeluh dan menangis
• Cenderung bersikap kasar terhadap orang lain
• Ingin mendominasi orang lain
• Tendensi untuk bersikap misoginis
• Agresif bahkan kasar secara seksual terhadap pasangan maupun orang lain
• Laki-laki tidak perlu membela hak perempuan dan kaum marjinal lain
• Menganggap ‘keren’ tindakan-tindakan yang berisiko, seperti berkendara dalam kecepatan tinggi, minum alkohol, dan bahkan mengonsumsi obat-obatan terlarang
• Menganggap bahwa kegiatan memasak, menyapu rumah, berkebun, dan mengasuh anak adalah tugas perempuan
• Berkelahi dan menantang orang lain adakah wajar
• Tidak menunjukkan emosi sedih dan mengeluh, serta menganggap bahwa pria hanya boleh mengekspresikan keberanian dan amarah
• Tidak membutuhkan kehangatan atau kenyamanan
• Tidak perlu menerima bantuan dan tidak boleh bergantung pada siapa pun
• Harus memiliki kekuasaan dan status sosial yang tinggi agar bisa dihormati oleh orang lain
• Heteroseksisme dan homophobia

NORMA SOSIAL YANG MENDUKUNG TOXIC MASCULINITY
Beberapa norma sosial yang dapat membentuk perilaku toxic masculinity diantaranya:
• Power dan merasa Dalam sejarah, laki-laki memiliki kekuatan sosial dan ekonomi yang lebih dibandingkan perempuan dan menjadi grup yang dominan dalam bermasyarakat. Seperti bagaimana laki-laki mendapatkan uang lebih banyak dibandingkan perempuan dan mayoritas menempati posisi pemimpin dalam sektor publik dan pribadi. Salah satu contohnya adalah bagaimana laki-laki merendahkan efek dari kekerasan seksual dan memiliki bias terhadap perempuan. Hal tersebut terjadi karena banyak laki-laki yang tidak merasakan kekerasan seksual atau bias gender karena identitas mereka sebagai laki-laki.
• Privilege. Privilege atau keuntungan yang terjadi akibat adanya norma gender yang kaku dapat menyebabkan laki-laki tidak sadar bagaimana menjadi laki-laki dan mengikuti norma maskulin memberikan mereka power dan keuntungan yang tidak dimiliki oleh perempuan.
• Masculine power. Didapat melalui norma gender tradisional yang memaksa laki-laki untuk menjadi dominan. Salah satunya adalah mempermalukan laki-laki yang melakukan perilaku yang dianggap “tidak manly”. Salah satu contoh dari perilaku “tidak manly” adalah perilaku mengakui kelemahan atau kesalahan, lemah terhadap perasaannya, tidak menggunakan paksaan ketika menyelesaikan masalah, ataupun hal-hal yang dapat mempertanyakan status mereka sebagai laki-laki. Oleh karena itu, ketika laki-laki menghadapi isu yang berhubungan kesehatan mental, mereka kerap merasakan dilemma antara mencari bantuan dan against norma, dan kemudian mendapatkan kritik dari laki-laki lainnya, atau tetap pada norma dan diam saja menghadapi masalahnya.
• Beberapa norma maskulin mendorong laki-laki untuk pamer seberapa banyak perempuan yang sudah mereka tiduri. Ketika laki-laki berbicara tentang perempuan seperti itu, sama saja mereka memaksakan gagasan kalau perempuan adalah objek yang harus dikuasai. Meskipun tidak terlihat berbahaya, tetapi penelitian menunjukkan kalau laki-laki dengan tradisional maskulin yang besar akan lebih cenderung melakukan kekerasan seksual pada wanita.

CONTOH KASUS TOXIC MASCULINITY
• Seorang lelaki harus kuat, tidak boleh emosional kecuali ketika ia marah.
• Boys will be boys dimana laki-laki memang ceroboh.
• Seorang lelaki harus bisa mengatur hubungan, jika ia kurang dominan dalam hubungannya, berarti ia lemah.
• Seorang lelaki tidak akan mungkin menjadi korban pelecehan seksual, sebaliknya lelaki malah akan menikmatinya.
• Seorang gagal dikatakan menjadi lelaki ketika ia tidak bisa menjadi seseorang yang bisa menghidupkan keluarganya.
• Pembullian yang terjadi pada lelaki karena sifat atau bentuk/gestur tubuh yang ‘agak’ feminim.
• Aksi tawuran pelajar / mahasiswa untuk menunjukkan jati diri dan kekuatan

DAMPAK BURUK TOXIC MASCULINITY
Dengan adanya toxic masculinity, menyebabkan munculnya krisis identitas ketika laki-laki mencoba untuk mencapai maskulinitas yang ideal, dan kemudian dapat memberikan efek negatif pada mental dan emosi mereka, seperti
• Menampilkan emosi yang diredam atau tidak didengar.
• Menunjukkan kurangnya rasa empati.
• Mengalami agresi yang cenderung bertahan lama
• Terlibat dalam perilaku kasar terhadap orang yang.
• Mengalami diagnosis penyakit mental yang lebih.
• Mendapatkan diagnosis gangguan psikologis yang salah.
• Menghindari mencari bantuan dari profesional.
• Adanya tendensi pengaruh narkoba dan alcohol
• Maraknya kasus perkelahian
• Adanya pengasingan dan pengucilan bagi mereka yang tidak sesuai dengan norma maskulinitas

CARA MENCEGAH TOXIC MASCULINITY
1. Ajarkan untuk bisa mengekspresikan diri
Ajarkan anak untuk bisa merasakan dan mengekspresikan berbagai emosi yang ia rasakan. Beri tahu padanya bahwa tidak ada salahnya bagi anak laki-laki untuk mengungkapkan keluh kesah serta menunjukkan rasa sedih dan menangis. Jika ia merasa malu untuk menangis di tempat umum, berikanlah pemahaman bahwa ia boleh menangis ketika sedang sendiri atau di sekitar orang yang ia percayai, misalnya orang tua, guru, atau pengasuhnya.
2. Tumbuhkan rasa empati
Empati pada anak laki-laki tidak muncul begitu saja, melainkan perlu dilatih. Dengan memiliki empati, anak akan bisa memahami perasaan dirinya sendiri dan orang lain, serta dapat mengontrol emosinya dengan baik. Hal ini pun dapat mencegah mereka dari pola pikir toxic masculinity ketika beranjak dewasa. Ajarkan anak nilai kesopanan dan mengajaknya untuk bisa memposisikan dirinya sebagai orang lain. Berikan juga ia pengertian tentang pentingnya menunjukkan kepedulian dan rasa hormat terhadap orang lain, terlepas dari gender, jenis kelamin, atau latar belakang suku dan agama orang tersebut.
3. Hindari perkataan yang merendahkan perempuan
Sebisa mungkin hindari perkataan yang terkesan merendahkan perempuan, misalnya “Cara jalanmu seperti perempuan” atau “Jangan berbicara seperti perempuan”. Ini akan membuat anak laki-laki memandang perempuan sebelah mata dan sulit untuk menghargai perempuan.
4. Awasi media hiburan anak
Pantau media hiburan yang diberikan pada anak, baik itu buku, film, gadget, atau lainnya. Pastikan konten tidak bersifat toxic masculinity. Apabila tontonan atau hiburan anak menunjukkan adanya konsep maskulinitas yang salah, berikanlah pemahaman bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang patut untuk dicontoh.
5. Kenali konsep konsensual sejak dini dengan menyesuaikan umur anak laki-laki Anda. Misalnya, beritahu bahwa setiap orang butuh kesepakatan dan persetujuan dari lain pihak jika hendak melakukan sesuatu yang melibatkan pihak lain.
6. Pantau media tontonan pada anak. Hati-hati dan selalu pantau anak Anda ketika tengan mengakses konten hiburan. Apabila Anda melihat adanya elemen toxic masculinity di dalam konten hiburan tersebut, entah itu buku atau film, Anda bisa memberikan pemahaman bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang patut untuk dicontoh.
7. Memperkenalkan konsep healthy and caring masculinity Sebagai kebalikan dari toxic masculinity yang kaku dan tidak mengizinkan para lelaki mengekspresikan diri dan mencari bantuan. Healthy masculinity mengajak para lelaki untuk mengalami, mengekspresikan, dan berbagi emosi mereka terhadap teman-teman dan orang lain.

Sumber:
www.sehatq.com
www.alodokter.com
www.halodoc.com
factnews.medium.com
yayasanpulih.org
kampuspsikologi.com
www.healthline.com

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *